webnovel

NODA GELAP

Gubahan_Z05 · Urbano
Classificações insuficientes
16 Chs

Respon menyebalkan

Si Amin menegakkan tubuhnya tangkas, menembus angin kencang yang berlawanan kian berubah menjadi lesus, terdengar mengaum kadang juga mendesir lalu melewati kedua orang itu, jarinya menunjuk kearah langit tenda yang hampir tersipuh oleh beberapa titik semburat merah jingga berarak-arak kala menjelang senja. Kepul kabut menyelimuti lereng perbukitan dari balik ilalang ujung puncak yang gemilang ditengah-tengah redupnya cahaya matahari. Tiada mampu seorang Kelvin mengelak setiap suruhan orang itu, baginya dirinya adalah seorang majikan yang berwibawa, setiap kali Kelvin mengemis kelaparan, maka hanya dia juga yang selalu membantunya.

Ku ulangi sekali lagi, awan yang berserak di atas cakrawala itu perlahan terbakar oleh semburat merah jingga dan menghilang begitu saja. Ah lagipula siapa yang peduli jika pekerjaannya masih juga belum selesai. "Ayo!" kata si Amin hendak mengajaknya pulang. Maka Kelvin mengangguk pelan, kakinya mengekor dibelakang si Amin berjalan. Biarlah padi-padi itu dibawa oleh orang suruhan si Amin kala hari telah beranjak malam menggunakan roda bertali sebagai pembawa barang. Sudah menjadi kebiasaan Kelvin bekerja diwaktu siang, sementara malam ada orang yang lain pula yang menggantikan.

Tampak ada dua jalur bagi pejalan kaki saat mereka hendak mengambil jalur menuju negeri perbukitan, yakni sebuah jalan berbatu kerikil, berliku menanjak pada sebuah seribu anak-anak tangga untuk bisa sampai pada tempat peziarah, banyak orang-orang berkata bahwa makam itu ialah makam dari salah seorang guru besar sekaligus orang yang paling awal mendirikan sekolah agama mengenai ajaran-ajaran Islam di negeri perbukitan.

Pernah ia mendengar mengenai kisah hikayah-nya yang begitu amat terkenal dikalangan para pelajar, bahkan hampir setiap malam seorang kakek tua tak bosan-bosan menceritakannya dikala Kelvin tengah ikut duduk di atas permukaan yang dipenuhi oleh rumput liar, dikerumuni kobaran api unggun yang menyala-nyala. Mata Kelvin berkedip-kedip seolah takjub akan ceritanya ditambah dengan perasaannya yang terus seakan melayang, lantaran cerita itu juga yang menggugah jalannya untuk berpikir lebih luas lagi, seluas dunia yang tidak pernah sekalipun ia jumpai sebelumnya. Dahulu ia hanya seorang budak suruhan saja tatkala bilamana sebuah danau yang tiada tahu kemana harus mengalir bebas atau juga luruh laksana air terjun dari atas perbukitan sana, terkurung dalam sangkar derita, belasan kali ia akan dibunuh dan hampir mati lalu dibunuh lagi namun tetap saja ia masih belum mati setelah batinnya kembali berputus asa, bahwa kehidupan hanya sebuah tempatnya panggung drama tiada makna. Hanya orang-orang yang berwibawa saja yang berkuasa. Namun kini ia berpikir bahwa semua itu hanya omong kosong dirinya saja, dan kenestapaan itu yang memberanikan ia berjalan sampai ke negeri asing.

Satu dua Kelvin menaiki anak tangga. Nenek tua tampak menyaksikan kedua orang yang tengah berdiri membelakangi gapura tiada seorang penjaga, tepat didepan jendela kamar pribadinya, tatkala seorang nenek tua itu mulai memanggil Kelvin dengan sebutan anak muda!. Maka betapa terkejutnya ia kala mendapati panggilan itu, selintas memang tidak terlalu mengganggu ataupun menimbang-nimbang apa yang akan dikehendakinya, tolong dengarkan saja apa yang akan dikatakannya meskipun tangan-tangannya tengah sibuk mengisi minyak kedalam botol pelita, akan tetapi tetap saja pandangannya tak lekas tertuju pada Kelvin, lantaran nenek itupun melihat lebih dulu bekas jeri payah Kelvin pada tangan serta jari jemarinya yang payah. Tambahkan saja mungkin ia bermaksud ingin menghibahkan sedikit upah untuk Kelvin lantaran telah membantu cucunya di sawah!.

"Ini untuk mu, bagikan dengan istri mu dirumah!" kata nenek itu sambil menghibahkan dua nasi bungkus yang lengkap dengan lauk didalamnya.

"Ai, istri?, maaf nek saya belum menikah hehe."

"Lantas kau anggap apa si Adelia itu?"

"Dia hanya teman nek, sekali lagi hanya teman!!" Kelvin menyangkal. Akan tetapi respon dari sang nenek tetap saja menyebalkan, mungkin lantaran pendengarannya yang terbilang kurang. "Ah sudahlah, aku akan pulang sekarang nek!" kata Kelvin dengan intonasi suara yang tidak peduli.

Kelvin pergi meninggalkan si Amin, melewati beberapa pasar tumpah dengan setiap ruko yang berbaris, lalu melangkah di atas jembatan kayu yang menjadi jalan penghubung antara sebuah penginapan dimana Adelia tinggal. Apabila telah ia ketuk pintu itu, seorang gadis muda yang bekerja disana tersenyum ramah padanya setelah meninggalkan beberapa pelita mewah berupa sebuah gelas yang terisi minyak tanah serta manik-manik didalamnya, tampak apinya menyala-nyala kala sebuah katembat dinyalakan. Maka dengan senang hati gadis muda itupun mulai bertanya padanya. "Apa anda mau membeli salah satu kamar atau menyewanya untuk semalaman saja tuan?"

Namun Kelvin hanya menggeleng pelan saja, lalu melanjutkan kembali maksud dari kedatangannya kemari. "Saya hanya ingin menemui teman saya saja disini." Kelvin balas menjawab.

"Oh, baiklah, silahkan tuan..." kata gadis muda itu ramah.

Untuk kali pertamanya, Kelvin melihat banyak orang yang berlalu lalang didalam penginapan, begitu pula sebaliknya, orang-orang amat terperangah setelah melihat petani masuk kedalam hotel, persis seperti apa yang mereka lihat sekarang, seorang pria berambut sebahu panjang warna cokelat matahari, dengan balutan sepatu bot serta kain pakaiannya yang masih dalam keadaan setengah kotor. Ah lagi pula siapa yang peduli?

Petani itu disambut hangat oleh seorang gadis muda pekerja hingga menggiringnya sampai pada sebuah kolam yang entah apa namanya, tampak pada tepiannya dipenuhi oleh bebatuan, begitu juga dengan Adelia yang tengah ikut duduk di bawah pohon-pohon Pinus yang berbaris memenuhi halaman, melihat air mengalir beserta ikan-ikan kecil didalamnya.

"Adelia!" panggil Kelvin halus sambil mendekati langsung gadis itu, lantaran tiada mampu lagi untuk mengendalikan diri. Tidak peduli jika nanti ia menolak kehadirannya sekalipun.

"Kelv? apa yang kau lakukan disini?" tanya Adelia. Sesuai perkiraan Kelvin ia akan sangat tersentak setelah mendapati siapa orang yang tengah memanggilnya sedari tadi. Padahal gadis itu bingung untuk menyusun kata-katanya untuk bisa dijadikan sebagai bahan percakapan, masih berserakan dalam kepala lalu menyulapnya menjadi sebuah kalimat yang tiada makna.

"Kenapa kau sangat tertekan seperti itu ketika melihat ku?" tanya Kelvin, berdiri di samping gadis itu duduk sambil menengadahkan pandangannya ke atas. Namun ia hanya diam saja. Sepertinya kedatangan Kelvin sangat lah tidak sopan, terlebih dengan mengganggu kesendiriannya yang seperti ini...pikir Kelvin.

"Ini, aku ada sedikit rezeki. Tolong terimalah!" Kelvin cepat-cepat menjelaskan maksud kedatangannya, tersenyum ramah kepada sang gadis lalu beranjak meninggalkannya tanpa ada sebuah kata larangan yang terucap dari mulut basah Adelia. Mungkin ia hanya bergumam tapi Kelvin sendiri yang tidak bisa mendengarkannya.