webnovel

Naughty December (Lentera di Kota Hamburg) 21+

Pengalaman kedua menjadi fotografer majalah dewasa memang bukan perkara mudah. Apalagi bagi ibu satu anak seperti Yoanna Marcella. Tak terkecuali dengan Jamie Oliver Zain atau dengan nama panggung Jee. Pria berdarah Indonesia-Jerman itu ialah seorang model yang tidak memiliki bakat merayu dan terkenal sombong, tapi siapa sangka jika Jee sudah terperangkap ke dalam masa lalu bersama wanita yang pandai bermain dengan birahi. Enam tahun semenjak satu malam yang gelap dan indah bersama Yoanna, Jee sudah tidak menerima job sebagai model sekaligus bintang film panas. Jee menginginkan Yoanna kembali, menebus janji dan kenikmatan itu tanpa henti. Di Hamburg. Sejarah mereka terulang, satu sisi mencoba untuk pergi dan satu sisinya lagi mencoba untuk bertahan karena dampak dari ketertarikan yang berujung sebuah obsesi Jee.

El_BryanBrunch · Urbano
Classificações insuficientes
4 Chs

3. Datang atau Pergi?-

Mengulang segala memori yang sempat Yoanna tempati di masa-masa itu sudah cukup menghukum diri Yoanna pada kerendahan. Kali ini Yoanna benar-benar menerima kenyataan dirinya telah berbuat lagi semenjak nama Arga itu muncul. Yoanna seakan butuh dan mulai menuruti keinginan Arga untuk bertemu, menikmati suasana kebersamaan dan hal intim lainnya meski Yoanna menolak berhubungan seks.

Hari ini. Selepas dari kencan, Yoanna melepas anting dan aksesoris serba mahal dari Arga dari tubuhnya, lalu sepatu hingga seluruh pakaian karena Yoanna merasa tubuhnya panas dengan semua bekas sentuhan lembut Arga. Sembari menunggu air hangat, Yoanna mulai menghirup aroma khas tembakau dari sela jemarinya. Menghisap lalu menuangkan asap rokok itu ke hawa bebas ruangan dapur. Tetapi Yoanna segera mematikan ujung bara rokok ketika suara Shaila terdengar dari kamar. Yoanna mematikan kompor lalu berlari kecil menuju kamar Shaila. Shaila mulai mengigau

"Oh hei," Yoanna menangkap tubuh Shaila yang ketakutan, Ada apa sayangnya Bunda hm?"

"Bunda..." Rintih Shaila di antara setengah sadar.

Yoanna gigih membantu Shaila terbangun dan ia menggendong tubuh putri kecilnya. Kaki Yoanna berusaha kesana-kemari untuk mengulang kebiasaan saat menimang Shaila terbangun karena mimpi buruk,

"Bunda, takut."

"Ssstt, ya sayang, Bunda disini ya. Sekarang nggak boleh takut lagi ya? Nona Superman pantang takut, harus kuat!" Yakin Yoanna kembali menidurkan Shaila di ranjang.

Setelah Shaila sedikit tenang dan tertidur lagi, Yoanna melanjutkan untuk membersihkan diri lalu menyelesaikan pekerjaannya di kamar gelap. Di dalam ruangan berukuran 4x4 meter persegi Yoanna melakukan manipulasi gambar, Yoanna melakukan cara manual untuk proses fotografi hitam putih. Proses warna yang memerlukan perlengkapan lebih mahal dan boros Yoanna harus melakukannya dengan sangat hati-hati.

Perta Yoanna mencuci film kemudian mencetak foto hasil bidikannya siang hari tadi, dengan kreatifitas manual dan prosedur kamar gelap yang memadai Yoanna selalu menyuguhkan hasil foto memuaskan.

Hm..," Yoanna menghirup udara kebebasan karena satu tugas hari ini selesai. "Akhirnya, hasil ini aku dapetin juga, walaupu tanganku akhir-akhir ini males pegang kamera. Pasti si bos seneng, kira-kira aku bisa hutang lagi nggak ya? Aku nggak mungkin ngerampok Arga lagi, bisa-bisa dia minta jatah."

Hasil printing Yoanna simpan ke dalam wadah khusus miliknya, karena besok pagi Yoanna harus menunjukkan hasil profesional itu di depan atasan. Lalu Yoanna akan membujuk bos yang terkenal kikir untuk memberikan pinjaman, karena Minggu lalu semua hutang-hutang Yoanna sudah lunas berkat Arga. Tetapi hari ini Yoanna harus segera menebus resep obat untuk Shaila.

[...]

Pagi-pagi sebelum Shaila berangkat ke sekolah Yoanna tidak lupa untuk menyiapkan bekal makanan dan minuman. Hari ini adalah hari pertama di mana Shaila memasuki sekolah dasar. Padahal Yoanna sangat merindukan saat-saat pertama Shaila bersekolah dan di antar, lalu di sana Yoanna akan tetap menunggu Shaila sampai jam selesai sekolah. Tapi kali ini Yoanna hanya mempercayakan semuanya kepada pengasuh Shaila.

"Ini nanti vitamin jangan lupa ya mbak? Terus Shaila nggak boleh jajan sembarangan apalagi yang deket jalan raya, pokoknya awasi terus! Mbak jangan mainan hp mulu!" Saran Yoanna mengemas makanan ke dalam kotak makanan lalu menyimpannya ke dalam tas Shaila.

Menu kesukaan Shaila sudah lengkap hingga akhirnya Yoanna menyambar satu potong pisang goreng buatan Kima di meja makan dan menjejalkan nya ke dalam mulut, secara terburu-buru Yoanna menelan gorengan itu lalu menenggak kopi. Tidak lupa Yoanna menghampiri tempat duduk Shaila yang berdekatan dengan meja makan, di sana Shaila merentangkan tangan menyambut tubuh Yoanna akan mengecup kedua pipi dan kening.

"Nona Superman nya Bunda yang centil tapi nggak cantik ini..," telapak tangan Yoanna bermain-main di kedua pipi Shaila hingga bibir mungil Shaila mengerucut. "Bunda berangkat dulu ya sayang? Shaila nggak boleh nakal di sana ya?"

"Non Shaila tuh nggak pernah nakal Bu, cuma temennya aja yang kadang suka jail godain Shaila sampai nangis." Timpal Kima ketus mengingat Shila di sekolah.

Ya, Yoanna sedikit tidak tega melihat wajah cantik itu tersenyum terpaksa. Apalagi saat perpisahan dua Minggu lalu Yoanna tidak sempat datang karena perusahaan mengadakan event, Yoanna harus menanggung pekerjaan apalagi saat ditunjuk sebagai satu-satunya fotografer yang memegang kendali pemotretan. Meski sebenarnya Yoanna tahu jika Shaila ingin tetap bersama-sama tetapi tidak ada pilihan lain, Yoanna tetap harus bekerja.

"Ah itu nggak masalah, yang penting Shaila nggak kenapa-napa ya sayang! Nona Superman harus kuat!" Yoanna meniru tangan kekar Superman menunjukkan ototnya ke atas.

"Siap Bunda!" Wajah Shaila terpatri keceriaan dengan tangan memberi hormat.

Karena sudah terlalu siang Yoanna segera berlari ke luar untuk mengendarai mobil bututnya. Karena berperang dengan waktu Yoanna memilih mempercepat laju mobil agar ia tidak dilanda kemacetan Jakarta yang lebih parah. Sambil memutar musik Yoanna mencoba menghubungi Talitha. Beberapa hari ini Talitha jarang berangkat ke kantor apalagi melakukan pemotretan. Sama sekali tidak ada kabar seperti ditelan bumi.

Jarak yang Yoanna tempuh menuju kantor memakan waktu dua jam lebih siang dari biasanya. Lalu sekumpulan tenaga dan tekad Yoanna memarkirkan mobilnya, di sana Yoanna melihat mobil Arga sudah terparkir kemudian Yoanna menghampiri satpam.

"Mobil di sana sejak kapan dateng Pak?" jari telunjuk Yoanna menunjuk arah dekat tiang bendera.

"Oh, mobilnya pak Arga? Udah sejam yang lalu kayaknya Mbak. Kenapa emang Mbak?" Tanya satpam ingin tahu.

Yoanna menggeleng. "Nggak apa-apa Pak, cuma tanya aja kok. Makasih ya."

"Sama-sama Mbak."

Membuat asumsi bukan keahlian Yoanna dan ia tidak ingin tahu lebih dalam lagi kenapa Arga datang ke kantornya. Lalu Yoanna ingat jika Arga adalah keponakan bos. Yoanna hanya melenggang masuk ke lantai dasar gedung sebuah perusahaan majalah popular di Indonesia.

"Pagi semua." Tangan Yoanna menyambar kopi dari genggaman rekannya.

"Pagi seksi, udah di tungguin bos tuh! Mau di ajakin cek in." Goda salah seorang teman sesama fotografer.

Hanya sebuah kepalan tangan Yoanna memberi jawaban untuk temannya. Yoanna segera berjalan ke arah lorong di mana ruangan atasan Yoanna berada, kemudian Yoanna mengambil dua lembar hasil cetak fotonya yang memuaskan dari dalam tas. Tetapi gagang pintu tidak menjadi pegangan Yoanna saat akan masuk karena pintu sudah sedikit terbuka, tapi dari celah kecil pintu kanto atasan Yoanna melihat punggung Arga.

"Apa? Ngelamar? Gila ya kamu, kayak nggak ada wanita yang bener aja sampai-sampai kamu mau ngelamar Yoanna."

Yoanna memilih untuk diam tanpa menegur. Tubuh Yoanna bersembunyi di balik pintu setengah terbuka.

"Kamu nggak tau ya? Dia itu udah punya anak Arga." Balas bos Yoanna dengan nada kesal.

"Ya, aku tau dia udah punya anak. Tapi memangnya kenapa? Aku juga udah punya anak, kita bisa jalani semua ini sama-sama. Lagian juga aku udah capek sendiri." Arga merasa kesal. Ia menenggak cepat-cepat minumannya.

"Ck, udahlah. Lupain aja niat kamu, percuma! Yoanna itu cewek nggak bener, kamu nggak tau kalau dia itu perek hah?!" satu tangan menuding dan satunya lagi bos Yoanna menggebrak meja.

Langsung saja Arga tersenyum miring, bangkit sambil menggulung kemeja sampai batas siku. Dan berkata, "semua orang punya masa lalu jelek! Baik menurut kita aja belum tentu baik di mata orang lain, jadi Om nggak usah repot-repot beritahu aku siapa Yoanna! Aku juga sadar aku bukan laki-laki yang baik."

"Pokoknya aku nggak setuju kamu sama Yoanna!" teriak laki-laki bertubuh gempal. Yang tidak lain bos Yoanna.

Arga tidak peduli lagi dengan perkataan pamannya. Tapi saat membuka pintu dan Yoanna terpaku di sana, Arga berhenti melangkah. Arga merasa harapan yang baru saja terbangun tidak menunjukkan tanda-tanda begitu melihat Yoanna tersenyum kecil, terlihat pula Yoanna tidak ingin pergi atau menemui paman Arga.

"Hai, udah lama di sini?" Arga merasa bersalah sekaligus gugup.

"Lumayan. Aku cuma nggak mau ganggu obrolan kalian jadi ya aku nunggu sebentar."kata-kata Yoanna seakan tidak mempermasalahkan kejadian hari ini.

Tanpa diduga-duga Yoanna mendengar atasan Yoanna memanggil. Lalu Yoanna berusaha tenang dan segera mendatangi bos, namun langkah terkejutnya saat Yoanna diberi sebuah amplop cokelat. Tentu Yoanna tidak segera menangani pemberian yang begitu menyakitkan, pasalnya Yoanna melihat bos melemparkan tepat di depan mata.

"Itu pesangon untuk kamu Yo." singkat, sesingkat-singkatnya ucapan itu terlontar tetapi Yoanna tidak mengerti.

"Emangnya saya mau ke mana pak pakai dikasih pesangon segala?" kekeh Yoanna santai.

"Kok pakai nanya. Ya kamu sekarang dipecat!"

Yoanna menelan ludah berat. "Dipecat? Loh, tapi apa kesalahan saya pak?"

Dari belakang punggung Yoanna terlihat Arga tegesa melangkah dan tidak menyetujui apa yang dikatakan pamannya. Tetapi tekad dan niat pemimpin perusahaan sudah tidak dapat diganggu oleh apapun.

"Apa-apaan nih? Kok bisa sih Yoanna dipecat? Emangnya dia salah apa?" sambung Arga ingin kepastian yang jelas.

Pertanyaan itu terulang tanpa terungkap alasan Yoanna mendapat pesangon. Tapi tanpa mengurangi rasa hormat Yoanna bisa menerima kenyataan, mungkin sudah waktunya Yoanna melepas semua beban pekerjaan ini. Walau nantinya Yoanna tidak tahu dengan cara apa mendapatkan uang untuk biaya hidup dan obat-obatan Shaila.

Tas berisi kamera dan peralatan lain di punggung Yoanna letakkan di atas meja atasannya. Kemudian tangan Yoanna sangat berat tetapi Yoanna tidak bisa mengabaikan jumlah yang terlihat besar di dalam amplop cokelat.

"Terima kasih Pak! Maaf atas segala kesalahan yang tidak atau disengaja." singkat Yoanna memberi jawaban kemudian berlalu.

Tangan Arga segera mencegah Yoanna pergi. Kemudian Arga menggeleng untuk Yoanna tidak menerima pesangon tersebut, tapi Yoanna tidak mengenal batas harga diri lagi karena ia harus secepatnya menebus obat dan vitamin untuk Shaila.

"Nggak apa-apa kok, aku tau kondisi ini Arga. Aku sama sekali nggak pernah ada perasaan marah sama kamu, kita kan teman." walau sengsara Yoanna berusaha untuk tegar.

Di setiap langkah menuju pintu keluar Yoanna mendengar ocehan dari paman Arga. Semua prasangka muncul karena Yoanna tanpa basa-basi mengambil uang di dalam amplop. Sejujurnya Yoanna ingin melempar jumlah tersebut tetapi Yoanna bukan termasuk seseorang yang menghina, cukup sudah Yoanna memikul tanggung jawab besar dalam memperbaiki semuanya. Yoanna tidak ingin mengetahui berapa tinggi martabatnya hari ini karena kondisi Shaila lebih penting.

Di perjalanan pulang Yoanna nampak senang karena hari ini dan dua hari sebelum berangkat ke Jerman, Yoanna bisa menghabiskan banyak waktu bersama sang Nona Superman. Walau hidup yang Yoanna lintasi sangat getir tetapi Yoanna harus terlihat kuat di depan Shaila, berpura-pura senyum bahagia dalam kurungan derita selama enam tahun.

[...]

Semua tanaman di halaman belakang sudah selesai Yoanna benahi lagi semenjak bunga-bunga anggrek tidak terurus, Yoanna tidak memiliki bakat membagi waktu untuk mengurus tanaman karena Yoanna sibuk mencari tambahan uang untuk Shaila. Sambil menunggu Shaila bangun Yoanna dan Kima berbenah untuk menata taman sederhana di pekarangan rumah. Lalu terdengar suara mobil sedan berhenti di depan halaman rumah Yoanna.

"Non Thalita baru muncul, Bu." Kima malas menahan untuk tidak berkomentar saat kepalanya menengadah mencari tahu dari balik tembok pembatas.

"Iya tau," singkatnya Yoanna ingin Thalita segera menemuinya di belakang rumah. "Kamu bikin minum gih Mbak! Teh aja ya!"

"Iya Bu, ini pupuknya." Balas Kima bangkit membawa pupuk ke samping Yoanna.

"Ya, taruh aja! Makasih ya Mbak." dari kejauhan Kima sudah tidak mendengar suara Yoanna dan itu membuat Yoanna tertawa kecil.

Meski langkah Thalita terdengar menghampiri, Yoanna sengaja terdiam sampai Thalita duduk di sebelah Yoanna lalu membantu menata pot-pot kecil ke deretan rak tanaman lainnya.

"Besok kita berangkat Yo, cuma..." Thalita memotong pembicaraannya.

"Apa?" paling tidak menyenangkan saat Yoanna diberi sekilas obrolan oleh orang lain.

"Hm... Mereka maunya kamu tunjukkin hasil dulu, karena ternyata perusahaan di tempat bos aku bekerja fotografernya spektakuler semua Yo. Mereka udah profesional." terlihat Thalita menunggu Yoanna berpendapat.

"Emangnya aku nggak profesional ya?" lugas Yoanna menggunting daun yang menggelantung.

"Bukan itu," wajah Thalita bersungut-sungut. "Karena perusahaan mereka terkenal, banyak lah fotografer handal di sana. Tapi aku yakin kamu bisa jadi bagian dari mereka kok, kan hasil jepretan kamu nggak kalah oke Yo."

"Ya, liat aja nanti. Diterima ya aku lanjut, kalau ditolak mungkin bukan rejeki aku." bukan menyerah tetapi Yoanna tidak ingin pesimis sebelum melangkah.

"Ngomong-ngomong tumben pagi-pagi ke sini? Nggak ngurus suami kamu?" goda Yoanna untuk Thalita yang terus mengharapkan kakak ipar menjadi kekasihnya.

Thalita memukul kepala Yoanna dengan tangkai yang sudah dipotong dan tidak berguna lagi. "Aku udah punya selingkuhan. Dan dia nggak kalah oke."

"Siapa? Kenalin dong!" semangat Yoanna membara karena akhirnya Thalita sadar.

Thalita tersenyum karena berangan-angan. "Nanti juga kamu kenal. Dia bakal jadi bos kita di Jerman."

"Ah sialan kamu! Ujungnya mimpi juga." memang Thalita sudah tidak waras jika membahas tentang laki-laki.

"Kamu ini, doain kenapa? Liat aja ya kalau sampai aku jadian sama si Zain yang kece itu aku bakal sombong ke kamu." sumpah Thalita menaruh pot berjejer di rak.

Yoanna mengangkat wajahnya. "Jamie, siapa itu Jamie?"

"Nanti aku kenalin. Namanya Jamie Oliver Zain, bos besar di perusahaan televisi di Jerman." jawab Thalita asal.

Nama itu. Yoanna sedikit mengingat bahwa ia pernah mendengar nama itu sebelumnya, tapi Yoanna tidak pandai mengetahui dari mana nama itu terdengar dan berasal sampai tidak asing di telinga. Tapi Yoanna malas mengingat apalagi jika harus menebak-nebak.