webnovel

Menghajar para Bandit

"Liwa. Bisakah kau membantuku sebentar," ujar Lin Wei, sambil menepuk lembut leher kuda yang tengah ditungganginya. Itu adalah kuda khusus Lin Wei yang diberikan oleh Yuan Lao ketika Lin Wei dinobatkan sebagai Pedang Dewa dari Ludong.

'Mhhbeerrr'

Kuda bernama Liwa itu kemudian merespons. Dia kuda pintar yang sangat patuh pada tuannya.

"Anak baik. Anak baik," ucap Lin Wei berbisik.

Lantas setelahnya, Lin Wei menegakkan punggungnya. Dia menggenggam tali kemudi itu agak erat, lalu memejamkan mata. Dalam pejamannya, dia mencoba menggunakan indra spiritual untuk merasakan aura spiritual yang ada di sekitar situ. Benar saja, terdapat lima belas aura yang tampaknya mengancam.

"Liwa. Bersiaplah. Kita akan menghadapi pertarungan setelah ini," ujar Lin Wei lugas.

Liwa pun lekas mengangkat kaki depannya secara bergantian, kiri dan kanan. Seolah dia memberi isyarat kepada Lin Wei bahwa dia telah siap.

'Siuf siuf'

"Sekarang!" seru Lin Wei, saat sebelum itu indra pendengarannya mendapati lesatan benda tajam yang mendekat ke arahnya.

Lantas seiring itu, Lin Wei menarik tali kemudi yang kemudian lekas membuat Liwa mengangkat tinggi-tinggi dua kaki depannya.

'Jleb jleb'

Ketika Liwa mengangkat dua kaki depannya. Dua pisau berukuran sekitar tiga puluh sentimeter tertancap tepat di pijakan Liwa.

"Bersiaplah!" seru Lin Wei kembali.

Saat itu juga, dengan cepat Lin Wei merembeskan aura cahaya biru dari tubuhnya dan kemudian cahaya aura tersebut juga membaluti tubuh Liwa.

Dua kaki depan Liwa yang sejenak terangkat, kemudian lekas berpijak di tanah dan menginjak dua pisau yang tertancap. Menakjubkannya, pisau tersebut hancur berkeping-keping setelah diinjak Liwa.

[Teknik Aliran Ganda. Teknik ini digunakan oleh kebanyakan pendekar berilmu cukup tinggi, untuk mengalirkan kekuatan mental yang ada dalam tubuhnya pada objek hidup yang disentuh. Penggunaan teknik ini membutuhkan kekuatan mental yang cukup besar sebab kekuatan akan terurai luas setelah dialirkan. Dengan kata lain, saat ini Liwa sedang dipinjami kekuatan oleh Lin Wei.]

Beralih pada pertarungan. Ketika dua kaki Liwa menginjak pisau hingga hancur berkeping-keping. Batu-batu yang ukurannya satu kepal tangan bayi sontak terpental ke atas sebab tekanan pijakan Liwa yang keras.

"Bertahanlah!" pinta Lin Wei dengan nada cepat.

Telapak tangan yang beberapa saat tadi telah menempel pada punggung Liwa, lekas digunakan Lin Wei sebagai pendorong tubuh. Seiring Lin Wei menekan telapak tangannya, tubuh Lin Wei dengan ringan melayang di udara dan memperagakan teknik putaran tubuh tornado, sambil dua kakinya menyambar batu-batu yang terpental ke atas tadi.

'Siuf bum bum bum'

Batu-batu yang disambar kaki Lin Wei dengan cepat melesat ke berbagai arah dan sontak membuat suara dentuman saking kuatnya tekanan serangan. Tak berselang lama, tubuh Lin Wei yang melayang lekas kembali duduk di punggung Liwa.

"Terima kasih," ucap Lin Wei, sambil menepuk lembut bagian leher Liwa. Liwa pun merespons.

"Keluar kalian! Katakan, apa yang kalian inginkan!" Lin Wei menyeru dengan tegas, sambil sorotan ekor matanya tampak siaga.

Sontak saja, sesuai permintaan Lin Wei. Para pemilik aura spiritual yang mengancam tadi mulai menampakkan perawakan mereka. Beberapa ada yang muncul dari dalam rimbunan pohon, ada juga yang melesat dari kumpulan batang bambu. Ketika mereka menampakkan dirinya, mereka lekas mengitari Lin Wei dan Liwa hingga keduanya terkepung.

"Para bandit. Apa yang kalian inginkan?" tanya Lin Wei.

"Diam kau! Kau telah mengganggu ketenangan kami!" tandas satu orang, yang merupakan ketua dari komplotan tersebut.

Perawakan mereka cukup kekar dengan ukuran badan yang agak besar. Tubuh mereka ditutupi oleh kain serba hitam, dengan pedang di genggaman kiri dan kanan. Seluruhnya tertutup, kecuali mata mereka yang membuat Lin Wei tidak bisa mengenali siapa saja di balik pakaian hitam itu.

"Mohon maaf. Mengganggu ketenangan kalian? Atas dasar apa? Aku di sini hanya numpang lewat. Aku bahkan tidak merusak," jawab Lin Wei.

"Ah sudahlah! Karena telah mengganggu kami. Serahkan barang-barangmu untuk ganti rugi!"

Lin Wei pun lekas memicing mata. "Ganti rugi? Aku tidak merugikan siapa pun di sini. Kenapa aku harus ganti rugi?"

"Ah! Banyak bacot!" Satu orang lekas menyela yang kemudian melesatkan satu pisau ke arah Lin Wei.

"Liwa!" celetuk Lin Wei.

Liwa lekas mengerti apa yang diisyaratkan Lin Wei. Liwa dengan penuh kekuatan mengentakkan kaki depannya ke tanah. Sontak seiring itu, batu berukuran kepalan tangan orang dewasa terpental ke atas dan dengan cepat kaki Liwa menyambar batu tersebut hingga melesat menghantam pisau tadi.

"Cih!" Pemimpin bandit dengan nada menekan. "Habisi dia!" serunya, yang kemudian empat belas bawahannya turut mengindahkan perintah.

Satu orang sempat melompat cukup tinggi, kemudian mengayunkan pedangnya pada Lin Wei yang posisinya di atas tunggangan kuda. Sayangnya, ayunan pedang yang memancarkan cahaya kekuatan berwarna merah itu berhasil dihindari oleh Lin Wei dengan dua kali gerakan salto ke belakang.

Setelah melompat, Lin Wei berhasil memijakkan kaki di tanah. Para bandit yang lain turut menyerang Lin Wei dengan cara memojokkan Lin Wei hingga benar-benar tidak dapat mengelak lagi.

Namun, para bandit itu terlalu meremehkan Lin Wei dan Liwa. Lin Wei mengambil bilah bambu yang sempat ditebas oleh pedang salah satu bandit saat pertarungan. Lantas bambu tersebut digunakan Lin Wei untuk meladeni serangan-serangan lawan.

Tidak ketinggalan oleh Liwa. Dia juga menyerang beberapa bandit untuk sekadar agar bandit tersebut tidak bertumpuk menyerang Lin Wei. Dia memanfaatkan batu yang ada di sekitar untuk dilesatkan pada lawan, agar lawan mengalihkan perhatian ke arahnya.

Ketika pertama kali serangan, batu yang ditendang dengan tekanan kekuatan yang cukup kuat, sempat membuat tewas satu dari mereka karena kebocoran tengkorak kepala. Namun, setelah sadar akan serangan, yang lainnya telah bisa menangkis serangan-serangan batu Liwa yang dilancarkan.

Sementara itu. Kembali pada Lin Wei. Mereka masih percaya diri akan kekuatan mereka. Sayangnya, saat itu Lin Wei bahkan hanya mengerahkan setengah kekuatan bertahannya untuk mempelajari gerakan-gerakan lawan. Sama sekali tidak menyerang.

Lekas setelah Lin Wei menguasai pola serangan lawan. Lin Wei mulai mengayunkan bilah bambu yang beberapa saat telah dibaluti oleh cahaya aura biru miliknya.

Hanya dengan dua kali ayunan, sontak menelan nyawa tiga dari bandit itu. Pemimpin para bandit yang sedari tadi hanya menjadi penonton pun langsung menyadari perbedaan kekuatan di arena pertarungan.

Memang, bilah bambu yang ada di genggaman Lin Wei tidak setajam pedang. Namun, sayatannya akan lebih menyiksa dibanding mata pedang. Terlebih lagi jika Lin Wei gunakan bilah tersebut untuk menyayat leher lawannya secara perlahan.

Tidak lama setelah itu. Satu per satu lawan tumbang dengan genangan darah. Lin Wei tanpa ampun memberantas mereka, sebab jika dibiarkan mereka akan menjadi parasit.

"Hentikan!" teriak pemimpin bandit.

Lin Wei dengan sorotan mata dingin kemudian menoleh ke arah suara. Dia baru saja menghambisi satu orang yang tersisa dari seluruh lawannya.

"Diam di situ! Atau tidak, mereka akan kubunuh!" tandasnya. Empat orang yang tidak ikut menyerang Lin Wei terlihat menemani pemimpin bandit untuk menekan Lin Wei.

Menyaksikan hal itu, Lin Wei pun lekas terkejut. Sejak kapan orang-orang itu ada di sini. Satu wanita bertekuk lutut, tengah ditempelkan mata belati di lehernya. Sedang di samping kiri dan kanan, tiga pria terlihat bernasib sama.

"Tolong kami! Tolong kami!" ucap wanita tersebut.