webnovel

Satu Lawan Banyak

"Huuft!" Lin Wei menghela dan mengembuskan napas lelah sejenak, kemudian matanya lekas bersiaga lagi.

"Keluar kalian!" seru Lin Wei, dengan kuda-kuda pertahanan. Suaranya agak memantul. Sedikit rambutnya tergerai menutupi mata kiri, saat sebelumnya terlepas dari simpul sanggulnya. "Jangan jadi pengecut. Hadapi aku sebagai pendekar!"

Beberapa saat memang masih belum ada tanda-tanda si penyerang. Lin Wei yang berada di kaki bukit batu, menjalankan tatapannya ke seluruh area sekitar dan tidak melihat tanda-tanda kehidupan.

Namun, Lin Wei sempat teringat pada pil yang dibuat tabib Tuo Yen. Pil itu dapat meningkatkan kepekaan insting spiritual seseorang hingga dapat merasakan aliran kekuatan batin makhluk hidup di sekitar. Karena hal itu, Lin Wei langsung mengambil sebuah kotak hitam kecil di saku celananya yang berisi beberapa pil. Lalu, Lin Wei menelan satu.

Benar saja, aura cahaya biru Lin Wei yang semula hanya menutup tipis tubuhnya, lekas menebal. Kekuatannya meningkat beberapa persen setelah tadi terkuras banyak. Mulai dari sini, Lin Wei telah bisa merasakan aura batin makhluk hidup di sekitar, termasuk milik si penyerang tadi.

Merasakan aura milik si penyerang. Lin Wei benar-benar sangat terkejut karena bukan hanya satu, dua, bahkan sepuluh orang. Kali ini sepertinya dia akan menghadapi satu pasukan musuh. Tampaknya bukit batu ini adalah sarangnya musuh.

Lin Wei pun lekas memejamkan mata, meyakinkan dirinya bahwa di pertarungan ini dia akan menang. Lalu dia menghela napas untuk ancang-ancang berseru kembali.

"Keluar! Aku tahu kalian di mana. Sebelum pedang di punggungku ini kuhunuskan. Lebih baik kalian menampakkan diri kalian!" tandas Lin Wei dengan suara memantul. Beberapa batu kecil terdengar menggelinding di atas badan tebing yang permukaannya miring, saking kerasnya suara Lin Wei.

"Hahahaha!"

Sontak saja, sebuah tawa renyah terdengar menggema di kaki bukit batu. Mata Lin Wei lekas menoleh ke atas setelah mendapati ada sosok yang bergerak. Dengan pakaian serba hitam menutupi seluruh tubuh, kecuali mata. Mereka yang jumlahnya tidak sedikit, menampakkan diri mereka.

Selayaknya bunglon. Mereka mempunyai teknik berkamuflase untuk melengahkan lawan mereka tanpa harus berkontak fisik dengan lawan. Namun, saat ini mereka telah ketahuan oleh Lin Wei.

"Kau berani juga, anak muda," ujar pria yang barusan tertawa renyah. Tubuh jangkung nan kekar, merembeskan aura ketakutan pada siapa pun yang berhadapan dengannya.

"Siapa kalian? Di mana wanita yang kalian bawa tadi?" Lin Wei tanpa basa-basi lekas bertanya, sambil mendongakkan wajahnya ke atas.

Dia yang berada di kaki bukit batu, saat ini tengah dipantau oleh mungkin ratusan orang dengan pakaian serban hitam. Saking banyaknya pasukan berpakaian serba hitam itu, sampai-sampai memenuhi tiap jengkal permukaan tebing yang miring.

"Hm. Maksudmu, wanita ini?" ujar pria itu, yang merupakan pemimpin utama dari komplotan bandit tadi. Lantas setelah dia berucap, terlihat seseorang tengah mendorong si wanita dengan kondisi mulut dibekap dengan lilitan kain.

"Memangnya ada hubungan apa kau dengan wanita ini? Apakah dia pacarmu?"

"Untuk apa aku menjawab pertanyaan konyolmu itu. Yang jelas, orang yang ada di sebelahmu mencari masalah denganku. Dan aku, benci pada para bandit keparat seperti kalian!" Lin Wei dengan wajah berapi-api. Di sebelah pemimpin utama, terlihat pemimpin yang nyaris mati di tangan Lin Wei tadi.

"Haha. Beraninya kau menekan suara padaku," ucap pemimpin utama. Lalu dia menoleh pada orang yang memegang si wanita. "Jatuhkan dia!"

Lin Wei dengan spontan mendelik. "Hentikan! Berani kau melakukan hal itu, kubuat kau menyesal!"

"Ow. Jika begitu," dia menatap ke arah Lin Wei, "lakukan apa yang aku pintakan sekarang!" ucapnya ditujukan pada orang yang memegang si wanita.

Dengan ketinggian yang lumayan untuk menewaskan seseorang jika jatuh, si wanita itu didorong. Teriakan ketakutan terlontar dari mulut si wanita hingga membuat kumpulan burung-burung di rimbunan pohon beterbangan.

"Kurang ajar!" teriak Lin Wei. Tanpa menjeda, dia lekas menyerong posisi kuda-kudanya dan menekan pijakannya di tanah. Lantas setelah itu, Lin Wei melesat cepat untuk menangkap si wanita.

Pemimpin utama itu hanya tersenyum licik melihat aksi Lin Wei. Dia pun lekas mengangkat tangan kanannya dan lalu mengepal untuk mengisyaratkan sesuatu.

'Siuf siuf siuf'

Tangan kanan yang diangkat tadi berisyarat perintah menyerang. Dengan cepat anggota pasukan mengerti, sehingga mereka melesat untuk menyerang Lin Wei.

Mereka tidak akan membiarkan Lin Wei sampai menyentuh si wanita. Sebenarnya, pemimpin utama sudah mengukur barapa detik wanita itu sampai jatuh menghantam batu yang ada di kaki bukit. Tidak ingin Lin Wei menyentuh si wanita, pemimpin utama sudah menyiapkan seseorang untuk menyambar tubuh si wanita sebelum menyentuh batu.

Dengan kata lain, si wanita hanyalah umpan. Jika si wanita jatuh, otomatis fokus Lin Wei tertuju pada si wanita. Dan apabila pasukan badit melancarkan serangan, maka Lin Wei berkemungkinan lengah saat bertarung.

Sebuah taktik yang bagus, tetapi mereka terlalu meremehkan sang legenda dari Ludong.

Sambil melesat, Lin Wei lekas menghunuskan mata pedang yang lebarnya seukuran lengan pria dewasa yang ada di punggungnya.

'Syat syat syat'

Hanya beberapa kali ayunan pedang yang diiringi oleh lesatan cahaya biru kekuatan pedang. Puluhan orang yang hendak menyerang Lin Wei terpental-pental. Ibarat anai-anai selepas hujan, terbang dan bertabrakan tak karuan, lalu berjatuhan ke tanah.

"Kalian telah melampau!" tekan Lin Wei. Hasratnya untuk membantai lawan, mulai memuncak.

Dia tanpa ingin menjeda ayunan pedangnya yang membuat setengah pasukan habis dibantai. Menyaksikan hal itu, yang lainnya tampak ragu-ragu untuk mengambil serangan.

Karena tidak adanya kontak fisik dengan anggota pasukan itu lagi. Lin Wei dengan cepat mendekati si wanita.

Namun, suatu ketika Lin Wei mendekat dan hendak menangkap si wanita. Satu sosok secepat satu kedipan mata lekas menyambar si wanita, yang lantas membuat Lin Wei terkejut. Tambah terkejutnya lagi Lin Wei saat tiba-tiba dia menyadari kaki kanan seseorang tepat berada di depannya dan dengan cepat menghantam telak bagian perut hingga membuatnya terpental cukup jauh. Tubuhnya menghantam tanah berbatu dan beberapa kali terguling.

"Ssshh argh!" desis pekik Lin Wei. Dia mencoba bangun dan berdiri, walau beberapa koyakan di bagian bajunya menampakkan luka lecet yang terasa perih.

Lantas belum lama Lin Wei berdiri. Tiba-tiba insting Lin Wei merasakan kehadiran kekuatan yang cukup kuat, cepat mengarah pada dirinya.

Benar saja. Pemimpin utama tadi terlihat tepat di depannya, sambil melangsungkan serangan tendangan memutar di udara.

Lin Wei yang menyadari hal itu, melakukan gerakan reflek dengan beberapa kali bersalto ke belakang, lalu berpijak dengan kuda-kuda bersiap.

Si pemimpin ini sangatlah gigih, merupakan lawan yang tidak mudah untuk dihadapi. Tidak mengenai sasaran, dia dengan cepat melesat ke arah Lin Wei lagi untuk menyerang.

Lin Wei baru sempat menekan pijakan kakinya untuk kemudian melesat ke arah si pemimpin utama. Namun, si pemimpin utama satu langkah lebih cepat dari Lin Wei. Akibatnya, satu serangan tinju telak mengenai perut Lin Wei.

"Aaarggh!" pekik Lin Wei dengan napas tertekan. Seiring tinju itu menyentuh perut Lin Wei, terlihat hempasan angin bergerak berlawanan dengan tubuh Lin Wei yang terpental.

'bruk brak bruk brak'

Untuk yang kedua kalinya tubuh Lin Wei menyapu tanah berbatu karang dan membuat kain yang menutupi setengah wajahnya terlepas.

Si pemimpin pun lantas tersenyum tidak menyangka setelah melihat wajah Lin Wei dengan jelas.

"Ow," ucapnya, dengan kedua keningnya terangkat. "Hahaha. Aku baru tahu, ternyata orang yang sedang aku hadapi sekarang adalah kau. Fang Wei, si Pedang Dewa dari Ludong."

"Aku sudah mendengar tentangmu. Apa karena kau berada di luar Ludong sehingga kekuatanmu hanya sebatas ini? Aku pikir, aku yang terlalu kuat sehingga menampakkan perbedaan kekuatan di antara kita. Tenyata ... cih!"