Lewat kaca RS bisa kulihat potretku yang kurus, makin kumal, dan luka-lukaku menjadi kering. Parahnya terasa gatal karena memang menuju sembuh. Kadang gemas sekali ingin menggaruknya, aku kesal. Apalagi jika ada kulit mengelupas yang bernanah. Padahal harusnya aku senang karena perban di tubuh berkurang, tapi melihat kulit luarku rusak separah ini ... entah bagaimana pendapat Mike nantinya.
Apa Mike tidak masalah?
Saat video call saja aku sudah ketar-ketir.
Sebab pipiku sempat bengkak dan tampak asimetris di layar.
Kini di toilet RS bisa kulihat rahangku sedikit aneh. Ada luka sobeknya, dan memarnya masih walau plesternya dibuka. Gambaran orang kerasukan iblis dalam film horor pun lebih parah aku. Mataku berkaca-kaca. Bahkan air mata mendadak turun saat aku harusnya fokus kencing saja.
"Hei, Bung. Kau kenapa?" tanya pria di sebelahku.
"Ah, aku tidak apa-apa."
Betapa memalukannya diriku ini ....
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com