webnovel

Penguasa & Pangeran di SMA

"Sekolah memang tidak pernah terasa seperti rumah. Tapi berada di sekolah terbaik adalah pintu masuk ke kelas atas dan investasi untuk masa depan. Banyak orang mengorbankan masa muda yang menyenangkan demi masa depan yang cerah. Dan yang paling penting, bersekolah di sekolah elite memberi kesempatan untuk bertemu dan jatuh cinta dengan pria tampan dan pasti kaya". Semua gadis menginginkan kehidupan bak seorang putri. Ingin memiliki paras cantik, keluarga kaya, otak yang cerdas, dan dikelilingi pangeran. Namun apa daya seorang Feliziya Patrice hanyalah seorang yatim piatu yang tinggal bersama neneknya, berharap hidup dengan tenang sambil melanjutkan pendidikannya di bangku SMA demi meraih mimpi untuk membahagiakan Neneknya, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Akhirnya Lia memutuskan untuk mengambil kesempatan langka itu, yaitu bersekolah di SMA Sahardja, sekolah paling elite di negara ini. Namun, ini sama sekali tidak seperti yang Lia bayangkan. Bukankah ini fakta yang mengerikan? ? Hanya perlu punya cukup banyak uang untk menyumbang kesekolah agar berkuasa. Orang kaya dan berkuasa lebih berbahaya dari dugaanmu. Bukankah selama ini Lia sudah menghadapi banyak kekejaman dunia? Akankah kali ini ia menyerah? Tiap kali Lia memantapkan hati untuk bertahan, hatinya selalu digoyahkan oleh seorang pria. Siapakah yang memenangkan hati rapuh Lia? Akankah seorang pria lembut penuh perhatian? Atau pria tampan dan kaya yang bisa membawanya lebih dekat menuju mimpinya? Selamat membaca teman-teman semua. Aku berharap kalian menyukai novel ini. Penulis sangat terbuka untuk semua masukan dan komentar. Terima kasih atas dukungan kalian.

Ruby_Lovely · Adolescente
Classificações insuficientes
10 Chs

BAB 3 Rasa yang Tepat di Waktu yang Salah

"Dear students, Class will start in five minutes", kata suara ala pramugari yang keluar dari pengeras suara yang ada di setiap sudut bangunan sekolah itu.

Rey masih memeluk Lia, seolah ia sama sekali tidak mendengar pengumuman itu. Lia tidak membalas pelukan itu, tapi ia pun tidak melepaskan diri dari pelukan Rey. Entah apa yang Lia pikirkan, ia bahkan tidak menyadari pria yang menggendongnya kemarin berdiri tidak jauh dari Rey dan Lia. Pria itu memegang satu set seragam wanita lagi. Entah darimana pria itu mendapatkannya. Pria itu memutuskan untuk pergi sebelum Rey dan Lia menyadari keberadaannya.

"Maaf aku terlambat", kata Rey sambil melepaskan pelukannya lalu menatap mata Lia dalam-dalam.

"Kamu ada disini aja aku udah makasih banget", kata Lia sambil tersenyum karena ia senang setidaknya ia punya seorang teman di sekolah yang lebih mirip kandang singa ini.

Rey mengacak pelan rambut Lia, "Yaudah yok ke kelas, pasti udah telat nih kita", kata Rey dengan sumringah lalu meraih tangan Lia. Mereka berlari kecil menuju kelas.

*Didepan Kelas SMA Sahardja*

"Kamu terlambat masuk Lia. Kamu tidak boleh masuk kelas saya dan akan saya tambah satu poin untuk pelanggaran kamu kali ini.", kata seorang Guru dengan pakaian serba hitam, rambut tertata sangat rapi ala istri pejabat.

"Lia bantuin saya tadi Bu mempersiapkan lab untuk kita pakai buat praktek nanti", kata Rey yang tiba-tiba muncul dari belakang Lia dengan senyum khas nya.

"Begitukah? Baiklah, saya batalkan poin pelanggaran Lia. Kalian berdua boleh duduk", kata Ibu Guru yang merubah ekspresi galaknya menjadi ramah mendengar jawaban Rey.

Lia dan Rey berjalan menuju meja mereka. Rey mengedipkan mata kirinya pada Lia seolah mengirim sinyal bahwa ia senang bisa menyelamatkan Lia kali ini. Posisi meja Rey dan meja Lia yang bersebelahan tentu saja membuat mereka sering secara tidak sengaja saling bertatapn. Baru saja Ibu Guru akan melanjutkan materinya, "Okee, kita lanjutkaaa...."

Tiba-tiba pintu ruangan kelas dibuka dengan kasar. Semua orang di dalam kelas itu kaget, termasuk Ibu Guru yang baru saja akan menuliskan rumus fisika di laptopnya. Rumus itu sekarang berubah menjadi coretan yang dapat dilihat oleh semua siswa melalui infokus. Tapi semua siswa sama sekali tidak memperhatikan coretan itu sekarang.

Mata mereka pada pria tinggi dan berbadan atletis yang berdiri tepat di depan kelas sekarang.

"Ada apa Edgar? Apakah kamu salah masuk kelas? Kelas A ada dilantai 3 bukan?" kata Ibu Guru kearah siswa yang tengah berdiri didepan kelas itu.

Seolah tidak mendengar suara apapun, Edgar hanya menatap ke satu arah. Iya menatap tajam Lia. Lia yang menyadarinya hanya membalas tatapan itu dengan tatapan kosong. Edgar berjalan kearah meja Lia yang membuat nyali Lia sedikit gemetar. Ternyata langkah Edgar terhenti di meja Charlotte, yang berada tepat di depan meja Lia.

Lalu Edgar melempar kemeja seragam wanita yang sedari tadi ia pegang kearah Charlotte tanpa melepas tatapannya dari Lia. Charlotte kaget.

Sebelum Charlotte berkomentar Edgar sudah membalikkan badannya dan berjalan menuju pintu.

"Disekolah pake seragam, gausah sok cantik deh lo", kata Edgar sambil menutup pintu ruangan kelas.

Sekarang suasana kelas itu tak terdefenisi. Charlotte menatap seragam itu dengan kesal, Lia yang menatap kearah Charlotte yang tepat didepannya, dan Rey yang menatap Lia yang berada tepat disampingnya. Ibu Guru Fisika itu sepertinya enggan berkomentar ataupun memarahi Charlotte maupun Edgar. Seluruh siswa dikelas itupun sepertinya sadar bahwa Charlotte ataupun Edgar terlalu berkuasa hingga Guru enggan menegur mereka.

"Kembali fokus anak-anak, kita lanjutkan teori ini agar jam selanjutnya kita bisa mempraktekkan nya di lab", kata Ibu Guru mencoba melanjutkan kelas yang sudah pasti seluruh siswanya tidak ada yang konsentrasi.

Apalagi Lia, pikirannya jauh berjalan-jalan entah kemana. Sekarang Lia tahu pria yang menggendongnya bernama Edgar. Inisial Ed yang ada di headband yang menutup luka di lututnya kemarin adalah panggilan Edgar. Edgar yang baru saja menatap Lia dengan tatapan paling tajam tapi melihat mawar putih dengan tatapan paling menyedihkan.

*Di Lab Fisika SMA Sahardja"

Pikiran Lia terus melayang-layang penasaran mengenai Edgar. Hingga Lia tidak menyadari Rihanna sengaja membuat api diatas campuran bahan kimia yang ada di depan Lia. Tiba-tiba api menyala dan semua terkaget, apalagi Lia. Rey yang melihat kejadian itu berlari kearah Lia untuk menyelamatkannya. Baru saja Rey sampai disamping Lia, api yang hanya seukuran gelas itu sudah padam.

"Lo kalo mau mimpi gausah masuk lab bego. Gua belum mau mati", kata Charlotte yang baru saja memadamkan api itu dengan menyemprotkan cairan pemadam api, ia menatap Lia dengan tatapan serius.

Lalu Charlotte berbicara dengan suara yang agak keras agar semua siswa yang sedang berada di lab mendengarnya, "Ibu Guru, bukankah siswa yang bermain-main dengan peralatan lab harus diberi poin pelanggaran?", sambil menatap sinis Rihanna.

"Anna, nanti temui saya di kantor", kata Ibu Guru dengan kagok yang masih menimbang-nimbang apakah ia harus menghukum Rihanna, biar bagaimanapun, kakek Rihanna adalah pemilik saham terbesar di sekolah.

"Kamu gapapa Lia? Ini perih ngga? Aku obatin dulu ya sebelum infeksi", kata Rey sembil memeriksa tangan Lia yang ternyata ujung jari telunjuknya sedikit terkena api.

Dengan cekatan Rey mengambil kotak P3K yang tersedia di rak yang ada di lab. Dengan hati-hati Rey mengobati luka Lia seolah itu adalah luka yang serius. Seperti biasa, Lia hanya terdiam, lalu tersenyum kecil. Ia tidak pernah merasakan rasanya diperhatikan seperti ini seumur hidupnya. Bahkan Lia tidak punya ingatan bahwa orang lain bahkan dirinya sendiri mengobati lukanya, biasanya dibiarkan begitu saja. Baru kali ini, ahhh ternyata bukan kali ini, melainkan kemarin. Kemarin pertama kali luka Lia diobati orang lain. Luka dilututnya yang diobati Edgar.

Kembali pikiran Lia memikirkan Edgar, dan senyumnya semakin lebar. Rey yang melihat Lia tersenyum juga ikut tersenyum sambil mengobati jari Lia. Naas Rey bahkan tidak tahu senyum Lia bukan untuknya.

Semua siswa sudah kembali pada kegiatan dan meja lab mereka masing-masing. Selain Rey dan Lia. Dan Charlotte juga, yang sedari tadi memandangi Rey dan Lia. Entah apa maksud tatapan Charlotte, tapi tentu saja itu bukan tatapan senang. Sekarang ekspresi Charlotte jauh lebih dingin daripada biasanya. Ia tidak tahan lagi berada dalam lab itu.

Charlotte memutar otaknya. "Gua gabisa konsentrasi di lab ini. Ibu Guru gabisa menghukum pembuat onar yang jelas-jelas sudah salah", kata Charlotte sambil melirik Rihanna yang sedang memasang wajah siap menerkam. "Jadi, gua gabis berlama-lama dalam lab ini, gua masih mau hidup. Amit-amit gua ikutan kebakar kalo si Preman Kampung sama si Miskin berantem lagi. Bye Ibu Guru cantik." Lanjut Charlotte sambil mengedipkan matanya kearah Guru fisika itu lalu berjalan meninggalkan Lab.

Charlotte berjalan di koridor menuju ruang latihan boxing. Ketika membuka pintu, ia melihat Edgar di dalam ring dan sedang berduel dengan seseorang. Charlotte tidak mengenal lawan duel Edgar namun ia bisa melihat dengan jelas bahwa lawan Edgar sudah babak belur namun Edgar bahkan tidak kena pukulan sama sekali. Charlotte hanya tersenyum sinis, seolah ia menikmati pertandingan itu. Charlotte duduk dengan nyaman di bangku yang ada diujung ruangan sambil mengamati duel itu.

Sekarang lawan Edgar sudah terkapar di lantai ring, Charlotte tidak berniat melerai mereka, dan sepertinya Edgar belum ingin menghentikan pertandingan itu.