webnovel

Oh My Gay

Menjadi teman tanpa menikah bukan sebuah impian Earth dan Sky. Namun keinginan keduanya untuk bersama, harus dikubur kareana adanya pertentangan dari ayah Earth. Jika itu cinta, tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Earth kembali dipertemukan dengan Sky, disaat ia telah bersama seorang wanita bernama Moon. Namun kakak Sky —Cloud- yang masih menyimpan benci kepada Earth dan keluarganya, ingin menghancurkan hubungan Earth dengan Moon. Apakah Earth dapat mempertahankan jati diri yang diminta oleh Ayahnya? Atau ia memilih untuk kembali bersama Sky dan menjadi teman tanpa menikah? . . . IG :@puspasariajeng

Ajengkelin · LGBT+
Classificações insuficientes
114 Chs

Bertemu

"Bagaimana? Sudah bertemu dengan Cloud?"

"Hm. Aku sudah mengatasinya. Aku memintanya untuk tidak mengganggumu lagi."

"Apa ia akan menurut pada ucapanmu?"

"Aku rasa iya. Meski tidak, aku tetap akan menjaga dan melindungimu, Moon. Kamu tidak perlu khawatir."

Sementara itu di rumah, Moon tengah menatap cermin pada meja riasnya, sembari melakukan panggilan dengan Earth. Rautnya terlihat begitu datar, sepertinya ada kecewa yang membuatnya seperti itu.

"Baiklah kalau begitu, Terima kasih atas bantuannya," ucap Moon. "Hati-hati di jalan."

Moon mengakhiri panggilannya dan kemudian meletakkan ponselnya di atas meja. Ia masih menatap dirinya di depan cermin. Tatapannya sangat sendu, menggambarkan suasanya hatinya saat ini.

"Bukan itu yang aku inginkan, Earth."

Cklek

Pintu kamar Moon dibuka oleh mama nya, yang kini tengah mengumbar senyumnya kepada anak tunggalnya tersebut. Wanita itu berjalan menghampiri Moon yang terlihat tengah melihat dirinya dalam cermin.

"Sepertinya tadi kamu hendak pergi?" tanya mama nya, memberikan usapan lembut pada kepala sang anak. "Bukankah Earth sudah menjemput?"

"Aku mengurungkannya, Ma. Earth datang bukan untuk menjemput. Ia hanya singgah saat melewati rumah kita," jawab Moon, tidak ingin membuat mama nya bertanya lebih lanjut.

"Bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Earth? Sudah ada perkembangan atau masih diam di tempat terdahulu?" Mimi tidak berhenti bertanya dan malah mengajukan pertanyaan yang lain.

"Ma—"

"Jangan melawan. Coba katakan pada Mama, apa yang kamu rasakan pada Earth saat ini," pinta Mamanya menyela ucapan Moon.

Moon mengerucutkan bibirnya, ia menunduk, sepertinya malu jika harus mengutarakan isi hatinya terhadap Earth saat ini.

"Tidak ingin bercerita? Kalau begitu, Mama keluar, ya."

"Ma, tunggu!" Moon menahan Mamanya dengan menarik pergelangan tangan sang mama begitu erat.

Mimi tersenyum pada anaknya, ia tidak jadi beranjak pergi.

"Cerita lah …."

Moon melipat kedua bibirnya, mencoba merangkai kata dengan baik, agar apa yang ia katakan tidak salah.

"Hmmm … Ma … bagaimana jika aku menginginkan Earth?" tanya Moon terdengar ragu.

"Bukankah itu bagus? Selama ini Earth sangat menginginkanmu, Moon," jawab sang Mama.

"Tapi … apakah Earth masih menginginkanku saat ini?"

"Seandainya saja dulu kamu tidak menjual mahal hatimu padanya. Mungkin kamu sudah menjadi kekasihnya sejak lama. Mama yakin, Earth pasti masih menyimpan perasaan itu untukmu. Kamu bicarakan saja pada Earth, ya …," tutur Mimi memberikan saran kepada Moon. "Hubungi Earth, ajak ia makan bersama kita besok malam."

Moon tersenyum, merasa ide yang diberikan mamanya memang paling baik. Ia mengangguk, dapat menerima saran tersebut dan segera meraih ponselnya, untuk mengirimkan pesan kepad Earth.

Moon

[Earth]

[Mama mengundangmu makan bersama besok malam]

[Aku tunggu kehadiranmu, ya ….]

***

Earth baru saja mendapat bus untuk menuju ke rumahnya. Ia duduk di kursi paling belakang, seorang diri. Earth mengambil earphone dan memasangkannya di telinga, kemudian menyetel lagu kesukaannya untuk menikmati perjalannya pulang ke rumah.

Ponselnya bergetar.

Ada pemberitahuan pesan dari Moon.

Moon

[Earth]

[Mama mengundangmu makan bersama besok malam]

[Aku tunggu kehadiranmu, ya ….]

Earth tersenyum, ia segera membalasnya karena tidak ingin membuat Moon menunggu terlalu lama untuk jawaban darinya.

Earth

[Ok]

[Apa ada titipan lainnya?]

Earth tersenyum, biasanya Moon selalu minta dibelikan camilan setiap kali mengundang Earth untuk makan malam di rumahnya.

Ting

Earth melihat kembali ponselnya, balasan pesan dari Moon.

Moon

[Boleh bawakan aku sesuatu yang romantis?]

"Romantis?" gumam Earth bertanya-tanya, tidak mengerti maksud dari sesuatu yang romantis.

***

Hari ini cuaca sangat mendukung bagi orang yang akan beraktivitas di luar rumah. Mentari terlihat cerah namun awan menutupinya, sehingga sinarnya tak begitu terik dan menyengat. Cloud keluar dari dalam mobilnya, dimana kini ia, mamanya dan juga Sky tengah berada di sebuah pusat perbelanjaan.

Cloud diam dan melipat tangannya di atas perut. Ia terlihat begitu tampan dengan kaos putih polos dengan kaca mata hitam yang dipakainya. Sky melirik dan kemudian menggelengkan kepalanya, melihat sang kakak yang masih saja seperti dulu.

"Mau sampai kapan kau akan memasang wajah angkuhmu seperti itu, Kak? Melihatmu kemarin pulang lebih awal, aku tidak yakin kencanmu berjalan lancar. Pasti—"

"Earth mu mengacaukannya," balas Cloud memotong ucapan Sky dengan memotongnya.

"Apa yang kau bicarakan?"

"Kau akan tahu segera, Sky."

Sky menggaruk kepala bagian belakangnya, ia bingung dengan apa yang dimaksud oleh kakaknya.

"Aku hanya ingin memberitahu, sepertinya Earth baik-baik saja tanpamu. Jadi … saran dariku adalah—"

"Cloud, Sky, mau sampai kapan kalian hanya berdiri di sana? Ayo segera masuk dan bantu Sky memilih perlengkapan kuliahnya," ujar mama mereka –Tharn-, yang sejak tadi mendengar dan menunggu pembicaraan kedua anaknya yang tak kunjung usai.

"Ma, sepertinya anak Mama masih terbayang—"

"Cloud …! Adikmu baru saja tiba dan kau tidak memberinya jeda untuk tidak memikirkan hal yang tidak perlu dipikirkan," balas Tharn, kesal dengan Cloud yang tak henti menggoda adiknya.

"Aku baik-baik saja, kok. Mari kita belanja," balas Sky, tidak ingin terlihat kalau dirinya terluka dengan ucapan Cloud yang menyebut nama 'Earth'.

Sementara itu Earth yang sedang berada di halaman belakang rumahnya …

"Duh! Mengapa telinga kananku berdengung, ya?" gerutunya, menekan-nekan telinga kanannya yang berdengung, mengganggu saja.

"Mungkin ada yang membicarakanmu," sahut Rang –ibunya-.

"Siapa yang membicarakanku selain Moon, Bu?"

"Mungkin saja Moon."

"Aku sedang melakukan panggilan video bersamanya," uja Earth menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan Moon yang sedang memakan semangkuk mie.

"H—hai, Bu," sapa Moon, sangat ramah pada ibu Earth.

"Hai, cantik sekali kekasih anakku …," balas Rang menyapa sekaligus memujinya.

"Bu, pergi sana!" bisik Earth mengusir ibunya. Ia juga memberikan isyarat agar ibunya tidak mengganggu ia dan Moon yang seolah sedang kencan online dengan panggilan video.

Rang tersenyum, masih saja mengggoda anaknya. Rang pamit undur diri kepad aMoon dan memberikan tepukan pada bahu Earth, sebagai tanda penyemangat untuk sang anak. Kemudian ia berlalu, masuk ke dalam rumahnya.

Earth dan Moon kembali saling menatap dalam layar ponsel mereka masing-masing. Seperti biasa, Moon terlihat malu dan tersipu setiap kali ditatap seperti itu oleh Earth. Sementara Earth kali ini terlihat berbeda dari biasanya. Ia yang selalu tersenyum sendiri dan memperlihatkan lesung pipinya, kini hanya diam dengan menatap Moon.

"Earth … apa kau baik-baik saja?" tanya Moon, merasa ada yang berbeda dari pria yang sudah bersamanya tanpa status hubungan yang jelas selama tiga tahun itu.

"Mengapa kau bertanya seperti itu? Aku baik-baik saja, Moon," jawab Earth dengan senyum yang memperlihatkan lesung pipi nya.

"A—aku … tidak sabar ingin bertemu denganmu malam ini," ujar Moon, ia terlihat seperti malu-malu.

"Hmmm, bagaimana kalau kita bertemu saja sekarang?"