webnovel

Pelangi Tak Selalu Muncul Setelah Hujan

"Aku sudah bertekad untuk mencari ridho suamiku, karena ridho Alloh ada pada ridho suamiku. Karena jika seorang muslimah menjalankan sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mendapatkan ridho suaminya, maka ia akan dapat masuk ke dalam Surga melalui pintu mana saja yang dia inginkan" (Rumaisha Azzahra, seorang wanita karir modern yang baru berhijrah ) "Istri itu ibarat pakaianan bagi suaminya. Sejak awal, Abang memang tidak ingin mencari 'pakaian' jadi. Abang ingin 'menjahit sendiri' sendiri pakaian Abang. Oleh karena itu, Abang menikahimu, Dek. Karena Abang ingin mendidik, membina, dan membimbingmu hingga menjadi seorang perempuan sekaligus istri yang sholehah" (Muhammad Rosikh Abdurrahman, seorang hafidz Qur'an) .............................. Rumaisha Azzahra.. adalah seorang wanita karir cerminan perempuan modern masa kini. Ia hanyalah perempuan biasa, dari keluarga biasa, dan menempuh perjalanan hidupnya dengan biasa-biasa saja. Hingga suatu ketika, 'sebuah hal' besar mengubah hidupnya. Ia pun berniat total untuk berhijrah di jalan Alloh Subhanahu Wata'ala. Ia pun berdoa kepada Alloh agar diberikan jodoh yang dapat membimbingnya dunia akhirat. Bak durian runtuh. Rumaisha ternyata menikah dengan seorang ustadz hafidz Qur'an yang menjadi idola para akhwat. Muhammad Rosikh Abdurrahman namanya. Rumaisha yang merupakan produk pendidikan umum dan tak pernah mengenyam sama sekali pendidikan pesantren, bagaikan mengalami "shock culture". Bahkan banyak pula yang menganggap bahwa pernikahan mereka tak sekufu. Lali bagaimanakah kehidupan rumah tangga Rumaisha dengan ustadz Rosikh? Lalu bagaimana pula ketika Rumaisha harus menghadapi kenyataan bahwa atasannya, Aditya Mandala Putra yang seorang 'don juan', ternyata menaruh hati padanya? Silakan baca bagaimana seluk beluk romantika Rumaisha dan Rosikh serta perjalanan hijrah Rumaisha di novel "Pelangi tak Selalu Muncul Setelah Hujan".

Melati Putri Pertiwi · Urbano
Classificações insuficientes
23 Chs

BAB 8 Aku Harus Bagaimana

Beberapa saat kemudian, aku sudah kembali ke mejaku. Degup jantungku masih terasa. Masih terngiang-ngiang perdebatan antara mbak Ika dan mas Aditya di telingaku. Belum pernah aku melihat mereka berdua bersitegang seperti itu.

“Ada apa Rum? Habis meeting kok keliatannya bingung gitu,” sapa Tiara saat aku duduk di kursi.

“Aah.. nggak apa-apa kok, Ra. Cuma capek aja kali ya..” jawabku.

“Jangan lupa makan ya. Sebentar lagi istirahat siang. Kamu biasanya suka telat makan.” Tambah Tiara lagi.

“Iya, Ra.. makasih ya..” jawabku sambil membuka laptop.

Dalam beberapa menit, aku tenggelam dalam kesibukanku. Aku kembali melakukan revisi proyekku di sana sini. Mengejar deadline yang semakin sempit. Aku berusaha sekuat tenaga melupakan perdebatan sengit antara mbak Ika dengan mas Aditya. Walaupun usaha itu tak sepenuhnya berhasil. Teriakan mereka masih menggaung-gaung dalam kokleaku. Aku bagaikan pelanduk yang mati di tengah-tengah pertarungan dua gajah.

“Rumaisha..” tiba-tiba terdengar suara bass laki-laki di sebelahku. Aku terkejut. Langsung kutolehkan kepalaku ke arah sumber suara.

“Rumaisha.. sedang mengejar deadline ya?”

Ternyata pemilik suara itu adalah sang pria tampan, mas Aditya. Ya ampunnn.. apasih maunyaaa??? Bisa-bisanya dia mengejarku sampai ke meja!?

“Mas Aditya!?” seruku kaget, “Ada apa mas? Kok tiba-tiba ke meja Rum?” Tanyaku kebingungan.

“Tadi..waktu di rumah meeting, aku cuma mau tanya, bagaimana kado dariku? Apakah kau suka?” Tanyanya tanpa tedeng aling-aling.

“Oohh..eehh..heeem.. kado itu ya mas. Sebenarnya.. sebenarnya saya ingin mengembalikan kado itu. Saya tidak bisa menerima kado semahal itu..” jawabku.

“Lho..kenapa? Aku sudah susah payah memilihkan kado itu khusus untukmu. Kenapa? Kamu tidak suka ya?” Tanya mas Aditya lagi.

“Bukan mas.. bukan seperti itu.. tapi.. tapi.. suami saya tidak suka saya mendapatkan kado yang begitu bermakna dari seorang laki-laki. Oleh karena itu, saya ingin mengembalikan kado itu kepada mas Aditya.”

“Oohh..begitu yaa.. jadi setelah kamu menikah, memberimu kado pun tak boleh?”

“Mas.. tolonglah.. bagaimanapun juga.. saya sudah menikah dan mas bukanlah mahram saya..” aku berkata lirih. Hampir putus asa. Aku tak ingin kedatangan mas Aditya ke mejaku menimbulkan gosip yang tidak-tidak. Aku sudah cukup muak dengan segala pergunjingan orang tentang hubunganku dengan atasanku yang satu ini.

“Rumaisha..” desak mas Aditya. Aku mulai salah tingkah.

“Mas.. tolonglah.. yang sudah ya sudah.. yang sudah berlalu biarkanlah berlalu. Yang pasti saat ini Rum sudah menikah dan hati Rum hanya untuk suami Rum saja. Hanya untuk bang Rosikh!” Tegasku. Suaraku semakin kulirihkan dengan benar-benar lirih agak tak terdengar kawan-kawanku yang lain. Padahal aku tahu pasti bahwa semua yang ada dalam ruangan itu sedang memandangi kami. Memperhatikan setiap detail gerak-gerik kami.

“Ada apa ini!? Aditya.. kamu itu ya..benar-benar.. Kalau kamu seperti ini, bagaimana pandangan karyawan dan karyawati lainnya? Tolonglah hargai Rumaisha!” tiba-tiba mbak Ika muncul. Berdiri di sebelah mejaku. Tepat di samping mas Aditya. Dia sengaja berkata sambil memelankan suaranya. Dia juga berkata lirih agar tak terdengar karyawan yang lain. Tapi aku masih bisa menangkap guratan amarah dalam wajahnya.

Selama beberapa saat, suasana begitu hening. Aku merasakan tatapan kawan-kawanku semakin mengarah kepada kami bertiga. Aku menjadi tambah kikuk. Kutundukkan kepalaku dalam-dalam menahan perasaan malu. Duhhh.. kenapa ini semua terjadi padaku sih!? Gerutuku dalam hati.

“Mas..mbak.. bagaimana kalau bicaranya di luar saja. Sebentar lagi istirahat siang, bagaimana kalau kita bicara di kantin?” Kataku juga tak kalah pelan.

“Tidak usah.. tidak usah Rum.. aku hanya ingin tahu, kau suka kadoku tidak. Tapi..seperti biasa, Ika selalu mengganggu..” jawab mas Aditya.

“Apa maksudmu!?” Suara mbak Ika meninggi. Sepertinya dia sendiri tidak sadar dengan kontrol suaranya. Beberapa saat kemudian, dia langsung kembali memelankan suaranya, “Aditya..sudah, jangan kau buat masalah yang tidak-tidak. Kalau kau sudah selesai urusan dengan Rumaisha, tinggalkan dia. Dia sedang sibuk dengan revisi proyeknya.”

“Iya..iya.. tanpa kau suruh pun aku juga akan pergi.” Kata mas Aditya, lalu ia kembali bicara padaku, “Oh ya Rum.. untuk kado itu, jangan kau kembalikan. Kalau kau kembalikan, aku tak akan menerimanya.” Setelah berkata seperti itu, kemudian mas Aditya pergi berlalu.

Suasana ruangan kembali hening. Hanya terdengar beberapa kasak kusuk di belakangku. Mbak Ika lalu berkata, “Sudah Rum, jangan kau masukkan hati apapun yang dikatakan Aditya. Sekarang kau fokuslah pada pekerjaan dan rumah tanggamu.”

“Baik..terima kasih banyak mbak”

Jawabku. Aku masih salah tingkah dengan kondisi ini.

Akhirnya, mbak Ika pun pergi. Tak berapa lama setelah kedua atasanku itu meninggalkan ruangan, seperti biasa-dan sudah bisa kutebak sebelumnya-Vindy langsung heboh luar biasa.

“Cieeeeee.. Rumaishaaaaa.. ihirr..ihirrr.. mas Aditya kayaknya belum mau menyerah soal dirimu. Tuhhh..sampai dikejar ke mejamu...ciee..cieee”

“Vindy..mulai lagi deh kamu..udah, jangan ganggu Rum.. dia sedang sibuk. Nggak kayak kamu, kerjaannya nge-gosip aja.” Tukas Laura.

“Udahlah Vin.. aku lagi males ngeladeni kamu. Udahlah..aku mau istirahat aja. Mau makan siang, terus sholat. Terserah kamu mau goda aku seperti apa!!” Jawabku agak ketus. Memang, ini bukanlah waktu yang tepat bagi Vindy untuk menggodaku. Pikiranku sudah penat. Belum revisi proyek yang belum selesai, sudah ditambah dengan mas Aditya yang begitu agresif. Aku ingin menenangkan diriku dengan sholat dan makan siang.

……………

Hari itu selanjutnya berjalan dengan lancar. Seperti biasa, aku selesai kantor jam 17.00. Setelah itu, aku bersiap pulang. Aku sudah siap pulang dengan membawa tas kerja dan tas laptopku.

“Duluan dulu ya Rum..” kata Vindy, Laura, dan Tiara, “Kamu nggak pulang?” Tanya mereka.

“Tunggu sebentar. Aku mau membereskan berkas-berkas ini dulu. Kalian pulang saja duluan.”

“Oke..duluan ya kalau gitu.” Ketiga kawanku berlalu bersamaan.

Saat aku hendak pulang, kuperiksa sebentar ponselku. Untuk melihat, apakah ada pesan dari bang Rosikh. Ternyata memang ada. Satu notifikasi pesan WA bertengger di layar ponselku. Langsung cepat-cepat kubuka. Isi pesan itu adalah, “Dek..pulang jam berapa? Hati-hati ya. Pulang naik taksi saja. Jangan naik ojek. I love U.” Begitu isi pesan singkat dari bang Rosikh. Pesan itu dikirim pada pukul 16.30. Sudah setengah jam yang lalu.

Maa syaa Alloh.. hatiku langsung nyeeeesssssss… bagaikan disiram salju yang begitu sejuk. Langsung cepat-cepat kubalas pesan bang Rosikh, “Iya bang..ini Rum baru mau pulang. Iya bang, Rum akan pulang naik taksi kok.. I love U, too.” Langsung kupencet tombol send. Capek kerjaku yang sudah menumpuk dari tadi langsung lenyap entah kemana. Hilang sudah.

“Kok belum pulang?” Tiba-tiba terdengar suara bass seorang laki-laki.

Aku kaget, langsung aku menoleh. Ternyata mas Aditya lagi!

“Mas..mass.. Aditya.. ada apa mas?” Tanyaku tergagap. Masih terasa keterkejutanku karena kehadirannya yang tiba-tiba.

“Tidak apa-apa. Aku melihat kamu sendirian di ruangan yang kosong ini. Semuanya sudah pulang, kenapa kamu belum?” Tanyanya.

Hatiku langsung berdegup kencang. Sangat kencang. Aku bagaikan kelinci yang hampir diterkam harimau. Kurasakan sekujur tubuhku menjadi kaku. Suasana hening nan sepi ini, dimana hanya ada aku berdua dengan mas Aditya, membuat degup jantungku semakin menjadi-jadi. Seperti biasa, mas Aditya tetap nampak ber-kharisma. Waktu seolah-olah tak mampu memudarkan kharismanya. Walaupun hari telah sore, alih-alih membuatnya kucel, malah semakin menambah ketampanannya berlipat-lipat ganda.

“Astagfirullohaladzim..” aku berkata lirih sambil menundukkan kepala. Hampir saja aku terhanyut pada ketampanan pria 32 tahun itu.

“Kenapa Rumaisha? Dari tadi aku menunggu suasana ini. Dimana hanya ada aku berdua saja denganmu. Aku hanya ingin berbicara empat mata denganmu.”

“Maaf mas.. saya harus pulang. Suami saya sudah menunggu di rumah.” Aku langsung ngeloyor pergi meninggalkan mas Aditya.

Tapi tanpa kusadari, mas Aditya sudah memegang lenganku, “Tunggu Rumaisha!! Kenapa selalu seperti ini? Kenapa kau selalu menghindariku!?” Tanya mas Aditya sambil tetap memegang lenganku.

“Mas..” air mataku mulai menggenang di pelupuk mata, “ Mau..mau..mau sampai kapan..?”

Aku tak dapat menahan air mataku.

“Lepaskan tanganku mas..” rontaku. Aku berusaha menarik tanganku sekuat tenaga.

“Tidak..sekali aku menangkap buruan, aku berjanji tak akan melepaskannya!!” Seru mas Aditya.

“Jadiii..jadiii aku hanya dianggap sebagai hewan buruan saja!? Jadi selama ini aku hanya sebatas ‘buruan’!? Seperti itu hah!??” Aku berteriak. Aku mulai tak dapat mengendalikan emosiku.

“Bukan..bukan seperti itu maksudku, Rum” balas mas Aditya.

“Mas..semua sudah terlambat!! Sudah sangat terlambat!! Apapun yang mas katakan sekarang.. apapun yang mas jelaskan sekarang, semuanya sudah terlambat. Sekarang saya sudah jadi istri orang!! Mas harus menerima fakta itu, mau ataupun tidak mau!!”

“Rum.. jadi sampai sini sajakah semuanya? Semua yang kita perjuangkan…!?”

“Mass!!!? Mass tidak memperjuangkan apapun!!! Mas sama sekali tidak berjuang!! Mas hanya seorang ‘don juan‘ pengecut!! Sekarang lepaskan aku mas.. lepaskan akuu!!” Aku langsung meronta-ronta melepaskan tanganku dari cengkeramannya. Setelah mampu kulepaskan genggaman tangannya, aku langsung lari sekuat tenaga yang aku bisa.

“Rumaisha.. aku mencintamu!!!!” Terdengar teriakan mas Aditya di sela-sela lorong yang hening. Aku masih mendengar teriakan mas Aditya di belakang sana. Namun aku tak peduli lagi. Aku menangis.. menangis.. dan terus menangis.. hatiku terasa sangat perih. Pedih. Pilu.

Seandainya mas Aditya mengatakan hal itu 5 bulan yang lalu, sebelum aku berkenalan dengan bang Rosikh, tentu hasilnya akan berbeda.

Tapi.. kini aku telah menjadi istri seorang laki-laki yang sangat shalih. Laki-laki yang aku sudah berjanji mengabdikan seluruh hidupku kepadanya. Laki-laki yang In syaa Alloh menjadi pelabuhan hidupku yang terakhir.

Aku langsung memesan taksi online. Setelah taksi itu tiba, langsung kuhempaskan tubuhku di kursi belakangnya. Aku masih tak mampu menahan air mataku.

Kenapa.. kenapa ini semua terjadi? Di saat aku akan membuka lembaran baru, kenapa ia memaksa kembali masuk ke dalam hati ini? Hati yang sudah kukunci rapat untuknya!! Hati yang hanya kubuka untuk bang Rosikh semata!? Hati yang sudah tak mungkin dimasuki oleh laki-laki lain selain bang Rosikh!! Kenapa dia begitu memaksa!? Kenapa dia begitu nekat!? Luka di hati ini masih belum sembuh!! Apakah ia ingin menambah luka di hati ini!! Apakah seperti itu keinginannya!!

Di dalam taksi, hatiku terus berkecamuk tak karuan. Seluruh perasaan membuncah, campur aduk menjadi satu. Dan..aku pun hanya sanggup menangis.