webnovel

Hanya Teman

POV Author

"Mbak Lea pacaran sama Bintang?"

"Kok kamu tahu?"

Eleanor melebarkan kedua bola matanya ketika Ilham menodongkan pertanyaan begitu ia masuk ke dalam rumah yang sudah hampir jadi dibangun menjadi tempat usaha bakso cabang kedua milik keluarga Ilham.

"Aku lihat Mbak Lea dibonceng sama Mas Bintang. Untung aku di dalem nggak di luar. Mana sweet lagi, anak kecil juga udah bisa nilai Mbak kalau kalian mesra gitu pacaran." Ilham berkata sambil tersenyum menggoda yang membuat Eleanor jadi tersipu malu.

"Astaga kamu ini nakal banget ngintipin." Eleanor mencibir sambil duduk di hadapan Ilham untuk memulai pekerjaannya hari ini. Ia harus menyelesaikan project Ilham juga karena bagaimana pun milik Ilham adalah klien pertamanya yang rela diundur karena Eleanor fokus menyelesaikan tugas Bunda serta membantu Alika pada saat gadis itu masih berada di divisinya.

"Lah orang punya mata Mbak, mana bisa aku enggak ngelihat itu?" celetuk Ilham seraya terkekeh geli.

"Hm," gumam Eleanor yang sudah membuka laptop dan mulai berkonsentrasi pada pekerjaannya.

"Ini udah aku cek yang kamu kirim ke email Mbak, aku suka banget sama hasilnya dan langsung udah dikerjakan juga sama tukangku." Ilham memberitahu Eleanor, desain-desain sebagian yang telah jadi memang sudah langsung Eleanor kirim. Ini semua demi cuti, agar ia bisa mengambil liburan dan meluangkan waktu untuk papanya yang telah menantikan.

"Syukurlah, kalau ada revisi bilang aja ya. Masih ada beberapa lagi yang harus aku pikirkan jadi belum bisa aku kirim semua. Masih harus aku cek dulu," tutur Eleanor sambil tersenyum sekilas ke arah Ilham.

"Udah tanpa Nuca kamu bisa sendiri loh ngerjainnya. Kenapa nggak sendiri aja kalau ada job lain biar full uangnya kamu yang ambil. Jadi kalian berdua bisa kerjain sendiri-sendiri aja deh." Ilham yang paling suka hal-hal berbau uang dan bisnis tentu saja langsung memberikan masukan demikian kepada Eleanor.

Dia tidak salah sih, tapi mana bisa kalau ia masih bernaung di bawah perusahaan? Tentu meski begitu uang juga tetap masuk ke perusahaan, ia juga telah mengambil untung sendiri, sementara gaji juga ada sendiri sesuai tanggal gaji internasional.

"Nggak bisa lah, habis ini masa cuti dia. Males banget sebenarnya kalau kerja bareng dia lagi itu, Ham."

"Males karena kamu pernah ada rasa sama dia Mbak, kayaknya belum ilang sepenuhnya ya? Kalau udah sih nggak masalah dong bakalan kerja bareng lagi. Chemistry kalian dalam pekerjaan selalu dapat kok kalau aku lihat."

"Hadeh, bukan. Dia kan emang tipikal cowok manis yang penuh perhatian makanya cewek-cewek bakalan klepek-klepek kalau enggak kenal dia lama karena sifatnya emang begitu." Eleanor menjelaskan sambil geleng-geleng kepala heran, ia sendiri tidak yakin apakah perasaan untuk Nuca bisa hadir kembali ketika dirinya sudah bersama Bintang, tetapi kebersamaan mereka terus berjalan dan seharusnya dia memberikan jarak juga ketika bersama Nuca karena bagaimana pun Nuca sudah bersama orang lain.

Ilham manggut-manggut. "Kalau sama Bintang gimana ceritanya kok udah jadian aja, Mbak? Dia enggak tahu kan kalau sekarang kamu sama aku di sini?"

"Ngapain juga dia harus tahu. Urusan pekerjaan aku profesional dan kalau dia percaya sama aku, aku bakalan jaga kepercayaan itu. Sama kayak kamu dengan Alika, kan? Masa tahu Alika kalau kamu sama aku sekarang kan?" tukas Eleanor seraya menaik turunkan alisnya.

"Hahaha, bener juga Mbak. Uhm, mau bakso apa mau makanan lain?" Ilham tertawa sekilas, lalu ia teringat akan suguhan untuk Eleanor. Sebelumnya memang Eleanor sudah mengabarkan akan ke sini ketika Ilham sendiri sudah berada di sini karena rencananya dia akan melakukan uji coba untuk mempersiapkan segalanya dan membagikan kepada orang-orang di sekitar sini agar mengenal cita rasa baksonya.

"Bakso aja, emang di sini udah ready?" tanya Eleanor sambil mengerjapkan matanya bingung.

"Udah Mbak, sama es degan, kan? Aku udah bawa karyawan di sini. Sebentar lagi pembukaan, nunggu hasil finishing dari sampean aja nih," kata Ilham diselingi dengan kekehan pelan ketika ia beranjak dari duduknya dan memesankan kepada salah satu karyawannya yang ia bawa ke sini.

"Syukur deh, hari ini aku kelarin ya. Maaf nih punyamu jadi keduluan sama yang lain karena aku harus nyambi juga."

"Santai Mbak, yang penting beres."

Eleanor mengangguk setuju. Ia juga melakukan perbaikan untuk web milik Ilham, ya memang dia dan Nuca yang mengerjakannya.

"Good, udah jadi Ham. Tinggal lo cek gih kali aja ada yang nggak lo suka. Bisa ditambahkan atau dikurangin. Sama webnya udah aku tambahin alamat barunya ini ya," sungut Eleanor seraya menyuruh Ilham melihat ke arah laptopnya sementara dirinya mulai melonggarkan sedikit pinggangnya yang terasa pegal.

Ilham duduk di hadapan Eleanor, memutar laptopnya dan mulai melihat semua hasil finishing yang dikerjakan oleh Eleanor. Sementara bakso milik Eleanor sudah jadi. Sambil menunggu Ilham memeriksa, Eleanor menyambi makan.

"Kumakan ya, Ham."

"Monggo Mbak. Kalau kurang nambah aja."

"Hahaha, tiap hari ada job dari kamu enak kali Ham bisa makan gratis terus aku." Eleanor berkata sambil tertawa pelan, ia dan papanya sangat menyukai makanan bakso. Apalagi dengan cita rasanya kalau enak banget pasti ia menyukainya.

"Enak Mbak, tapi jobnya bantuin jualan bakso, ya?"

"Dih, males nggak bakat jualan aku dari pada nanti malah ngerecokin kamu."

Ilham tertawa mendengar celetukan Eleanor, lalu ia mengembalikan laptopnya kepada sang pemilik.

"Gimana? Udah kelar meriksanya, Ham?"

"Udah, Mbak. Semuanya udah pas sesuai sama ekspektasi aku. Kayaknya aku harus kasih review bagus supaya gajimu ada kenaikan Mbak dari si bos." Ilham berkata sambil tertawa pelan juga. Ia memperhatikan Eleanor yang tampak menikmati makanannya sejenak sebelum merespons-nya.

"Ya udah bantuin review aku dong,  hahaha. Lagian kamu tahu nggak gajiku bakalan naik dalam beberapa bulan ini?" seru Eleanor yang rasanya tidak bisa kalau tidak cerita kepada Ilham. Selain jadi teman dan rekan kerja, keduanya selalu berbagi cerita kalau sudah bertemu langsung seperti ini. Walaupun tidak pernah terlibat chatting, tapi keduanya bisa dikatakan cukup dekat berkat pekerjaan.

"Nggak tahu lah kan kamu baru ngomong, Mbak."

"Jadi ini rahasia ya, kamu kalau tahu jangan disebar."

"Ya ilah mau nyebar ke mana Mbak."

"Kali aja kamu ngomong ke Alika."

"Ya kalau nggak percaya nggak usah diceritakan, Mbak."

Keduanya tertawa cukup keras karena memang benar apa yang dikatakan oleh Ilham, selama ini Eleanor percaya bahwa Ilham adalah teman ngobrol yang enak dan akan menjadi orang yang pura-pura lupa jika Eleanor mencurahkan hal-hal yang bersifat pribadi untuk melegakan dirinya. Karena Eleanor tipikal orang yang seperti itu.

"Enggak Ham, aku percaya kok, jadi bosku minta tolong buat kasih tahu nama pena penulis Bintang yang asli minta ditemuin katanya gara-gara aku kan dia bisa sampai pakai jasa perusahaan, trus mana kirim bunga itu sebenarnya bukan nama pena Bintang, tapi si Bintang ini yang kebetulan namanya mirip."

"Wait, penulis nama pena Bintang? Yang misterius itu? Kamu kenal orangnya?" tanya Ilham seraya melebarkan kedua bola matanya.

"Kenal Ham, mamanya Bintang. Sebelum Bintang lahir dia sudah nulis dengan nama pena itu. Tidak ada yang tahu agar tetap misterius dan hanya ingin dikenal karyanya saja. Tapi kebetulan ini aku sama keluarga Bintang mau ngerjain bosku gitu. Makanya maaf banget aku nyelatin ngerjain punya mamanya Bintang dulu."

Akhirnya, Eleanor cerita kepada Ilham. Padahal seharusnya ia tidak boleh cerita. Tapi karena Ilham bukan orang jahat menurutnya dan bukan fans berat penulis Bintang itu, mungkin tidak apa-apa seperti biasa seperti dia juga selalu bisa menjaga rahasia tentang perasaan Eleanor terhadap Nuca. Apa pun yang Ilham tahu selama ini memang tidak pernah dijadikan bahan obrolan ke orang lain. Dia benar-benar bisa dipercaya.

"Parah Mbak, nggak nyangka aku dunia bisa sesempit itu."