Dalam sekejap, seolah bom di medan perang, suara ledakan mengisi pikiran Yan Siyi. Dia menjadi kosong dalam sekejap. Tangan kecilnya yang memegang telepon mati rasa dan jari-jarinya sangat pucat, seperti wajah kecilnya yang pucat.
'...mendaftarkan pernikahannya denganku segera setelah perceraian…'
'...aku sudah memiliki anaknya di dalam perutku…'
'...simpanan yang dibayar olehnya…'
Yan Siyi harus mengakui bahwa setiap kata dalam perkataan Cheng Xinxue seolah-olah mengandung pisau tajam. Pisau itu terus-menerus menusuk di hatinya hingga darah mengalir.
"Siyi? Siyi? Apa kamu masih mendengarkan?" Di sisi lain, Cheng Xinxue memanggilnya lagi.
Yan Siyi tertegun sejenak dan berkata, "Kak Xue'er, ada hal lain yang harus aku lakukan, aku akan menutup telepon dulu."
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com