Apo menikmati setiap potret di dalamnya dengan khidmad. Dia sempat menimang-nimang foto bayinya sendiri sambil tersenyum. Ternyata wujud mungilnya begitu lucu, setidaknya hal tersebut mengobati rasa penasarannya dengan wujud bayi versi di dunia nyata.
Well, Ibu kandung Apo memang bilang mereka terlalu miskin. Beli ponsel saja tak pernah, sehingga momen lahirnya tidak terekam. Jaman dulu, apalagi tahun 1981 jarang orang punya ponsel. Adanya telepon kabel di wartel, itu pun harus bayar mahal sekali mengobrol. Kamera masih jadul dan maraknya Cuma hitam-putih. Apo mewajari jika yang dia punya hanyalah foto wisuda SMP.
"Wah, kangennya ... sama Ibu," batin Apo sambil mengembalikan foto ke gantungan dinding. "Aku jadi ingin cepat pulang, tapi mau bagaimana kalau belum bangun." Dia geleng-geleng demi mengenyahkan pikiran buruk. "Pokoknya harus yakin beliau baik-baik saja. Kan kata sistem sudah dijamin semua."
[Ada apa lagi, Tuan Nattarylie?]
"Eh?"
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com