webnovel

Our Precious Joon

Tinggal bersama 3 ayah dengan berbagai kepribadian yang berbeda, inilah yang dialami remaja tampan berusia awal 15 tahun itu. Ia sudah bahagia sebenarnya, tapi ia merasa perlu juga mengetahui identitas dia sebenarnya. Perjalanan remaja agak slengean, Arjuna Raizaski alias Joon, mencari jati diri sebenarnya. Hingga suatu saat, ada yang mengatakan jika Joon bukanlah manusia seutuhnya. Itu membuat Joon semakin ingin mencari jati diri yang sesungguhnya. Benarkah ia bukan manusia biasa? *** "Haruskah aku membunuh putraku sendiri untuk memutuskan kutukan ikatan darah ini?" Lizen bermonolog. "Lakukanlah, Ayah! Jika ini memang takdir yang harus kita lalui." Joon menyahut dengan tersenyum. *** Visual dan spoiler dapat dilihat di IG: @mamathor_joon FB: Zanaka Sofia Maurya

Zanaka · Fantasia
Classificações insuficientes
320 Chs

Joon Tersadar

Kevin kembali mengusap lembut kening Joon.

"Baiklah, kalau kau bangun, uang sakumu menjadi dua ratus ribu perminggu, bagaimana?" tawar Kevin, masih berbisik di telinga Joon.

Pergerakan jemari Joon semakin terlihat signifikan.

"Tambahkan lagi, Kak!" seru Kenichi kegirangan melihat tanda-tanda keponakannya akan tersadar.

"Hnn, bagaimana kalau dua ratus lima puluh ribu seminggu?" ucap Kevin kembali.

"Kurang itu, Kak! Semakin banyak, semakin cepat juga Joon sadarnya," usul Kenichi yang entah ide dari mana itu.

"Tiga ratus ribu, bagaimana?" lirih Kevin.

"Tambahin!" sahut Kenichi.

"Empat ratus ribu perminggu deh," ucap Kevin kembali.

"Lagi! Lagi!" Kenichi berseru heboh.

"Lima ratus ribu rupiah. Udah terakhir ini," ujar Kevin kesal. Kenapa dari tadi Kenichi yang

lebih bersemangat? pikirnya.

"Jangan pelit-pelitlah, Bos Kevin! Tambahin lagi, ya? Ya?" saran Kenichi.

"Oi, lama-lama uang saku Joon lebih banyak dari gajimu, Kunyuk! Mau?" bentak Kevin pada Kenichi.

"Tak apa, Kak. Kan yang mengatur keuangan Joon itu aku, hehehe." Kenichi berucap santai.

Perlahan mata Joon terbuka.

"Ngg ...." lenguh Joon.

"Joon-chan! Kau sudah sadar, eum?"

Kevin mengecup kening Joon dengan penuh kasih sayang. Seolah mereka tak pernah bertemu selama beberapa bulan.

Kevin memang sangat menyayangi anak itu. Anak yang selalu mengingatkannya pada cinta pertamanya. Anak yang mengobati segala kegalauannya. Anak yang mewarnai hidupnya selama ini. Ia tak butuh seorang wanita di sisinya saat ini. Ia hanya ingin melihat Joon tumbuh dewasa. Setelah itu baru akan mencari pasangan setelah Joon dewasa.

Joon terlihat linglung. Ia masih tak menanggapi panggilan papanya. Ia melirik ke kanan dan ke kiri. Sesekali ia mencengkeram kepalanya. Ia masih merasa pening saat ini.

"Joon-chan, kau bisa melihat daddy?

Apa kau masih ingat daddy?" tanya Kenichi, menangkup kedua pipi Joon menghadapkan ke arahnya.

Joon hanya mengangguk.

"Ini di mana?" Joon memegang kepalanya. "Pusing ... lemas ... ingin tidur lagi ...."

Mata Joon kembali tertutup rapat.

Tangannya kembali terkulai.

"Joon-chan!" pekik Kevin dan Kenichi bersamaan.

Mereka sungguh panik saat ini. Kenichi terus mengguncang pelan bahu Joon.

Kevin memencet tombol untuk memanggil dokter. Kenapa?

Kenapa Joon kembali tak sadarkan diri? Begitulah pikiran mereka.

"Joon-chan! Papa mohon jangan terus seperti ini lagi" ucap Kevin sembari menepuk pelan pipi Joon.

"Joon-chan! Daddy tak akan memaafkanmu jika kau meninggalkan daddy seperti ini. Joon-chan, sadarlah!" teriak Kenichi histeris.

"Berisik! Orang Joon hanya tidur kok."

Kevin dan Kenichi tersentak. Itu tadi seperti suara Joon mereka. Tapi kenapa mata Joon masih tertutup rapat? Apa jangan-jangan ...

"Kunyuk kampret!" teriak Kevin dan Kenichi sambil menjitak kening Joon.

"Oi, apa-apaan kalian ini? Sudah Joon bilang, Joon ngantuk, Pa." Suara Joon masih terdengar lemas. Ia melepas sendiri masker oksigennya.

"Daddy senang sih kau sudah sadar, Joon. Tapi kok kesal juga ya?"

Kenichi menguyel-uyel muka sok polos keponakannya.

Joon hanya tersenyum tanpa rasa berdosa.

Ceklek!

Pintu terbuka. Dokter beserta perawat masuk ke ruangan itu.

"Joon baru saja tersadar, Dok."

Kevin memberi jalan dokter untuk mendekat ke arah Joon.

"Baiklah, kami akan memeriksanya. Kalian silahkan keluar dulu!" ucap dokter.

"Papa, tunggu!" panggil Joon lirih.

Kevin menoleh sejenak.

"Ada apa, heum?" lirihnya.

"Yang lima ratus ribu itu sungguhan, 'kan?" ucap Joon, masih dengan suara seraknya.

"Hasshh, dasar bocah matre! Ini pasti ajaran dari daddy-mu, ya kan?"

Kevin mengacak-acak rambut Joon.

Joon hanya tersenyum. Senyuman yang angkuh namun manis, seperti anak kecil.

'Jangankan hanya uang segitu, Joon. Papa akan memberikan segalanya hanya untukmu. Untuk anak papa yang paling indah, seperti bunga lotus,' batin Kevin sambil mengusap rambut Joon.

***

2 hari kemudian ...

Seperti biasa, Joon ngotot ingin pulang walau ia baru tersadar dari koma dua hari lalu.

"Joon sungguhan sudah sehat, Pa." Joon berseru. Ia menghempaskan cengkraman Kevin dan Kenichi pada lengannya.

"Sehat apanya? lihat dirimu! Masih pucat seperti itu, Joon," ucap Kenichi sambil terus menahan lengan Joon agar tidak kabur.

"Hasshh, Joon malah tambah sakit kalau terus di sini, Pa," teriak Joon. Ia menyentak-nyentakkan tangannya yang dipegang kuat papa dan daddy-nya.

"Papa ikat lagi seperti kemarin, mau?"

Kevin mengambil tali yang sebelumnya ia gunakan mengikat kaki dan tangan Joon agar tidak kabur.

"Hasshh, kenapa kalian memperlakukanku seperti pasien rumah sakit jiwa, hah?" sungut Joon.

"Kau lebih tak dapat dikendalikan daripada pasien rumah sakit jiwa, Kunyuk!" bentak Kenichi sembari menarik Joon untuk kembali ke ranjangnya.

Joon terdiam seolah memikirkan sesuatu.

"Baiklah, aku tak akan ke mana-mana. Tapi, saat ini Joon mengantuk, papa dan daddy keluar saja dulu!" pinta Joon. Ia duduk tenang di ranjangnya saat ini.

"Awas kalau kau kabur lagi!" ancam Kevin dengan tatapan tajam.

Blam!

Pintu tertutup dengan keras.

"Memangnya Joon peduli, wlee!"

Joon bergumam

***

Kevin dan Kenichi memasuki ruang rawat Joon saat ini. Mereka melihat putra mereka masih tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya.

Mereka tersenyum dan mendekat ke arah ranjang.

"Joon-chan! Mau sampai kapan kau tidur seperti itu, huh?" ucap Kenichi.

"Bangunlah, Nak! Waktunya minum obat saat ini." Kevin menarik selimut yang menutupi sosok yang tidur di ranjang.

Tapi apa yang mereka lihat?

Yang tertidur di situ bukan Joon mereka. Itu adalah orang suruhan Kevin yang ia tugaskan untuk menjaga Joon.

Tapi, bagaimana bisa orang itu tidur di ranjang Joon? Lalu di mana Joon saat ini? Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi benak Kevin dan Kenichi.

Beberapa saat setelah itu, pria yang berada di ranjang terbangun. Ia terlihat kebingungan. Sesekali ia memegang tengkuknya dan meringis kesakitan.

"Apa yang terjadi sebenarnya, Hendro?" bentak Kevin pada pria botak yang berada di hadapannya.

"Ma-maafkan saya, Bos! Saya tak menyangka kekuatan anak Anda sehebat itu. Dia telah mengelabuhi saya dan memukul tengkuk saya dengan tangan kosong. Sebelum saya benar-benar pingsan, saya melihat bos muda keluar melewati jendela," adu pria yang berpenampilan seperti preman itu.

"Aku tahu Joon memang menguasai sedikit keterampilan bertarung, tapi kenapa bisa-bisanya kau kalah dengan bocah yang baru sadar dari koma, hah?" bentak Kenichi lebih lantang dari suara Kevin.

"Bodoh! Sekarang ajak semua anak buahmu untuk mencari ke mana pun sampai Joon ketemu!" perintah Kevin sedetik kemudian. Ia sangat murka saat ini.

Bisa-bisanya anak buahnya kalah dengan Joon, yang bahkan memiliki tangan lebih lembut dari kebanyakan perempuan.

Sedetik kemudian, pria itu keluar. Masih dengan memegangi tengkuknya.

"Bocah itu ... kenapa susah sekali diatur, hah? Begitu liar, hyperaktif. Huwaakh!" teriak Kenichi sambil mengacak kasar rambutnya.

Dibalik kekesalannya, sebenarnya ia menyesal karena tak menjaga keponakannya selama 24 jam.

"Seharusnya aku mengikatnya seperti kemarin. Aaakh! Papa tak akan memaafkanmu, Kunyuk!"

Kevin memukul ranjang kosong, frustasi.

Bersambung ....