webnovel

Aku Juga Punya Perasaan

Part 4

Aku Juga Punya Perasaan.

Tak berselang lama dokter keluar dari ruangan tempat dimana Laura di rawat.

"Dok!"

Alicia berlari mendekati dokter wajah dokter itu terlihat sangat lelah.

"Bagaimana keadaan mama saya dok?" tanya Alicia dengan mata berkaca-kaca. Netranya berembun, nampak butiran halus siap meluncur.

"Nak, kamu yang tabah ya?" Dokter itu memegang pundak Alicia kuat.

"A--apa maksud, Dokter," Alicia merasa sangat bingung. Apa maksud perkataan dokter tadi.

"Mama kamu kritis," ungkap Dokter.

Deg....

Detak jantung seakan berhenti, kembali hati Alicia hancur.

Wanita yang ia rindukan selama ini kembali tertidur lelap.

"Alicia, kamu yang tabah," Gabriel mencoba menangkan wanita yang berdiri di sebelahnya.

Alicia menghela nafas panjang," Tenang, Gabriel aku kuat. Aku bukan wanita cengeng," ujar Alicia wanita itu tetap tersenyum meskipun hatinya hancur.

Berkali-kali Alicia menghubungi nomor papanya, tersambung tetapi tak diangkat entah kemana perginya lelaki yang sedang di mabuk asmara itu.

"Dasar lelaki tak tahu diri, beruntung kamu masih hidup," gumam Alicia dengan tangan mengepal.

Mendengar ucapan Alicia sontak Gabriel tercengang.

Apa maksud perkataan Alicia tadi apakah dia berniat menghabisi nyawa orang tuanya sendiri.

Tidak itu tidak mungkin Alicia adalah gadis yang baik dan manis.

"Al ini." Gabriel menyodorkan sebuah minuman botol.

"Heh, apaan ini." Tangan Alicia menampik air mineral pemberian Gabriel.

"Mau kasih aku ini," kata Alicia menunjukkan sebuah gambar pada layar ponselnya.

Sebuah minuman berakohol ternama menjadi favorit Alicia kini, bahkan sehari-hari gadis itu selalu meminumnya.

"Sejak kapan kamu mengerti tentang ini?" tanya Gabriel menatap wajah Alicia tajam.

"Sejak aku sudah mati, haha." Alicia tertawa keras.

Gabriel terdiam ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Alicia.

Dia yang dulu bak di telan bumi, berganti dengan Alicia berwatak keras dan pemberani.

Sepanjang malam Alicia tak bisa memejamkan mata, fikirannya tertuju pada mamanya.

Apakah tidak terjadi apa-apa pada mama?

Pagi menjelang ketika sang Surya memancarkan sinarnya, Alicia masih tertidur lelap. Menjelang pagi matanya terpejam padahal hari ini jadwal metting begitu padat.

Sedari tadi ponsel miliknya berdering, Alicia bergeming matanya enggan terbuka.

Meskipun telinganya menangkap ponselnya berdering.

Tok...tok!!

Pintu di ketuk dengan keras dari luar .

"Alicia! Alicia!" panggil Abraham dari luar.

"Sudah, Mas. Ngapain di bangunin orang anak kaya kebo gitu kalau tidur," ejek Zena sembari memutar bola matanya.

"Alicia! Alicia! Apa perlu aku dobrak pintu kamarmu ini!" teriak Abrham kesabarannya sudah habis. Entah mengapa Alicia senang sekali membuatnya marah.

Tak ada jawaban dari dalam kamar, tanpa fikir dua kali Abraham mendobrak pintu kamar anak semata wayangnya itu.

Nampak, Alicia masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap.

"Alicia," Abraham mengatur nafasnya," Alicia, bangun!"

Suara Abraham yang keras sukses membangunkan Alicia dari tidur ia duduk di atas ranjang dengan rambut masih acak-acakan.

"Hei, bangun Tuan Putri sudah jam berapa ini!" Telunjuk kokoh Abraham mengetuk ketuk jam analog yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Heh." Alicia tersenyum menyeringai.

"Hari ini banyak rapat cepat mandi!" perintah Abraham dengan nada membentak.

"Mas," Zena menghampiri Abraham di kamar Alicia, tanpa malu ia bergelayut di lengan Abraham.

"Ada apa?"

"Ayo makan aku lapar," ajak Zena, matanya menatap wajah Alicia. Dalam hati ia merasa menang berhasil membuat mantan sahabatnya ini marah.

"Ayo, Alicia papa tunggu di meja makan," Abrahm meninggalkan Alicia yang masih duduk di tepi ranjang.

"Auh." mulutnya kembali meguap.

Matanya masih mengantuk, kepalanya terasa sangat pusing.

Dengan malas di langkahan kaki menuju pintu kamar mandi.

Membuka knop pintu pelan, guyuran air hangat membuat sakit kepala berkurang.

Selesai mandi Alicia bergegas memilih kemeja dan celana yang hendak ia kenakan.

Jika kebanyakan wanita senang menggunakan rok saat kerja tetapi, berbeda dengan Alicia, gadis itu lebih suka menggunakan celana panjang dan lebar dengan kaos lengan panjang dan sweter rajut.

Perlahan kakinya menuruni anak tangga, terlihat Zena dan Abraham sedang bermesraan.

"Dasar tidak tahu malu," umpat Alicia.

Namun, Alangkah terkejut Abraham melihat penampilan putri satu-satunya keluarga Monata.

"Ya ampun Alicia!" bentak Abraham, lelaki tua itu sangat syok melihat cara berpakaian anaknya. Kepalanya menggeleng, ia tak habis fikir dengan tingkat laku calon pewaris Monata grup.

"Ya ampun Alicia kamu mau ikut metting apa mau tawuran lihat penampilanmu sekarang," cibir Zena ia tak henti-hentinya tertawa.

Bayangkan saja seorang ceo memakai kaos panjang dengan celana jenas berwarna biru dan jaket Boomber warna hitam.

"Alicia kenapa kamu suka sekali membuat kepala papa sakit. Ganti! jangan bikin malu papa! Kamu mau metting apa tawuran! Kamu ini ceo bukan gangster ataupun mafia!"

Lagi Alicia sama sekali tak mendengarkan ucapan papanya, ia tetap berjalan menghampiri Zena yang sedang duduk manis di kursi meja makan.

"Minggir, Lu!" perintah Alicia tangannya menggoyangkan kursi Zena.

"Masih banyak kursi kan kenapa harus kursi gua," Zena mengupas kulit jeruk dengan santai.

Brang!!!

Alicia membanting meja makan membuat minuman dan makanan sedikit berhamburan.

"Minggir, atau gua lempar lu," ancam Alicia dengan mata melotot tajam.

Jujur saja nyali Zena menciut, bibirnya bergetar pertanda dia takut.

Sanggup tak sanggup demi uang dia harus bersiap menghadapi sikap Alicia yang keras.

"Oke fine, gua ganti kursi." Zena bangkit dari tempat duduknya ia berganti kusri. Kini ia dan Alicia saling berhadapan.

Brang!!!

Alicia kembali memukul meja makan , sungguh apa sebenarnya kehenadak dirinya.

"Pergi juga lu dari situ."

"Apa, seb--enaranya apa mau, Lu?"

"Bibi!"

"Iya, Non." bik Wati yang sedang berada di dapur bergegas menghampiri anak majikannya.

Kaki panjang Zena bergetar hebat dalam hati ada rasa takut yang teramat sangat.

Ini pertama baginya melihat Alicia mantan sahabatnya itu marah.

"Bi, bawa makanan ini ke dapur." Alicia sambil menyeruput secangkir teh hijau.

"Tapi, Non. Ini kan buat sarapan tuan dan non Alicia," kilah Wati.

"Bawa aja makannan kaya gini mereka enggak doyan," ujar Alicia sembari menunjuk wajah Zena.

Abraham yang sejak tadi diam sini naik pitam, kelakuan Alicia sudah di luar batas.

"Hentikan Alicia apa-apaan kamu!" Abraham menghampiri anaknya.

Plak!!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi cantiknya.

"Papa ingatakn jangan mencoba kurang ajar pada Zena. Biar bagaimanapun dia!"

"Dia selingkuhan anda? Dimana perasaan anda bapak Abraham Alex Ferguson Monata, disaat istri anda terbaring koma. Anda dengan santainya mencari cinta wanita lain? Bukankah seorang suami saat istrinya sakit harusnya merawat dan mejaganya, ini apa? Hah, dan kamu, kamu wanita tidak tahu malu. Apa urat malumu sudah putus bisa-bisanya kamu menjalin hubungan dengan lelaki beristri. Serendah itukah harga dirimu, heh, kamu tak jauh berbeda dengan perempuan sundal alias pelakor!" cibir Alicia dengan nada menekan.

"Alicia!" Rahang Abraham mengertak menahan amarah sedangkan Zena ia tertuduk malu mendengar ucapan Alicia yang begitu menusuk hati.

"Apa? Pukul, tampar?" tantang Alicia.

"Hentikan!" teriak seseorang yang berdiri di depan pintu.