Benny mencari-cari sosok Dewa di seluruh ruangan gedung seni. Setelah mengelilingi gedung, hanya ada satu ruangan yang belum dimasuki oleh Benny. Laki-laki itu perlahan-lahan membuka pintu ruangan musik tradisional itu.
"Wa, lo ada di mana?" gumam laki-laki itu dengan sedikit ketakutan akibat suasana yang mencekam.
Setelah terbuka, Benny melihat Dewa yang duduk di lantai seperti seorang sinden dengan posisi membelakanginya. Benny juga mendengar suara seseorang yang tengah bernyanyi di sana dengan lagu Lingsir Wengi. Namun, itu bukanlah suara Dewa. Melainkan suara seorang wanita tua yang sangat dekat. Suara itu berasal dari arah Dewa. Benny mencoba memberanikan diri untuk mendekati Dewa, dan menyentuh bahu laki-laki itu.
"Wa, ayo pulang," pinta Benny. Setelah ia berbicara, suara nyanyian itu pun berhenti seketika. Perlahan-lahan, Dewa pun menoleh ke arah Benny. Namun betapa terkejutnya laki-laki itu. Sebab, ia melihat mata Dewa yang merah menyala, serta wajahnya yang sangat pucat. Dewa berdiri, dan berjalan mendekati Benny secara perlahan-lahan sembari menyanyikan lagu Lingsir Wengi. Namun, suara yang muncul bukanlah suara Dewa. Melainkan suara seorang wanita tua. Benny berjalan mundur dengan raut wajahnya yang sangat ketakutan.
"Please, keluar dari tubuh Dewa," pinta Benny dengan seluruh tubuhnya yang gemetaran. Lalu, kedua tangan Dewa terangkat mendekati leher Benny. Laki-laki itu berusaha mengingat beberapa do'a yang pernah diajarkan oleh Dewa.
Namun sayangnya, otaknya tiba-tiba terasa kosong. Sementara tangan Dewa semakin mendekati leher Benny seolah-olah ingin mencekik lehernya. Akhirnya, Benny hanya bisa menggumamkan lantunan ayat dari surat Al-Fatihah.
Setelah ia melakukan itu, Dewa berteriak dengan suaranya yang masih sama saja sembari menjatuhkan tubuhnya ke lantai.
"PANAS!" teriak Dewa. Benny tak ingin menghentikan lantunannya sampai arwah itu keluar dari tubuh Dewa. Tubuh laki-laki itu meronta-ronta kepanasan di atas lantai itu, hingga akhirnya, Dewa tak sadarkan diri.
*****
Dua hari telah berlalu, Dewa akhirnya membuka mata. Ia terkejut sekali melihat dirinya yang sudah berada di dalam kamarnya. Sementara itu, Benny terlihat berada di sampingnya.
"Ckckck ... Lain kali, jangan ngilang lagi. Gue ngeri tahu nggak, ngeliat elo kesurupan!" seru Benny sembari mencemberutkan bibirnya.
"Oh, sorry," sahut Dewa sembari memegangi kepalanya yang sedikit terasa pusing.
"Emangnya, gue habis ngapain?" tanya Dewa.
"Lo nggak ingat? Elo tuh tiba-tiba ngilang. Dan waktu udah ketemu, lo malah kesurupan!" sahut Benny. Dewa terdiam sejenak. Sejujurnya, ia sama sekali tak ingat dengan kejadian itu. Yang ia ingat hanyalah ia menemani Benny di kampusnya.
Beberapa saat kemudian, Dewa teringat dengan Amor. Tidak, lebih tepatnya, ia ingat dengan bayangan kejadian yang menimpa gadis itu.
"Ben, Amor di mana?" tanya Dewa.
"Oh, Amor lagi beli makanan. Bentar lagi juga ke sini," sahut Benny.
Dewa pun berdiri dari tempat tidurnya dan mengambil kunci motor, helm, serta jaketnya.
"Eh, lo mau ke mana?" tanya Benny.
"Mau nyusul Amor," sahut Dewa.
"Hah? Tapi kan lo masih belum sehat betul!" seru Benny. Namun, Dewa mengabaikan ucapan laki-laki itu. Benny pun menghampiri Dewa.
"Wa, please, gue ikut ya? Jangan biarin gue di sini sama Belle, please?" pinta Benny. Dewa mengembuskan napas panjang, ia pun menyetujui permintaan Benny dan berangkat bersama-sama menggunakan motor Dewa.
*****
Dewa dan Benny berboncengan mengelilingi jalanan di sekitar rumahnya selama beberapa menit. Mata Dewa melihat ke arah kanan dan kirinya dengan tajam untuk mencari keberadaan Amor.
"Emang lo tahu di mana Amor?" tanya Benny.
"Yang jelas, dia nggak jauh dari sini," sahut Dewa.
Beberapa saat kemudian, Dewa melihat Amor dari belakang yang tengah mengendarai motor. Gadis itu terlihat tengah didekati oleh pengendara motor lainnya yang berboncengan.
"Itu kan Amor!" seru Benny. Dewa melihat dengan jelas bahwa orang yang dibonceng itu mengeluarkan sebilah pisau.
"Ben, lo pegang setir motor gue sekarang, kita harus di samping Amor!" seru Dewa.
"Tapi kenapa?" tanya Benny.
"Nggak usah banyak tanya! Cepat!" seru Dewa dengan sedikit marah. Benny pun menuruti permintaan Dewa untuk memegang setir tanpa menghentikan motor. Sementara, Dewa berdiri pada kedua tumpuan kaki sembari melepaskan helm yang ia kenakan.
Disaat pria pembegal itu hendak menyerang Amor dengan pisaunya, Benny menambahkan kecepatan hingga mereka bisa berada di samping Amor. Tanpa ragu, Dewa pun memukulkan helm yang ia pegang ke wajah pria begal yang hendak menusuk Amor hingga pengendara motor berboncengan itu terjatuh.
Benny menghentikan motor Dewa. Begitu juga dengan Amor yang terlihat bingung dengan yang baru saja terjadi. Dewa pun turun dari motornya dan menghampiri gadis itu.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Dewa yang terlihat sangat mengkhawatirkan gadis itu. Amor pun menganggukkan kepalanya.
"Aku nggak apa-apa. Tapi ini ada apa?" tanya gadis itu. Dewa mengembuskan napas dengan lega. Ia pun memeluk gadis itu dengan erat.
"Aku pikir, aku bakalan kehilangan kamu," gumam Dewa. Amor pun tersenyum dan membalas pelukan Dewa.
"Udah aku bilang kan? Aku nggak akan ninggalin kamu ..."
***** TBC *****