webnovel

Prolog

Prolog

Akibat pertempuran sengit yang terjadi antara Raden Ghinan dan Raden Rhiman, Negeri Paloh mengalami kerusakan yang amat parah. Bangunan penduduk roboh tanpa sisa. Melenyapkan saudara sendiri, membuatnya marah pada dirinya sendiri. Karena dia lebih memilih melenyapkan adiknya demi melindungi Negeri Paloh dari kehancuran, ah tidak, tepatnya melindungi dunia dari kekuatan gelap. Kenyataan paling menyakitkan yang harus diterima Raden Ghinan adalah sang adik telah dikuasai oleh kegelapan. Kekuatan yang dimilikinya bukan murni dari aliran gaib dan latihan. Melainkan bantuan dari pengaruh roh-roh jahat.

"Jantung batu ini akan tetap abadi selamanya, Agam. Kita tidak akan bisa melenyapkannya, tapi kita juga tidak bisa membiarkannya menguasai dunia.

Kebaikan dan kegelapan tidak bisa dipisahkan. Mereka seperti dua aliran putih dan hitam yang berjalan pada jalan yang sama. Beriringan tapi selalu bertolak belakang."

Agam mengangguk paham. Dia setia mendengarkan apa pun yang dikeluhkan oleh tuannya.

"Seperti aku dan Rhiman." Terdengar helaan napas kasar dari Raden Ghinan. Perasaan kecewa itu selalu menyelimutinya ketika teringat bayang-bayang adiknya. "Meski kami memiliki aliran darah yang sama. Tapi kami tak pernah sejalan. Aku kecewa pada diriku sendiri karena tidak pernah mengenalnya lebih dalam. Tidak pernah tahu apa saja yang dirasakannya."

"Semua yang terjadi adalah takdir, Tuan. Kita bisa mengusahakan yang terbaik. Tapi, tidak bisa protes terhadap hasilnya. Seperti yang telah Tuan lakukan untuk kebaikan negeri ini, tepatnya untuk dunia ini. Meski harus kehilangan saudara. Mungkin ini yang terbaik, Tuan." Selain menjadi teman, Agam adalah sosok penasihat untuk Raden Ghinan.

"Aku ingin menebus kesalahanku pada Raden Rhiman. Aku ingin lenyap bersamanya."

"Maksud, Tuan?"

"Aku ingin menghilang dari dunia ini."

Agam tidak mengerti jalan pikiran tuannya. Bagaimana mungkin dia berpikir untuk menghilang dari dunia ini? Lalu siapa yang akan melindungi Negeri Paloh dari kekacauan yang bisa saja terjadi suatu hati nanti?

"Tenang saja, Agam." Raden Ghinan menenangkan Agam, seolah bisa membaca apa yang dikhawatirkan oleh pengikut setianya itu. "Aku akan menghilang setelah menyegel jantung batu ini dalam patung singa. Aliran gaibku akan menguncinya. Tidak akan ada yang bisa memecahkannya kecuali penyihir yang telah berhasil merendam dirinya di telaga emas hutan Central Grutosan."

Agam masih belum bisa menerima keputusan Raden Ghinan. Bagaimana jika ada penyihir yang berhasil masuk ke hutan Central Grutosan dan ingin membangkitkan batu ini? Siapa yang akan melawannya?

"Tidak hanya itu. Kekuatan lima elemen milikku akan kusemayamkan di pulau-pulau besar di Nusantara ini. Kekuatan ini akan kuubah menjadi binatang gaib yang hanya akan dimiliki oleh para penerus roh suci."

"Para penerus roh suci?" tanya Agam meminta penjelasan.

"Iya. Para penerus yang akan mewarisi kekuatanku. Mereka yang akan melawan kegelapan untuk melindungi dunia dari kehancuran."

"Siapa mereka, Tuan? Bagaimana kami bisa mengenalinya?"

"Kau akan tahu setelah kita keluar dari ruangan ini. Mereka telah menunggu kita di istana."

"Baik, Tuan."

Mereka berdua keluar dari ruang bawah tanah setelah Raden Ghinan menyegel batu itu dalam patung singa.

Di depan singgasana, terduduk lima orang penyihir terpercaya yang menggendong bayi. Di samping mereka, berdiri lima orang tua si bayi, yang menatap anak-anak mereka dengan penuh kebanggaan. Tentu saja penganugerahan aliran gaib yang akan diberikan oleh Raden Ghinan kepada anak-anak mereka adalah suatu hal yang patut mereka banggakan. Meski dengan berat hati mereka harus melepas bayi-bayi itu tinggal di luar Negeri Paloh. Dan dijaga oleh penyihir terpercaya kerajaan yang akan menyamar sebagai orang biasa.

"Dengarkan aku wahai pengikutku!" Raden Ghinan memulai pidatonya. Semua penduduk Negeri Paloh telah berkumpul di sana untuk menyaksikan penganugerahan terbesar yang pertama kalinya dilakukan oleh Raden Ghinan.

"Kalian semua akan menjadi saksi tentang hari ini. Hari di mana aku akan menganugerahkan seluruh kekuatanku untuk lima bayi yang ada di hadapan kalian semua. Suatu hari nanti, merekalah yang akan menjadi penyelamat bagi negeri dan dunia ini."

Ada yang tersenyum bahagia karena Raden Ghinan menjadikan lima bayi itu sebagai penerusnya. Ada juga yang menangis sedih karena tidak rela bila Raden Ghinan meninggalkan mereka untuk selamanya. Tapi, ada sebagian dari mereka yang berbangga hati memiliki seorang raja yang rela mengorbankan hidupnya demi menjaga Negeri Paloh.

Meski Raden Rhiman telah lenyap dan kekuatannya telah disegel di ruang bawah tanah. Tapi, pengikutnya masih ada. Tidak banyak, hanya segelintir orang. Mereka menghilang entah ke mana. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan mereka akan kembali untuk membalas dendam. Bahkan lebih nekat lagi untuk membangkitkan kekuatan jantung batu—yang disebut Mutiara Hitam--milik Raden Rhiman.

Raden Ghinan hanya akan melindungi Negeri Paloh dengan kekuatannya. Ketika kekacauan mulai terjadi, itu artinya segel pelindung milik Raden Ghinan mulai melemah. Dan penyihir-penyihir kegelapan telah bisa menembus dinding pelindung.

"Agam. Bawa bayi-bayi itu ke ruanganku. Tidak ada yang boleh melihat proses penganugerahan ini."

Agam mengangguk patuh. Dia melangkah menuju ruangan Raden Ghinan bersama empat prajurit yang menggendong bayi.

"Dan kalian semua. Tunggulah di sini! Selesai penganugerahan nanti, Agam akan mengumumkan pesanku yang terakhir."

Kata-kata sang raja itu langsung disambut tangisan histeris dari semua rakyat. Mereka terpukul mendengar kata-kata sang raja, tidak seolah mereka akan berpisah selamanya.

Ya, sebagian mereka tidak tahu bahwa sang raja akan mengobarkan hidupnya demi menjaga Negeri Paloh. Penganugerahan lima elemen kekuatan sempurna miliknya tentu saja sangat beresiko untuk hidupnya. Ditambah lagi dengan segel pelindung yang akan dia aktifkan untuk mengelilingi Negeri Paloh.

Setelah Raden Ghinan berada di ruangan bersama Agam, mereka berbicara empat mata untuk yang terakhir kalinya.

"Apa Tuan serius akan melakukan penganugerahan ini? Negeri Paloh masih sangat membutuhkan Tuan."

"Hanya kau yang tahu kenapa aku begitu ingin melakukan ini, Agam. Negeri ini aku serahkan padamu."

Agam tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tidak bisa lagi mencegah tuannya.

"Dengar. Aku akan membuat tanda gaib di leher bayi-bayi ini, sama seperti tanda gaib penyihir kerajaan. Lalu menyegel binatang gaib di dalam tubuh mereka. Perintahkan lima penyihir terpercaya kerajaan untuk membawa mereka keluar dari Negeri Paloh. Dan perintahkan mereka untuk hidup seperti manusia biasa."

"Kenapa mereka harus hidup di luar negeri ini, Tuan? Bukankah kami bisa menjaga mereka?"

"Aku ingin mereka hidup bebas di luar sana. Mengenal dunia dan belajar banyak hal dengan sendirinya. Mereka akan menjadi pelindung pulau-pulau besar di Nusantara. Jadi, dengan adanya mereka di pulau itu, semuanya bisa aman. Kecuali kalau hari itu datang. Hari di mana semua pulau dilanda bencana. Tapi, kau tidak perlu khawatir Agam. Binatang gaib yang ada di tubuh mereka akan menjadi pelindung. Tidak ada yang bisa melukai mereka."

"Baik, Tuan."

"Harimau Putih pengendali air dan salju akan kusegel dalam tubuh Batara. Tempatkan dia di pulau Sumatera. Perintahkan Sirl untuk menjaganya," kata Raden Ghinan menunjuk bayi gemuk. Dia juga langsung memberikan nama dan menyebutkan nama penjaganya.

"Burung Cenderawasih Merah pengendali udara dalam tubuh Sallie. Kirim dia ke pulau Papua. Perintahkan paman Amr dan bibi Silla untuk menjaganya." Kini giliran bayi berkulit hitam yang ditunjuk Raden Ghinan.

"Badak pengendali tanah dalam tubuh Rean. Biarkan dia hidup di pulau Jawa bersama Ilgo. Kucing Merah pengendali Api dalam tubuh Aksa. Biarkan dia tetap di pulau Kalimantan ini untuk menjaga hutan. Kau sendiri yang harus mengurusnya. Dan yang terakhir, Kupu-kupu Glossobius pembawa cahaya akan kusemayamkan dalam tubuh Nazalia, perintahkan Paman Igo untuk menjaganya di pulau Sulawesi."

"Bagaimana mereka bisa ke pulau ini suatu hari nanti, Tuan?" tanya Agam.

"Takdir," jawab Raden Ghinan.

Keadaan hening sejenak.

"Mereka akan saling menemukan, Agam. Kau akan tahu suatu hari nanti. Yang perlu kau waspadai adalah Amora. Dia bisa saja memburu kelima penerus roh suci ini untuk mencuri aliran emasnya. Kau tahu apa yang akan kau lakukan?"

"Iya, Tuan." Agam sudah cukup puas mendengar pesan terakhir tuannya. Dia tahu apa yang harus dia lakukan untuk ke depannya.

"Keluarlah, Agam. Aku akan melakukan penganugerahan itu sekarang. Dan ketika negeri bergetar, itu pertanda bahwa aku sudah memasang segel pelindung. Jadi, manusia yang tinggal di luar Negeri Paloh ini tidak akan bisa melihat negeri ini. Kecuali para penerus roh suci. Akan tiba saatnya di mana kau akan bertemu dengan mereka."

Agam mengangguk patuh sekali lagi sebelum ia keluar dari ruangan.

Agam tahu betul resiko yang akan dialami oleh Raden Ghinan bila dia menyerahkan kekuatannya pada lima bayi itu. Tapi, dia tidak bisa mencegah keputusan tuannya. Sebab Agam mengerti bagaimana perasaannya sebagai seorang kakak yang merasa bersalah telah membunuh adiknya sendiri.

Itulah yang membuat Raden Ghinan melakukan ini. Dia ingin menebus rasa bersalahnya.

Setelah penganugerahan itu berlalu. Raden Ghinan pergi untuk selamanya. Dia meninggalkan luka yang amat mendalam di hati penduduk Negeri Paloh. Tapi, biar bagaimana pun mereka tetap megenang Raden Ghinan sebagai raja yang berjasa sepanjang sejarah. Dia telah mengorbankan hidupnya demi negeri, terutama dunia.

Bertahun-tahun berlalu, kehidupan di Negeri Paloh masih tetap aman dan tenang. Belum ada kekacauan yang terjadi. Rakyat hidup damai dan saling mengasihi. Hingga malam itu tiba.

Kegelapan dan kejahatan mulai terjadi di berbagai pulau Nusantara.

***