Di ruang yang gelap dan sangat tertutup, Rion sedang melakukan latihan fisik yang berat. Push up, pull up, sit up. Dia melakukannya terus menerus dan tidak memedulikan bahwa saat ini tubuhnya sudah sangat lelah.
Dia kesal dan frustrasi. Ketika dia mengetahui bahwa Lucifer kembali mengambil alih tubuhnya dan dia melukai Odette, Trish dan bahkan hampir membunuh Anwen.
Tubuhnya sudah bermandikan keringat. Hal itu membuat tubuhnya terlihat mengilap di dalam kegelapan.
Sambil melakukan push up dan ketika keringat di wajahnya menetes di lantai, dia mengingat Anwen.
"Maafkan kakak, Anwen," ucapnya lirih. Air matanya bergabung bersama keringat dan terjatuh membasahi lantai.
Sementara itu, di jalan setapak yang diapit oleh rerumputan dan pepohonan, Anwen sedang memacu Dan dengan sangat cepat menerobos udara dingin di pagi hari.
***
Beralih ke Kekaisaran Archadia.
Suasana duka meliputi istana. Orang-orang berkumpul dalam upacara pemakaman Ratu Isabella. Sang kaisar terlihat begitu terpukul melihat istri tercintanya dimakamkan dan semua orang yang ada di sana menatap dengan prihatin.
Sesaat setelah upacara pemakaman selesai, Kaisar Dario segera memasuki istana. Dengan hati yang hancur dia berjalan menuju kamar Ratu Isabella, di sana dia berduka dan mengenang setiap kebersamaannya dengan sang ratu dan juga ….
Dia berjalan mendekati salah satu dinding. Di dinding tersebut terpanjang lukisan Rose.
"Apakah sekarang kau bertemu dengan ibumu? Dia meninggalkanku untuk bertemu denganmu." Sang raja melepaskan lukisan itu dari dinding untuk melihatnya dari dekat namun dia sedikit terkejut ketika dia meraba-raba lukisan itu, kertasnya terlepas dari bingkai dan memperlihatkan lukisan lain di bawahnya.
Karena penasaran, Kaisar Dario pun melepas lukisan Rose dari bingkai dan kedua matanya terbuka lebar ketika melihat lukisan yang ada di bawah lukisan Rose adalah lukisan seorang wanita berambut cokelat dan bermata biru.
***
Odette menarik tangan Rion dan membawa pria itu berjalan menuju kamar Anwen. Dari luar jendela mereka bisa melihat Anwen yang sedang duduk meringkuk sambil menangis. Rion kaget melihat hal itu.
"Apa kau tahu apa yang telah kau lakukan?" Odette bertanya menuntut jawaban dengan cepat dari Rion tetapi Rion hanya diam. Dia tidak tahu.
"Kau menyebut Anwen anak ular dan kau berkata bahwa ia adalah pembawa bencana."
Seketika Rion terbelalak, dadanya mengencang dan dia lupa bernapas untuk beberapa detik.
"Aku …."
Sebelum Rion menyelesaikan ucapannya, tangannya kembali ditarik oleh Odette. Kali ini Odette membawa Rion ke kamar Trish dan Rion kembali dibuat terkejut.
Dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, Rion melihat Trish yang sedang mengoleskan obat ke luka di bahunya. Di tubuh Trish terdapat banyak sekali luka yang tersebar secara acak.
Dada Rion kembali mengencang ketika dia dengan cepat menyadari bahwa Trish terluka seperti itu karena dirinya.
"Trish terluka parah tetapi dia bilang bahwa dia baik-baik saja, itu karena dia tidak ingin kau merasa bersalah."
Odette memandang Rion dengan lekat, kedua mata pria itu terlihat berkaca-kaca lalu tanpa mengatakan apa pun, Rion meninggalkan tempat itu dan Odette mengikutinya.
Sekarang mereka berada di salah satu sisi taman belakang istana, menghadap ke arah bunga mawar yang terhampar.
Odette memandang punggung Rion yang membelakanginya. Dia tahu bahwa dia telah membuat Rion sedih tetapi dia ingin Rion mengerti bagaimana keadaannya mempengaruhi orang-orang di sekitarnya.
Odette ingin agar Rion mengerti bahwa penting untuk menjalani perawatan. Semua itu untuk kebaikan Rion sendiri dan orang-orang yang berada di sekitar Rion.
"Tinggalkan aku sendiri," kata Rion tanpa berbalik namun Odette tidak menurutinya.
"Rion aku bisa membantumu, biarkan aku membantumu," ucap Odette.
"Aku tidak butuh bantuanmu."
"Kau butuh! Apa kau tidak lelah menjalani hidup seperti ini? Apa kau tidak merasa bersalah saat kau tanpa sadar melukai orang-orang di sekitarmu? Aku mohon biarkan aku membantumu."
Rion tidak memberikan respons apa-apa, matanya memandang ke arah bunga mawar yang ada di hadapannya.
Odette melangkah dan berdiri di sebelah Rion. Dia memperhatikan sorot mata Rion saat melihat ke arah mawar-mawar di depan sana.
Odette mengingat cerita Anwen tentang Rion yang terpaksa menjatuhkan hukuman mati kepada Ratu Rose, lalu teringat dengan kata-kata Lucifer yang akan membunuh semua orang yang ingin menyakiti Rose. Dia merasa bahwa kepribadian Lucifer berkaitan dengan kematian sang ratu.
"Semua orang pernah melakukan kesalahan," ucap Odette.
"Tetapi tidak semua orang melakukan kesalahan fatal seperti yang aku lakukan," ucap Rion dengan kedua mata yang menatap hampa.
Hembusan angin menggoyangkan batang-batang mawar dan menerbangkan beberapa helai rambut mereka.
Rion mengangkat tangan dan menatap telapak tangannya sendiri. "Enam tahun yang lalu aku memenggal kepala Rose dengan tanganku sendiri. Ini adalah kutukan dari Rose."
"Apa kau mendengar Rose mengutukmu?" tanya Odette yang membuat Rion menoleh ke arahnya.
Odette melanjutkan ucapannya. "Bagaimana jika ternyata Rose tidak mengutukmu bukankah itu artinya kau menuduhnya?"
Napas Rion terhentak. Ucapan Odette seperti menampar sedikit bagian hatinya.
Dia … menuduh Rose lagi?
"Aku tidak mengenal Rose, tetapi kau mengenalnya. Apakah menurutmu Rose adalah orang yang suka mengutuk orang lain? Apakah menurutmu dia orang yang pendendam?"
Rion teringat ketika dia pergi menemui Rose di malam sebelum eksekusi.
'Apa sekarang kau menyesali perbuatanmu? Tidak apa-apa, aku memaafkanmu.'
Kata-kata Rose terngiang-ngiang di dalam benaknya.
"Tidak, dia wanita yang sangat pemaaf," jawabnya penuh kesedihan.
"Kalau begitu berhentilah berpikir bahwa Rose mengutukmu. Aku bisa memastikan kepadamu bahwa yang kau alami bukanlah sebuah kutukan," ucap Odette dengan yakin.
Gadis itu tersenyum hangat lalu menepuk pelan pipi Rion. Hal yang dia lakukan membuat Rion terkejut.
"Karena itu biarkan aku membantumu," ucapnya.
Untuk lima detik mereka terdiam dan saling mengunci pandangan sampai akhirnya, Rion menggenggam tangan Odette dengan keras sehingga Odette merasa kesakitan.
"Ahh…! Rion sakit, apa yang kau lakukan? Lepaskan!" Odette meringis kesakitan untungnya Rion dengan cepat melepaskan tangannya.
"Aku tidak suka kebohongan dan aku membenci pembohong," ucap Rion seraya memperhatikan Odette yang sedang mengibas-ngibaskan tangannya.
"Maksudmu?" Odette menekuk kedua alisnya.
"Kau tidak ingin membantuku, kau hanya ingin pulang," ucap Rion menatap sinis lalu berbalik untuk pergi namun sebelum langkah pertamanya terbentuk dia menoleh sedikit dan berkata. "Kau itu … sangat menyebalkan."
Odette terdiam. Dia memandang lurus ke arah punggung Rion yang terus menjauh. Dia memikirkan kata-kata Rion bahwa dia tidak ingin membantu Rion, dia hanya ingin pulang.
Apakah tanpa sadar Odette melakukan hal itu?
Odette memang ingin pulang tetapi keinginannya untuk membantu Rion itu bukan hanya karena dia ingin pulang, dia benar-benar ingin membantu pria itu.
***