webnovel

Jangan Ikut Campur

"Ada apa ini?"

Alicia bergeming ia bingung harus bagaimana, bergegas ia berlari meninggalkan kedua lelaki itu.

"Siapa dia?" gumam Riza.

Lelaki yang menabrak Alicia tadi adalah Riza karyawan baru yang mengantikan Deri.

"Apa mungkin dia Bu Alicia?" ucap Riza dalam hati.

"Apakah ini punya kamu?" tanya lelaki bernampilan rapi layaknya seorang ceo.

"Ah, bukan Pak. Ini bukan milik saya," jawab Riza. fikirannya masih tentang wanita yang tak sengaja ia tabrak.

Alicia berlari menuju kamar mandi, segera ia mengeluarkan ponsel dari kantong celana dan menelpon Gabriel.

Tut....

Suara telpon terhubung, tak lama Gabriel mengangkat telepon.

"Hallo," sapa Gabriel.

"Briel, kamu ke kantor sebentar handle metting sebentar."

"Untuk apa? Bukannya kamu ceo disana?" kata Gabriel dengan nada ketus.

"Baikalah, kalau memang tidak mau." Alicia menutup telpon, bergegas melepas jaket, topi serta kaca mata yang ia kenakan lalu menaruhnya di tong sampah.

Merasa aman Alicia keluar dari toilet, sepanjang jalan menuju ruangan tidak ada yang memperhatikan dirinya.

Semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Kini, Alicia sudah berada di dalam ruang kerja, ia membuka lemari dan Menganti baju.

"Alicia," panggil Gabriel.

Mendengar namaya di panggil Alicia memutar badan terlihat Gabriel berdiri di depannya.

Penampilannya begitu berbeda ia sangat rapi dan tampan beda dengan hari biasa-biasanya.

"Sudah telat aku bisa sendiri." Alicia berjalan meninggalkan Gabriel.

Namun, langkah kaki Alicia terhenti kala Gabriel dengan sengaja memegang lengan tangannya.

Seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Kamu menyuruhku kesini dan sekarang kamu tak menghargai aku." Gabriel menatap dua bola mata Alicia intens.

"Lepaskan." Alicia menangkis tangan lelaki yang menatapnya lalu, merapikan kembali kemeja yang ia kenakan.

"Alicia sampai kapan kamu tahu bagaimana perasanku." kata Gabriel dalam hati. Mendedam perasaan selama tiga tahun itu tidak mudah.

"Aku mau rapat dulu, nanti kita bicara lagi," pamit Alicia.

Ia berlalu meninggalkan Gabriel di ruangan. Gabriel memperhatikan Alicia dari kejauhan, cinta dalam diam itu menyiksa.

Ada rasa dalam hati ingin mengungkapkan tapi urung dia takut persahabatan mereka akan hancur karena ini.

Gabriel membuang nafas kasar dilangkahkan kakinya ke meja kerja Alicia.

Medarat bokongnya di sebuah kursi dan tiba-tiba keningnya megeryit kala melihat sebuah botol minuman.

"A--apa ini?" Gabriel meraih sebuah botol kaca dengan merek terkenal.

************

Sementara itu di ruang metting terlihat para collega sudah berdatangan. Alicia segera duduk menempati kursi yang sudah di sediakan.

Akan tetapi pemandangan sungguh beda jika sekretaris pribadi biasnya seorang perempuan tapi yang terjadi lain, seketika saja semua orang yang berada di dalam ruangan tertawa.

Ya, dia Riza pria itu bekerja sebagai sekertaris pribadai Alicia Monata.

"Selamat pagi, semuanya," sapa Alicia.

"Pagi."

Para collega menjawab dengan kompak. Riza nampak percaya diri dia sama sekali tak merasa gugup.

"Bu Alicia." pak Darma salah satu penyumbang saham terbesar mengangkat tangan.

"Iya, Pak." Alicia mencoba seramah mungkin walaupun dalam hatinya memberontak.

"Siapa laki-laki itu apa dia sekretaris pribadi ibu?"

Alicia mengehla nafas," Iya dia sekretaris saya, Pak. Mengantikan Deri yang sedang cuti melahirkan," terang Alicia.

"Apakah tidak ada orang sampai laki-laki harus menjadi sekretaris?" ejek Guntur.

"Maaf, Pak. Bagi saya siapapun tak jadi masalah asalkan kerjanya bagus dan bertanggung jawab." Sebisa mungkin Alicia berusaha sabar.

"Oh baikalah, mari kita mulai," kata Darman.

Rapat pun dimulai Riza menerangkan laporan yang sudah di buat oleh tim.

Banyak dari mereka yang menyukai cara kerja Riza.

Dia cerdas, pintar dan pandai mengolah kata-kata agar mudah di mengerti.

Bahkan saat Riza selseai menjelaskan semua bertepuk tangan namun tak bagi Alicia.

Gadis itu terlihat diam sembari memegangi kepalanya.

"Bu, ibu tak apa?" Riza merasa khawatir.

"Enggak papa, it's oke." Alicia mengangukan kepala.

Rapat berjalan dengan sempurna, para collega merasa puas. Meraka tak salah ikut menyumbang saham pada Monata grup.

Rapat selesai, Alicia masih duduk di tempat. Kepalanya terasa sangat pusing. Gabriel yang mengamati tingkah laku Alicia tahu.

Bahwa gadis itu pusing karena tak minum-minuman di pagi hari.

"Bu, ibu benar tak apa?" Riza dengan raut wajah khawatir.

"Enggak papa oke aja. Bisa diam tidak mulutmu!" bentak Alicia memijat kepalanya yang amat terasa berat.

"Ehm." Terdengar suara Gabriel Berdehem ia mendekati Alicia yang terduduk lemas.

"Bisa kamu tinggalkan kami berdua?" perintah Gabriel ke Riza. Dia nampak sangat serius.

"Oh baiklah, permisi, Bu. Saya pamit dulu," pamit Riza.

Kini di ruang itu hanya mereka berdua, pandangan Gabriel mengendar ke sekeliling.

"Apa ini?" Gabriel mengeluarkan satu botol kecil dari saku jasnya. Menaruhnya di atas meja.

"Ah, kamu memang terbaik." Alicia bergegas mengambil botol.

Akan tetapi sebelum Alicia meraihnya, Gabriel mengambil kembali botol itu dan memasukkannya ke dalam kantong.

"Gabriel! Apa-apaan kamu!" bentak Alicia ia begitu marah, terlihat dari wajahnya yang merah dan nafasnya yang memburu.

"Cia ingat kesehatan kamu, kamu seorang wanita bagaimana rahim kamu nanti!" peringat Gabriel dari dalam hati yang terdalam ia merasa sangat sakit melihat wanita yang dulu manis kini menjadi seorang yang hobi mabuk.

"Bukan urusan kamu, sini itu milik aku?" Tangan Alicia berusaha menerobos saku jas Gabriel tetapi naas lelaki itu lebih cekatan dari pada dirinya.

"Kamu mau ini kan? Nah," Gabriel melempar botol itu ke sebuah tembok.

Prang!!!

Botol pecah berkeping-keping, Alicia menatap botol itu dengan tatapan nanar.

Matanya berembun butiran air mata siap meluncur.

"Tidak! Kamu- kamu jahat Gabriel!"

"Iya aku memang jahat kenapa kamu jadi begini Alicia, wake up! Aku rindu kamu yang dulu!" kedua tangan Gabriel mengucang bahu Alicia.

"Pernah ku bilang Alicia yang dulu sudah mati. Apa kamu lupa apa kamu tuli, Hah!"

Alicia pergi meninggalkan ruang dengan emosi yang memuncak, tak di sangka sedari tadi Riza mendengarkan perdebatan mereka berdua.

"Jadi wanita yang tak sengaja aku tabrak tadi pagi adalah Bu Alicia," batin Riza.

***********

Kepala Alicia semakin pusing minuman dalam lemarinya menghilang begitu saja.

Alicia tahu siapa di balik semua ini Gabriel.

"Ini semua ulah Gabriel bisa mati aku ." Alicia berjalan kesana-kemari seperti orang kebingungan.

Tok!! Tok!!

Terdengar suara pintu di ketuk, tak lama pintu terbuka.

Terlihat Gabriel di depan pintu ia tersenyum manis sambil memandang Alicia.

Keberadaan Gabriel membuat Alicia bertambah marah.

Kenapa dia datang menemui Alicia dan apa mau diasebenarnya?

"Al, ada yang ingin aku katakan padamu."

Sengaja Alicia tak memperdulikan ucapan Gabriel ia sibuk dengan ponsel yang sedang ia mainkan.

"Al, maafkan aku tapi." wajah Gabriel mendunduk ada sedikit rasa takut dalam hatinya.

"Al maksud kedatangan aku kesini aku ingin mengatakan kalau."

"Kalau aku seorang pemabuk, iya?" sela Alicia sorot matanya masih menyimpan amarah.

"Al, aku."

Kring....

Belum selesai Gabriel mengatakan sesuatu. Ponsel milik Alicia berdering tertulis di layar dokter Josh.

Dokter yang merawat dan menjagaa mama Alicia di rumah sakit.

"Ada apa ini?" ucap Alicia berharap tak terjadi sesuatu.

Bersambung....