webnovel

9.

Hari ini Nightfall tutup satu jam lebih awal sesuai dengan permintaan pemiliknya untuk merayakan ulang tahun Dito. Bukan perayaan besar, hanya makan-makan yang di hadiri oleh karyawan dan si Bos. Siapa lagi kalau bukan Atthar Abimanyu, laki-laki yang memakai atasan kemeja putih itu sudah tidak serapi tadi pagi. Rambutnya acak-acakan, dua kancing atas kemejanya sudah di buka di tambah lagi dengan lengan kemeja yang di gulung asal sebatas siku. Anehnya, semakin berantakan penampilannya malah semakin terlihat sexy.

Alea menggeleng pelan, mengenyahkan pikiran-pikiran gilanya. Alea memilih mengalihkan pandangan kemana saja asal jangan ke depan, tempat di mana Atta duduk. Bisa gila lama-lama jika terus berhadapan dengan Atta.

Oji menepuk pundaknya pelan, "Kenapa?"

Alea mengernyit bingung, "Apanya yang kenapa?"

"Itu dari tadi lo geleng-geleng, gue pikir lo sakit kepala."

"Oh, nggak pa-apa kok." Ujarnya kembali memperhatikan Dito yang sedang menyampaikan ucapan terima kasih-nya kepada Atta yang telah menyiapkan acara ini serta beberapa undangan yang tiba-tiba di letakkan di atas meja.

"Jangan lupa datang." Ujarnya sambil mengulas senyum bahagia, terlihat jelas binar bahagia di mata laki-laki yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu.

Alea mengamati nama yang terukir di bagian depan undangan lalu memasang ekspresi kecewa yang di buat-buat, "Yah, jadi Aku beneran di tinggal nikah nih, Mas?"

Dito yang sudah paham hanya terkekeh geli, ada juga yang mendengus namun pada akhirnya ikut terkekeh. Berbeda dengan Atta yang menatap Alea tajam.

Meskipun begitu, Alea tetap melanjutkan aksinya berpura-pura kesal. "Kenapa sih, laki-laki tampan, mapan dan menawan itu cepet banget sold out-nya?"

"Emang lo nggak punya pacar, Lea?" tanya Reza dengan raut penasarannya.

"Nggak, kelamaan cinta dalam diam makanya nggak laku-laku." Nima tiba-tiba menyahut, mengundang tatapan penuh tanya dari semua orang. Termasuk Atta.

"Oh, cinta bertepuk sebelah tangan ya? Ciyeee..." Rani ikut menimpali, lalu di susul yang lainnya.

"Siapa sih, Lea?"

"Laki-laki goblok mana yang nyia-nyiain perempuan sebaik lo coba?"

Dan laki-laki goblok itu Bos kalian. Batin Alea

Alea gelagapan begitu semua mata tertuju padanya, menelan ludahnya susah payah lalu buru-buru menimpali dengan ekspresi setenang mungkin, "Iya ya, gue juga bingung. Sebenarnya gue tuh kurang apa sih?" Alea menggantung kalimatnya, semua mata memandangnya intens. "Kenapa G-dragon masih aja gak nganggap gue ada, padahal namanya selalu gue sebut di sepertiga malam." ujar Alea sendu.

Satu...

Dua..

Tiga...

"Bangsat!"

"Setan!"

"Sialan! Gue pikir beneran."

"Astagfirullah, Masih aja halu nih orang. Ran, pegangin. Pengen gue rukiya-hin nih anak."

Alea terbahak puas, berusaha mengacuhkan tatapan Atta yang sejak tadi tidak pernah lepas menatapnya dalam diam.

"Makanya kamu buruan cari pacar, biar nggak ngenes pas datang ke nikahan Aku. Lupain laki-laki yang nggak pernah nganggap kamu ada, kamu terlalu baik untuk di sia-siain." Meskipun kata-kata Dito barusan terdengar seperti gurauan, namun ada seseorang yang diam-diam merasa tertohok hatinya.

Dan yang paling penting, ada satu pertanyaan yang tiba-tiba terlintas di otak Alea.

Sejak kapan Dito tau?

Niatnya untuk belanja bulanan terpaksa dia urungkan ketika melihat seseorang yang dia kenal tengah berdiri tidak jauh dari posisinya. Perempuan itu berdiri tepat di deretan jus kemasan, sedang menimbang antara rasa jambu biji atau rasa strawberry yang akan di belinya.

Akan lebih baik jika Atta mengabaikannya dan meneruskan niat awal untuk mengisi kulkasnya, tapi melihat cara berpakaian perempuan itu---dan tatapan kaum adam di sekitarnya yang sejak tadi memperhatikan kaki jenjangnya dengan tatapan lapar, sontak Atta melepas jaket jeans-nya dan bergegas menghampiri perempuan yang masih sibuk memilih rasa jus tanpa peduli keadaan sekitar.

Alea memekik tertahan begitu sepasang tangan itu melingkarkan jaket jeans di pinggangnya, meskipun setengah wajahnya terhalang oleh topi, Alea masih bisa mengenali sosok itu. Dengan jarak sedekat ini, Alea bisa menghirup aroma parfum Atta yang sudah sejak lama di sukainya. Tidak ingin terlalu terbuai dengan perlakuan manis Atta, Alea berusaha menenangkan degub jantungnya yang menggila.

"Ngapain sih?" Alea menatap Atta dan jaket yang sudah melingkar di pinggangnya secara bergantian, lalu dengan gerakan kaku dia memasukan dua jus dengan varian rasa berbeda ke dalam troly. Berusaha terlihat cuek dengan pikiran yang mendadak kosong, daftar belanja yang sejak tadi tercatat di otaknya kini hilang entah kemana setelah laki-laki perusak mood itu tiba-tiba datang dan bersikap manis padahal baru sembilan hari yang lalu dia membangun tembok cina di antara mereka.

Apasih maunya? Batin Alea.

Atta tidak kunjung menjawab, laki-laki itu tampak santai dengan kaos putih, celana pendek selutut dan topi baseball berwarna navy yang senada dengan celananya. Satu tangannya dia masukan ke saku celana, menatap Alea dari atas sampai bawah.

"Lo nggak punya celana?"

"Hah?" Alea melongo, mengikuti arah pandang Atta yang sedang menatap tubuh bagian bawahnya. Dan seakan mengerti, Alea langsung berdecak malas dan mengangkat ujung kemejanya hanya untuk menunjukan keberadaan celana gemes-nya.

"See? Aku pakai celana dan nggak butuh jaket kam---"

"Jangan di lepas!" Perintahnya menghentikan gerakan tangan Alea.

"Tapi aku---"

"Kalau sampai lo lepas, gue gendong lo sekarang juga ke mobil." titahnya tegas.

Alea mengernyit tidak suka, kerutan di dahinya semakin dalam. Kini Alea sepenuhnya mengabaikan belanjaan di troly-nya, kedua tangannya terlipat di dada. Tatapannya dingin seakan menantang Atta, "Sebaiknya kita perjelas ini... tujuan kamu pakein aku jaket ini buat apa? Karena kamu pikir aku nggak pakai celana kan?"

Atta memilih diam, tatapannya dalam mencoba mencari sesuatu dari mata itu.

Alea tersenyum miris, "One example of a good man's attitude." Alea melepas jaket jeans di pinggangnya lalu kembali menatap Atta. "Terimakasih atas niat baiknya, tapi kamu---Aakh!" Alea memekik kaget begitu tubuhnya sudah berada dalam kendali laki-laki itu. Atta benar-benar merealisasikan keinginannya, dengan memanggul Alea di pundaknya.

"Atta, turunin!"

"Turunin, kamu nggak malu apa di liatin orang-orang? Ya ampun---Atta!"

Jangan tanyakan bagaimana reaksi orang-orang yang melihat mereka, ketika ada yang hendak membuka suara Atta sudah lebih dulu membungkam mereka dengan sebuah kalimat yang ternyata berdampak besar bagi seluruh organ tubuh Alea.

"Maaf ya, isteri saya kalau lagi ngambek emang susah di atur."

Sialan! Alea merutuki dirinya sendiri karena terlalu gampang melayang hanya karena sebuah kalimat. Apa katanya, isteri? ngelamar aja nggak pernah, sejak kapan Alea jadi isterinya?

Dengan santainya laki-laki itu terus berjalan ke arah parkiran mengabaikan tatapan orang-orang yang menatap Alea dengan ekspresi yang berbeda-beda. Tolong ingatkan Alea untuk berhenti menginjakkan kakinya di supermarket ini lagi.