webnovel

Pendekar Pedang Pencabut Nyawa

Raka Kamandaka adalah seorang pemuda tampan yang berasal dari Keluarga Kamandaka. Keluarga tersebut sangat ternama di Tanah Pasundan. Selain ternama, keluarga itupun merupakan keluarga yang sangat kaya raya. Kekayaannya di mana-mana, bisnis perdagangannya maju pesat. Di sisi lain, Kepala Keluarga Kamandaka juga seorang pendekar. Namanya sangat termashur di dunia persilatan. Setiap orang-orang yang berkecimpung dalam rimba hijau, pasti pernah mendengar nama Pendekar Pedang Tunggal. Sepak terjangnya membuat semua pendekar golongan hitam merasa jeri. Kalau namanya disebut, pasti mereka bakal merasakan seluruh tubuh bergetar karena saking takutnya. Sayang, suatu ketika sebuah malapetaka menimpa keluarga ternama itu. Seluruh anggota keluarganya tewas dibunuh oleh puluhan orang tidak dikenal. Bahkan malapetaka juga menimpa guru dari Raka Kamandaka sendiri. Setelah terjadinya pembunuhan berantai yang dilakukan secara sadis tersebut, Raka Kamandaka memutuskan untuk memecahkan misteri yang menimpa keluarganya. Dia akan terjun ke dunia yang penuh dengan pertarungan sebagai seorang pendekar muda pilih tanding. Dengan sebilah pusaka yang bernama Pedang Pencabut Nyawa, Raka bertekad akan menggetarkan dunia persilatan.

Junnot_senju · Oriental
Classificações insuficientes
407 Chs

Pengeroyokan

Arya Saloka.

Ternyata pemuda itu yang telah mengambil tindakan. Dengan sentilan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, pedang milik salah satu musuhnya dapat dipatahkan dengan mudah saja.

Siapapun tidak ada yang menyangka kalau pemuda itu ternyata mempunyai kekuatan tangan yang tiada duanya.

Bagaimana tidak? Dia bisa memotong pedang yang terbuat dari baja murni seperti mematahkan ranting pohon yang sudah bobrok.

Kalau tidak melihat kejadian secara langsung, bagaimana mungkin bisa percaya?

Arya Saloka si Pendekar Tangan Sakti tersenyum ke arah Raka Kamandaka.

Pendekar Pedang Pencabut Nyawa membalas senyuman itu sambil menganggukkan kepalanya perlahan.

"Sentilan jari yang hebat," katanya memuji dengan tulus.

Arya tidak menanggapi. Sekarang mimik wajah pemuda itu sudah semakin serius. Begitu juga dengan Raka Kamandaka.

Keduanya melakukan hal demikian tak lain adalah karena mereka baru menyadari kalau di sekitar sana ternyata sudah bertambah banyak orang lagi.

Jumlah mereka tak kurang lima belas orang banyaknya. Itu artinya, hutan tersebut sudah dikepung oleh tiga puluh orang.

Semuanya memakai pakaian yang seragam. Pakaian hitam ringkas dengan berbagai macam senjata tajam yang dibawa olehnya masing-masing.

Bedanya dengan rombongan tadi, orang-orang sekarang tidak memakai kuda. Kecuali senjatanya, rasanya tiada sesuatu apapun lagi yang dibawa oleh orang-orang itu.

"Sepertinya tempat ini sudah dikepung oleh orang-orang mereka," ujar Raka sambil mengawasi keadaan di sekitarnya.

"Memang benar. Aii, tak kusangka masalahnya bakal keruh seperti ini. Kau yang tak tahu apa-apa terpaksa harus terjerumus ke dalam masalah yang rumit," kata Pendekar Tangan Sakti sambil menghela nafas berat.

Arya sungguh menyesalkan akan kejadian yang telah menimpa dirinya. Raka Kamandaka tidak tahu menahu, malah sebenarnya dia pun tidak tahu masalahnya apa. Tapi tetap saja, kalau ada orang awam yang terseret, hatinya jadi tidak enak juga.

Bagaimanapun juga, Pendekar Tangan Sakti dikenal dengan sifatnya yang gagah. Masalah apapun bakal dia hadapi sendiri. Andai kata sahabatnya ada yang punya masalah, lalu dia tahu, maka pemuda itu berani menanggungnya seorang diri.

Arya Saloka adalah pemuda bertanggungjawab. Dia tidak pernah sudi menyusahakan orang lain.

Tapi sekarang?

Sekarang dia tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Hatinya benar-benar kalut. Dia merasa sedikit menyesal karena tadi sudah memanggil Raka yang sedang enak-enak duduk di atas dahan pohon itu.

"Jangan terlalu diambil hati. Masalah sudah terlanjur jauh, menyesal pun tiada gunanya lagi. Sekarang, lebih baik kita ikuti saja apa mau mereka," jawab Raka dengan tenang.

Memang, dalam hal apapun pemuda itu selalu berusaha untuk selalu tenang. Baginya, ketenangan adalah segalanya.

Di balik ketenangan, sesungguhnya tersimpan sesuatu yang jauh diluar dugaan orang. Tapi sayang sekali, banyak orang yang belum tahu akan hal ini.

Sementara itu, begitu melihat senjatanya dapat dipatahkan dengan mudah, amarah orang tadi langsung berkobar dengan hebat. Rasa takut dan jeri kalah dengan rasa marah.

"Bangsat. Berani sekali kau mematahkan pedangku," ujar orang itu dengan suaranya yang menggelegar.

Wutt!!! Wutt!!!

Tiba-tiba belasan orang berkuda itu turun dari tunggangannya. Kuda-kuda mereka dilepaskan begitu saja, dibiarkan memakan rumput liar yang tumbuh subur itu.

"Tunggu dulu, sebenarnya kenapa kalian sangat bernafsu ingin membunuh kami berdua?" tanya Arya Saloka sambil memberikan isyarat dengan tangan kanannya.

"Kami ingin membunuhmu karena kau telah membawa Kitab Tapak Manunggal, dan kami ingin membunuh pemuda itu karena dia merupakan keluarga Kamandaka,"

Kedua pemuda itu mengerutkan keningnya secara bersamaan. Sebenarnya mereka ingin menjawab ucapan orang itu, hanya saja, sebelum jawaban tersebut keluar, lima belasan orang-orang gagah sudah menyerangnya lebih dulu.

Pedang, golok, tombak, dan segala macam senjata tajam lainnya sudah dihunus. Cahaya perak menyelimuti alam mayapada. Pagi hari yang indah itu, kini sepertinya terpaksa harus dilalui oleh sebuah pertarungan hebat yang tidak bisa dihindari lagi

Wushh!!! Wushh!!!

Lima belas bayangan manusia telah melesat menerjang ke depan dengan senjatanya masing-masing. Gerakan mereka amat lincah. Sepertinya orang-orang itu sudah terbiasa dengan keadaan seperti sekarang ini.

Pendekar Pedang Pencabut Nyawa dan Pendekar Tangan Sakti telah siap siaga. Dalam keadaan seperti ini, kedua pendekar muda tanpa tanding itu tidak mau main-main lagi.

Mereka saling pandang sekejap lalu sama-sama menganggukkan kepalanya masing-masing. Setelah itu, keduanya langsung menjejak tanah lalu tubuhnya meluncur deras menyambut semua serangan lawannya.

Pertarungan dibagi menjadi dua. Pendekar Tangan Sakti melawan tujuh orang serba hitam. Sedangkan Pendekar Pedang Pencabut Nyawa melawan delapan orang sisanya.

Wutt!!!

Arya Saloka menggerakkan kedua tangannya yang dikenal dengan kehebatannya itu. Dua sinar putih melesat keluar dari telapak tangannya memapak semua tebasan dan tusukan lawan.

Plakk!!! Plakk!!! Plakk!!!

Tiga kali suara yang sama terdengar, tiga lawan sudah terhuyung-huyung mundur kembali lagi ke belakang. Arya Saloka terus melalukan hal yang sama hingga tujuh kali.

Hasil yang didapat oleh semua lawannya sama rata. Mereka tergetar mundur. Masing-masing tangan yang memegang senjata itu merasa panas dan kesemutan.

Baru sekali serang saja sudah seperti ini, apalagi kalau nanti sudah dilanjutkan?

Sementara itu di sisinya, Raka Kamandaka juga langsung mengeluarkan jurus-jurus tapak warisan dari gurunya, Eyang Pancala Sukma. Begitu serangan semua lawannya sudah dekat, pemuda itu lantas menghajar mereka satu persatu dengan gerakan yang teramat cepat dan dahsyat.

Jurus Tapak Penggetar Sukma yang merupakan jurus pertama dari Kitab Tapak Sukma Sejati telah dilayangkan. Hanya dalam wakti hitungan detik, delapan orang itu telah terlempar dua tiga tombak ke belakang.

Seluruh tubuh orang-orang itu tergetar dibuatnya. Seperti juga nama jurusnya, jurus ini berfungsi untuk menggetarkan tubuh lawan. Malah bukan mustahil kalau jiwanya juga tergetar.

Sekalipun hanya merupakan jurus pertama, namun perlu diketahui, semua jurus yang terdapat dalam Kitab Tapak Sukma Sejati adalah jurus-jurus kelas atas. Jurus dahsyat yang sangat jarang menemukan tandingannya.

Baik dari sejak zaman dahulu pada saat Eyang Pancala Sukma masih suka mengembara, bahkan hingga kini setelah dikuasai oleh Raka Kamandaka, jawabannya tetap sama.

Kitab Tapak Sukma Sejati adalah sebuah pusaka kelas wahid yang selalu menjadi rebutan orang-orang persilatan.

Keadaan di hutan itu dicekam oleh kengerian tersendiri. Tiga puluh orang serba hitam merasakan hal yang serupa.

Mereka takut. Ingin sekali melarikan diri sejauh mungkin.

Tapi apakah mereka bisa melakukannya?

"Kenapa kalian hanya diam saja? Mari kita serbu saja dua pemuda keparat itu," teriak orang yang sejak tadi banyak bicara.

Suaranya lantang. Tapi nyalinya sudah sedikit ciut. Meskipun pedangnya sudah kutung, namun orang itu meminjam pedang rekan yang lainnya sehingga dia masih bisa menggunakan pusaka.

Wutt!!! Wutt!!!

Tiga puluh orang serba hitam yang ada di sana sudah turun ke lapangan. Mereka bersatu untuk membunuh dua pemuda yang menjadi target sasarannya.