Tiga hari aku fokus dengan desainku. Ternyata jika fokus, lebih cepat selesai. Walaupun ada aja yang mengganggu atau menyita waktuku, seperti Ferdy, tetapi bisa kuatasi dengan baik. Walaupun sudah selesai, aku berencana menghubungi Ferdy dua hari lagi. Selesai ini aku mau berleha-leha dulu, bantuin mama dan melakukan hobbyku yang lain, mengurus tanaman.
Baru selesai aku meletakkan peralatan tempurku jika sedang mengerjakan desain, pesan Dita masuk ke ponselku.
Sandri, gimana desain Mas Ferdy, apa sudah selesai?
Dikit lagi Dit.
Ada klien lagi nih yang mau ketemu. Bisa atur waktu nggak Sand?
Wahhh.., semangatku jadi naik berlipat ganda. Klien baru lagi.
Bisa kok. Minggu depan?
Ok, hari Senin atau Selasa gitu?
Siap. Ntar aku info ya.
Ok Sand. See you.
Aku ke dapur dan membantu Mama menyiapkan makan siang. Sejak Papa pensiun, Papa lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Tetapi Papa masih bekerja sebagi Tenaga Ahli di sebuah perusahaan. Hanya part time saja, jadi jika dibutuhkan Papa akan datang ke kantor, selebihnya ia lebih banyak bekerja dari rumah.
Dua hari ini aku tidak mengunjungi Rannu, setelah kejadian hari Sabtu kemarin. Aku hanya bertanya kondisinya pada Kak Lia. Info dari Kak Lia, kondisi Rannu mulai stabil kembali. Syukurlah. Rencana besok pagi aku akan mengunjunginya.
Setelah makan siang, aku menghabiskan waktuku di halaman. Mengganti media dalam pot, membagi tanaman supplirku yang sudah penuh dalam pot menjadi beberapa bagian, mencabut daun-daun yang sudah menguning kemudian menyiramnya. Setelah selesai, aku duduk di gazebo sambil memandangi halaman yang telah aku bersihkan. Rasanya sangat damai melihat tanaman yang sudah rapi. Aku kemudian berbaring dan hampir saja tertidur karena hembusan angin yang sangat menyejukkan. Buru-buru aku masuk ke rumah. Hari ini cukup menyenangkan bagiku, tidak ada gangguan.
~*~
Jam sembilan pagi, aku sudah memesan ojek online ke tempat Rannu. Jalanan masih macet juga, padahal sudah lewat peak hour. Butuh waktu 45 menit aku tiba di depan rumah sakit. Sengaja aku tidak memberitahu Kak Lia jika hari ini aku akan menjenguk Rannu. Sesekali aku ingin memberikan kejutan. Aku juga membawa paper bag berisi makanan kesukaan Rannu. Aku bertemu suster jaga, ijin, kemudian menyusuri koridor menuju tempat Rannu. Di halaman aku melihat Rannu dengan hobby barunya, merajut. Sepertinya syal yang kemarin dibuatnya pada saat kami datang sudah hampir jadi. Aku pun memberanikan diri mendekatinya walaupun tetap waspada. Aku harus bisa seperti Ferdy.
"Pagi Rannu," sapaku dengan suara pelan, khawatir mengejutkannya.
Rannu menoleh dan aku melihat tatapannya yang normal, persis seperti dulu. Jika melihat kondisinya seperti ini, Rannu tidak sakit. Bibirnya kemudian tersenyum melihatku.
"Pagi Sandri."
Aku terbelalak mendengar sapaannya. Aku tidak salah dengar kan? Rannu menyebut namaku? Apa Rannu sudah sembuh? Hampir saja aku berteriak kegirangan kalau tidak sadar, aku lagi berada di rumah sakit jiwa. Khawatir, ada yang melihatku dan mengira aku termasuk salah pasien.
"Duduk Sand." Ini benar-benar mukjizat, ya Tuhan. Rasanya aku ingin bersujud mengucap syukur, melihat Rannu seperti ini. Aku pun duduk di sampingnya.
"Sandri apa kabar?" Aku sudah mau menangis. Rannu kami telah kembali.
"Baik kok. Kalau Rannu, gimana?" tanyaku sambil terus mengamatinya. Situasi ini seperti saat kami di Bandung dulu.
"Aku juga baik," jawabnya.
"Aku bawa makanan kesukaan Rannu nih," kataku sambil menyerahkan paper bag. Rannu mengambilnya dengan mata berbinar. Persis seperti anak kecil yang dibelikan mainan baru. Mungkin baru kali ini ada yang membawakan makanan favoritnya. Aku juga menyesal, kenapa tidak lebih awal memberinya sesuatu yang disukainya.
"Syal ini buat Sandri," ucap Rannu sambil memberikan syal yang sudah selesai kepadaku. Aku terharu, mataku sudah berair rasanya. Tetapi harus kutahan agar Rannu tidak bertanya atau khawatir. Aku langsung memakai syal yang diberikan Rannu. Melihat itu, Rannu tersenyum.
"Sandri, kapan aku bisa keluar dari tempat ini?"
Pertanyaan yang sulit aku jawab. Mungkin ia mulai bosan atau jenuh dengan rutinitas yang itu-itu saja setiap hari.
"Jika kondisi Rannu sudah baik, pasti Dokter ijinin Rannu keluar dari sini kok. Makanya Rannu harus rutin minum obat ya, biar cepat sembuh." Semoga ucapanku ini bisa menenangkannya.
"Iya, aku mau cepat sembuh Sand."
Ponselku seperti bergetar di dalam tasku tetapi aku membiarkannya. Rannu sudah sibuk menikmati makanan yang aku bawa. Kami pun melanjutkan obrolan sampai jam besuk harus berakhir. Saat aku pamit, wajahnya terlihat sedih. Tetapi aku berjanji padanya akan datang kembali menjenguknya.
Aku kembali menyusuri koridor ke area lobby.
"Lho, Sandri ada di sini?" Kak Ika terkejut melihatku sudah berada di lobby.
"Maaf Kak, Sandri nggak info kalau mau datang jenguk Rannu."
"Nggak apa kok. Cuman tumben aja kamu datang tanpa info sebelumnya. Gimana tadi, bisa ngobrol-ngobrol dengan Rannu?" tanya Kak Ika.
"Kami ngobrol sudah seperti waktu kami di Bandung dulu Kak. Kondisinya banyak perubahan. Seperti normal gitu deh Kak."
"Iya, sejak kunjungan kakaknya, setelah itu kondisi Rannu berubah lho Sand. Kami aja sampai bingung."
Berarti kunjungan Kak Arie dan Kak Lia sangat besar dampaknya bagi Rannu. Tetapi mungkin akan berubah lagi jika Rannu bertemu Kak Arie dan Kak Lia kembali.
"Mas Ferdy pernah datang lihat Rannu nggak Kak?" Aku baru ingat, tadi pun Rannu nggak pernah menanyakan Ferdy.
"Sejak bareng kamu dan kakaknya Rannu, dia belum ke sini lagi tuh Sand."
Bukannya Ferddy berjanji akan mengunjungi Rannu setiap hari? Atau aku yang lupa? Tetapi mana mungkin juga ia mengunjungi Rannu setiap hari, dia kan kerja.
Saat membuka ponsel aku melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Ferdy, tetapi aku membiarkan saja, tidak berniat untuk menelpon. Aku memesan ojek online dan pamitan dengan Kak Lia. Hari ini hatiku sangat bahagia. Melihat jam yang masih siang, aku putuskan jalan ke mall sebentar, cuci mata sambil mencari buku sketsa.
Perempuan jika ke mall, kadang ingin membeli apa tetapi yang dibeli malah berbeda. Itulah yang terjadi denganku. Tak sadar kakiku malah melangkah masuk ke tempat fashion, alih-alih ke toko buku. Tidak apa, sesekali memanjakan diri sendiri. Aku selama ini selalu mengatur keuanganku dengan super ketat agar tidak kebablasan dan megap-megap di akhir bulan, mengingat pendapatanku yang tidak rutin setiap bulannya.
Aku tertarik melihat beberapa blouse dengan warna cerah. Sepertinya sangat cocok buat Rannu. Tanganku kemudian mengambil dua blouse dan satu kaos seukuran Rannu. Rencana hari Jumat, setelah bertemu Ferdy, aku akan ke tempat Rannu. Setelah menyelesaikan transaksi, aku baru berpindah tempat ke toko buku.
Dari toko buku, aku akan memesan ojek online kembali ketika satu panggilan masuk ke ponselku. Nama Ferdy muncul di layar. Kugeser tombol hijau untuk menjawab panggilannya.
"Hallo Sandri," sapanya begitu aku mendekatkan ponsel ke telinga.
"Hallo Mas. Maaf ya, tadi nggak sempet angkat teleponnya." Maaf, aku terpaksa berbohong. Hari ini aku ingin bebas dari ganguan telepon dulu.
"Nggak apa. Kamu lagi di mana, kok ramai banget kedengarannya?"
"Lagi di luar Mas. Ada apa ya Mas?"
"Di mana?"
Waduuhhh, apa iya aku harus menyebutkan lokasinya? Sebentar….Aku baru sadar jika mall yang kudatangi ini adalah mall yang akan dijadikan booth Ferdy. Ehhh…??? Semoga saja Ferdy tidak berada di tempat ini juga.
"Lagi di toko buku," jawabku tanpa menyebut nama tempatnya. Aku mau pulang dan beristirahat.
"Di mall?" tanyanya lagi. Sepertinya ia tidak puas dengan jawabanku.
"Di mall mana? Tempatku ya?" cecarnya.
Tunggu…mall tempatnya tadi dia bilang? Apakah mall ini punya dia? Kenapa selama ini aku tidak pernah berpikiran ke sana?
"Nggak tahu nih Mas," jawabku asal. Bisa gawat jika ia menghampiriku dan mengajakku ngobrol. Bisa lama lagi aku di tempat ini. Aku hanya ingin menikmati hari-hariku. Juga berusaha menjaga hubungan yang seprofesional mungkin dengan klienku, termasuk Ferdy.
"Ok, kamu jangan ke mana-mana, tunggu saya di situ ya." Telepon diputus tanpa sempat aku mengiyakan permintaannya.
Apa ia tahu posisiku saat ini? Aku melihat sekitarku, hanya orang yang berlalu-lalang dari satu booth ke booth yang lain. Tidak lama muncullah orang yang aku kenal, berjalan dengan cepat menghampiriku, Ferdy!
*****