Para pelayan, yang berbicara tentang pertarungan antara raja dan Ksatria Trish, membangunkan Anwen dari tidurnya. Anwen duduk sambil mendengarkan dengan baik, dan yang mengejutkannya, ternyata dia tidak salah dengar.
Dia bergegas dari tempat tidur dan berlari keluar, mengikuti pelayan yang berlari di depan. Setelah beberapa saat, Anwen akhirnya tiba di pintu belakang kastil. Di setiap pintu, para pelayan dan penjaga mengintip ke halaman belakang.
Anwen mendekati salah satu pintu dan orang-orang yang berkumpul di sana segera memberi jalan bagi sang putri. Nafas Anwen tercekat dan matanya terbelalak saat melihat kakaknya dan Trish berduel, sedangkan tidak jauh dari mereka berdiri Odette dengan kepala berdarah.
Anwen berlari kencang mengejar tubuh Odette yang tampak akan jatuh.
"HEI! KENAPA KAU HANYA BERDIRI DI SANA! AYO BANTU AKU ANGKAT DIA!" Anwen berteriak kepada para prajurit dan pelayan yang hanya menonton.
Odette digendong oleh dua pelayan dan Anwen segera mengikutinya. Namun Rion yang tadi bertarung dengan Trish tiba-tiba melemparkan pedangnya ke arah Anwen.
"PUTRI!" Trish berteriak panik. Odette yang masih sadar terkejut, dan mencoba membuka matanya yang berat sementara semua orang terbelalak.
Mendengar teriakan Trish, Anwen langsung berbalik dan hanya bisa membeku saat bilah pedang Rion menebas beberapa inci di samping lehernya.
Setelah serangan yang gagal itu, Rion hendak menerjang Anwen dengan niat membunuh. Untungnya, Trish dengan cepat menggagalkan usahanya dengan menebas ke arah kaki Rion.
"PUTRI, PERGI DARI SINI!" Trish berteriak tapi Anwen tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri. Matanya kosong. Ia shock dengan apa yang baru saja terjadi. Kakak laki-laki yang sangat dia cintai dan rindukan ingin membunuhnya.
Wajah gadis muda itu pucat pasi dan tubuhnya gemetar.
"PUTRI, PERGI DARI SINI!" Trish berteriak sambil terus menghadang Rion, dan kali ini teriakan itu membuat Anwen terbangun dari lamunannya. Tapi, saat dia hendak pergi, Rion melemparkan Trish ke dinding.
"TRISH!" Anwen berteriak panik. Semua orang terkejut dan dua pelayan yang mendukung Odette membeku di tempat mereka. Trish jatuh berlutut, dia merasakan sakit di punggungnya tetapi tidak ada waktu untuk mengeluh, dia harus segera bangun.
"TRISHY, HATI-HATI!"
Trish terkejut mendengar teriakan Anwen. Sedetik kemudian dia melihat pedang terangkat di udara dan siap menebasnya. Untungnya, Trish memiliki refleks yang bagus. Dia segera membanting tubuhnya ke samping dan bergegas berdiri.
Mata Trish melebar saat dia melihat Rion melompat sambil melakukan tebasan yang ditujukan ke Anwen. Saat itu, Anwen hanya bisa diam dengan mata terbelalak dan….
SRET!
Darah menyembur keluar.
Angin bertiup, menggerakkan mawar-mawar di taman.
Suasana tiba-tiba menjadi sunyi.
Semua orang lupa bernapas dan menjadi patung untuk sementara waktu.
"Tri-Trishy?" Tubuh Anwen bergetar hebat ketika dia menemukan Trish tiba-tiba memeluknya dengan erat, dan ditebas oleh pedang Rion.
Bahu Trish mengeluarkan darah dengan deras sementara Rion menyeringai.
"Seperti biasa, kamu mengesankan, Anjing."
"Kakak ..." Anwen menatap Rion dengan mata gemetar. Seluruh tubuhnya dipenuhi keringat dingin dan jantungnya berdegup kencang seolah-olah akan keluar dari dadanya.
Apa yang terjadi pada kakaknya? Apakah pria yang berdiri di depannya sekarang adalah kakak laki-lakinya? Ini pasti mimpi! Kakaknya tidak mungkin ingin membunuhnya!
Anwen menolak untuk mempercayainya. Tapi…
"Ular dan sumber bencana sepertimu harus dibunuh," kata Rion menunjukkan senyum iblis.
Tidak! Anwen pasti salah dengar. Tanpa dia sadari, air mata sudah mengalir di pipinya. Kata-kata Rion sangat menyakitkan untuk didengar.
"Pergi dari sini, Putri," bisik Trish di telinga Anwen lalu berbalik menghadap Rion.
"Trishy ..." Anwen berbicara dengan lembut. Dia sangat khawatir melihat kondisi Trish.
"Pergi dari sini, Putri. SEKARANG!" Trish mengulangi kata-katanya, dan dia mengucapkan kata-kata terakhirnya dengan nada sedikit meninggi. Setelah itu dia juga meminta Anwen untuk memerintahkan semua orang masuk ke dalam kastil.
Pikiran Anwen benar-benar berkabut. Karena dia sangat takut melihat kakaknya, dia tidak bisa berpikir. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada kakaknya yang membuat Trish melawannya.
Dan kakaknya? Apakah kakaknya benar-benar membencinya dan ingin membunuhnya?
"Tapi Trishy, lukamu?"
"Jangan khawatirkan aku. Semuanya akan baik-baik saja, kembalilah ke dalam bersama yang lain," kata Trish. Matanya menatap tajam ke arah Rion yang berada di bawah kendali Lucifer.
Dari semua 'roh jahat' yang ada di tubuh raja, Lucifer adalah yang paling berbahaya karena dia tidak segan-segan melukai dan membunuh siapa pun. Meskipun raja telah memberikan wewenang kepada Trish untuk melakukan apa saja untuk menghentikannya ketika dia dikuasai oleh Lucifer, Trish tidak akan pernah ingin menyakiti raja.
"Hati-hati," kata Anwen, lalu pergi bersama Odette. Dia juga menyuruh semua orang masuk seperti yang dikatakan Trish.
Saat dalam perjalanan ke kastil, Odette berbalik dan melihat Rion. Matanya terlihat sedih. Rion tampaknya tidak menyadari apa yang dia lakukan saat ini. Bagaimana perasaannya ketika dia bangun dan mengetahui bahwa dia telah melukai Trish dan hampir membunuh Anwen?
Dia pasti merasa sangat bersalah.
Setelah semua orang pergi, Trish berdiri di hadapan Lucifer. Embusan angin mengacak-acak rambut panjang mereka.
Mereka saling melotot dan kemudian mulai berkelahi lagi. Serangan pertama dibuka oleh Lucifer yang mengayunkan pedangnya, namun Trish langsung merunduk dan menendang perut Lucifer, menyebabkan Lucifer terdorong mundur beberapa langkah.
Sebelum Lucifer menyerang lagi, Trish dengan cepat mengambil pedang yang dilempar Lucifer ke Anwen, dan mereka kembali berduel.
Sementara itu, Odette sedang dirawat oleh seorang tabib. Kepalanya telah diperban dan lukanya telah dirawat.
"Istirahatlah, Nona Ody," kata Anwen begitu tabib itu selesai merawat luka Odette.
"Kau juga, Anwen."
Anwen mengangguk sambil tersenyum tetapi matanya tampak sedih. Kejadian itu pasti mengejutkan Anwen. Ketika semua orang telah pergi, Odette memikirkan Rion. Dia ingat saat dia bangun di pagi hari di gua. Saat itu, Rion bertanya kepada Odette apakah dia telah menyakiti Odette malam sebelumnya.
Pria itu sangat takut bahwa dia akan menyakiti orang lain tanpa dia sadari. Dia menanyakan itu untuk memastikan bahwa dia tidak kambuh.
Odette memandang sedih ke langit-langit dan ingat Bee memeluknya erat-erat, lalu Rion menggonggong kepadanya di dasar lereng. Jika memang benar Rion memiliki gangguan identitas disosiatif, itu berarti ada total tiga kepribadian yang pernah dilihat Odette.
"Hidup seperti itu pasti sangat melelahkan. Benar kan, Rion…?" gumamnya lalu memejamkan matanya.
***
Matahari telah terbit namun cahayanya belum menggeser semua kegelapan yang ada. Semenjak kejadian semalam, seluruh penghuni kastil tidak ada yang bisa tidur dengan nyenyak. Mereka takut jika mereka tertidur mereka akan terbunuh, sehingga mereka memilih untuk terjaga hingga pagi.
Odette berjalan terhuyung sambil memegangi kepalanya yang masih dibalut dan terasa sakit. Dia mencari Anwen. Walaupun semalam kondisinya lemah tetapi dia mendengar dan melihat segalanya. Saat ini Anwen pasti merasa sangat sedih.
"Nona Odette, apa yang Anda lakukan? Jika Nona membutuhkan sesuatu beri tahu kami." Dua orang pelayan menghampiri Odette. Mereka menahan tubuh gadis itu.
Odette mengenali kedua pelayan itu mereka adalah pelayan Anwen.
"Di mana Anwen?" tanyanya.
"Kami tidak tahu. Tadi pagi-pagi sekali Tuan Putri meninggalkan kastil dengan kudanya," jelas salah satu dari mereka, kemudian yang lain menimpali, "Saat merasa sedih, Tuan Putri biasanya akan melampiaskan kesedihannya dengan berkuda. Semalam, untuk pertama kalinya aku melihat Tuan Putri menangis."
"Begitu …." Odette tahu kalau saat ini Anwen sangat sedih. Dia berharap gadis itu akan baik-baik saja.
Kedua pelayan Anwen mengantar Odette kembali menuju kamarnya untuk beristirahat. Ketika menyusuri koridor, Odette melihat keadaan kastil tetap seperti biasanya. Para penjaga dan pelayan tetap melakukan rutinitas mereka. Odette tidak mendengar ada yang dari mereka membicarakan soal kejadian semalam.
Setelah sampai di kamarnya, Odette bertanya kepada kedua pelayan itu tentang Rion. Sebelum menjawab, mereka berdua terlihat saling bertukar pandang.
"Ada apa?" Odette bertanya ketika melihat keraguan yang ada di wajah kedua pelayan itu.
Setelah beberapa detik terlihat berpikir, mereka memberi tahu agar Odette tidak mengungkit kejadian semalam.
"Berita tentang sang raja yang dirasuki oleh roh jahat, tidak boleh keluar dari kastil."
"Apa? Dirasuki roh jahat?" Odette menekuk alis tidak mengerti.
Pelayan A terlihat mengikuti lengan pelayan B karena pelayan B telah memberi tahu Odette tentang raja yang dirasuki oleh roh jahat. Padahal dia sudah tahu bahwa hal itu dilarang untuk dibahas.
Sesaat pelayan B, terdiam merenungkan apa yang baru saja dia katakan lalu tiba-tiba dia tertawa sambil menggaruk kepalanya. "Ahaha, aku yakin Nona Odette tidak akan mengatakan hal ini kepada siapa pun. Aku benar, kan, Nona Odette?"
Pelayan B duduk di dekat Odette dan mulai bercerita dengan suara berbisik-bisik, sementara Pelayan A hanya bisa menghembuskan napas lelah melihat tingkah laku temannya itu yang tidak pernah bisa tahan untuk membagi gosip yang diketahui kepada orang lain.
Pelayan A hanya berharap bahwa kebiasaan bergosip Pelayan B tidak akan membuat Pelayan B terkena hukuman potong lidah atau hukuman berat lainnya.
Pelayan B mulai memberi tahu Odette bahwa sejak kematian sang ratu, Raja Rion sering dirasuki oleh roh jahat. Orang-orang mengatakan bahwa hal itu adalah kutukan dari sang ratu yang mati dipenggal itu.
"Sebelum eksekusi, sang ratu melakukan puasa dan dia terus berdoa di dalam sel. Sang ratu pasti memohon agar raja menderita dan merasakan apa yang dia rasakan."
Odette terkejut mendengarkan perkataan pelayan B.
"Doa sang ratu terkabul. Raja hidup menderita dan ia sering melakukan kejahatan secara tidak sadar. Roh jahat itu pasti ingin orang-orang membenci sang raja seperti dulu orang-orang membenci sang ratu dikarenakan kesalahan yang tidak dia lakukan."
Odette terdiam selama lima detik.
"Apakah kalian atau orang-orang itu mendengar sang ratu mengutuk raja?" Odette merasa cerita Pelayan B terlalu mengada-ada.
Pelayan B menggeleng. "Itu hanya gosip yang bersumber dari istana, tetapi banyak orang yang meyakini bahwa gosip itu benar."
"Bagaimana menurutmu, Nona Odette?" tanya Pelayan A, dia terlihat penasaran dengan apa yang dipikirkan oleh Odette.
"Aku tidak percaya," jawa Odette dengan yakin karena dia memiliki pendapat yang berbeda.
"Kenapa begitu?" tanya Pelayan B.
"Karena tidak ada bukti."
"Aku setuju denganmu, Nona Odette." Pelayan A sepertinya memiliki pemikiran yang lebih terbuka dari pada pelayan B.
"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya, tetapi menurutku sang ratu tidak akan melakukan hal itu karena dia sangat mencintai raja dan juga dia adalah wanita yang bijaksana, dia pasti mengerti situasi saat itu," jelas Pelayan A.
Ia menambahkan, "Raja tidak menjatuhkan hukuman mati kepada ratu berdasarkan amarah semata tetapi berdasarkan bukti-bukti yang menyatakan bahwa sang ratu melakukan perselingkuhan dan bersekongkol untuk menjatuhkan raja."
Ia adalah pelayan yang melayani Ratu Rose di Istana Panthera. Namun, setelah Ratu Rose wafat,dia dan semua pelayan Ratu Rose dipindahtugaskan ke Green Castle. Raja memerintahkan kepada mereka untuk merawat makam sang ratu dan mawar-mawar yang ada di sekitar makam sang ratu beserta seluruh peninggalan sang ratu.
Green Castle sebenarnya lebih seperti museum peringatan bagi sang ratu.
"Hah. Benar juga sih." Pelayan B menghembuskan napas lelah lalu menyatakan keprihatinannya terhadap Ksatria Trish.
"Ksatria Trish?" Odette menekuk kedua alisnya. Merasa bingung karena Pelayan B tiba-tiba membahas Ksatria Trish.
"Dia menyukai Ksatria Trish," Pelayan A membungkuk dan berbisik di telinga Odette.
"Oh, Ksatria Trish, dia benar-benar ksatria sejati. Dia terluka tetapi dia selalu berkata kepada sang raja bahwa dia baik-baik saja." Pelayan B melihat ke arah langit-langit berucap dengan nada dramatis.
***