webnovel

Aku Mencintaimu

"Gadis tadi, jika dia pacarmu, syukurlah jika aku memutuskan hubungan denganmu. Lelaki yang tak setia sepertimu memang seharusnya aku jauhi. Dasar tak berguna!" desis Lathia.

Sean langsung melirik ke arah Lathia. Apa ia tak salah dengar? Sejak kapan Lathia jadi gadis sarkas seperti itu?

"Apa yang kau bicarakan? Aku sama saja dengan dirimu, menerima diriku di saat kamu menjalin hubungan dengan Crish," sindir Sean tersenyum miring. "Lagi pula, apa benar itu adalah dirimu? Sejak kapan kamu jadi berani berbicara seperti itu padaku?" Sean tak habis pikir.

Lathia tak menjawab. Ia hanya menatap Sean dingin. "Lathia yang manis dan lugu seperti dulu, sudah tak ada. Aku berbeda sekarang, aku bukan gadis lemah lagi. Dan aku, tak akan sembarangan bertindak mengkhianati Crish lagi," tekan Lathia menegaskan. "Semoga kamu bahagia dengan pacarmu. Malam ini, sungguh keputusan yang tepat aku mengakhiri hubungan rahasia ini. Oh, ya. Tolong kembali-lah ke dalam, dan mana pacarmu itu, hey?" lanjut gadis itu.

"Bukan urusanmu," jawab Sean cepat.

"Ya, sudah." Lathia menyerah.

Selanjutnya, Lathia berbalik badan dan beranjak pergi dari sana, meninggalkan Sean sendirian. Sean lalu menatap punggung Lathia yang semakin menjauh, ia menatapnya lekat, sembari berpikir tentang sikap Lathia barusan.

Lathia dulu adalah gadis pemulu, yang sangat manis dan baik hati. Bahkan menatap Sean dengan tatapan tajam seperti tadi saja, Lathia tak pernah berani. Mungkin, karena tak bertemu beberapa tahun, gadis itu jadi berbeda.

Tidak, Sean hanya tak bisa merasakan perkembangan gadis itu saja. Ia lalu tersenyum kecil. "Perubahan sikapmu yang seperti itu, justru membuatku semakin menyukaimu. Tunggu saja, akan ada saat di mana aku berhasil merebutmu dari kakakku. Meskipun aku sangat menyayangi kakakku, tapi apa yang aku inginkan, akan aku perjuangkan!"

***

Pagi sekali, sekitar jam lima pagi, Asya sudah berlari kecil, keluar dari area rumah besar milik Pak Arman Alexander Sanjaya, yang tak lain adalah majikan ibunya. Sisa pesta semalam membuat Alma sibuk membersihkan rumah bersama pelayan lain, sementara itu, Asya belum berbaikan dengan Alma.

Asya tak ingin mengganggu ibunya. Karena itu sekarang Asya sudah siap dengan seragam sekolahnya, tas miliknya sudah melekat di bahu dengan beberapa buku tebal di tangannya.

"Huft ...." Gadis itu menghela nafas panjang, ia berlari secara sembunyi-sembunyi barusan, mungkin terlalu pagi ia keluar. Sampai-sampai udara yang keluar dari rongga pernafasannya menimbulkan uap, jelas sekali perbedaan suhu udara tubuhnya dengan udara sekitar.

"Aku lapar, sebaiknya mampir ke cafe terdekat," gumam gadis itu, sembari menutup pagar rapat-rapat. Saat Asya berjalan ke arah kiri, hendak menyusuri jalanan komplek untuk menemukan cafe, seorang lelaki juga datang dari arah berlawanan.

Lelaki itu tengah berlari kecil dengan handuk yang menggantung di lehernya. Asya langsung menghentikan langkahnya tiba-tiba, maniknya melotot.

"Lelaki itu ...? B-bukannya Crish?" pekik Asya tanpa sadar. Asya mematung di tempat sembari menatap perawakan Crish yang semakin dekat ke arahnya Crish nampaknya tak menyadari keberadaan Asya.

Cukup lama Asya menatap Crish. Tubuh tinggi dan tegap Crish menjadi daya tarik bagi Asya. Ditambah lagi, kaos dan celana olahraga pendek menjadi pendukung ketampanan seorang Crish di pagi itu. Jarak Crish dengan Asya sekitar lima meter, hingga Crish tanpa sengaja melirik ke arah Asya, yang masih menatapnya.

Asya langsung tersentak saat ketahuan tengah menatap lelaki itu. Gadis tersebut refleks berbalik, membelakangi Crish. Crish menghentikan langkahnya dan merasa heran dengan Asya. Namun, sekilas Crish bisa mengenali wajah Asya. Saat ia hendak menepuk pundak Asya untuk memastikan, Asya terlebih dahulu berjalan cepat dari sana, kemudian berlari kencang, meninggalkan Crish sendirian.

"H-hey, tungg—" Teriakan Crish berhenti saat punggung Asya semakin menjauh dari tatapannya. Ia hanya terpaku melihat punggung gadis itu yang semakin mengecil, karena tertelan oleh jarak secara perlahan.

Rambut panjang gadis itu berkibar di udara. Asya terlihat ketakutan, hal itu membuat Crish menghela nafas, ia lalu mengalihkan tatapannya ke bawah. Sebuah buku tebal telah tergeletak di dekat kakinya. Crish membungkuk untuk mengambil benda itu.

'Buku PR : Asyara Hemalia.'

"Apa ini milik gadis barusan? Asyara? Tapi ... dia mirip Lia yang dikenalkan oleh Sean kemarin," gumam Crish bermonolog. Crish lalu membuka buku tersebut, ada beberapa catatan tentang pekerjaan rumah serta nilai, jangan lupa terdapat nomor telpon yang berada di halaman terakhir buku.

"Sepertinya, aku harus mengembalikannya," simpul Crish.

***

Tap! Tap! Tap!

Langkah kaki Asya bergerak dengan cepat, menciptakan suara dentuman saat sepatunya berbenturan dengan aspal. Tungkainya terus terayun, ia lalu berbelok, entah ke mana Asya berlari sekarang.

Namun, saat berbelok, Asya tak memperhatikan jalannya, hingga gadis itu bertabrakan dengan seseorang yang langkahnya berlawanan dengannya.

BRUGH!

"AW!" Asya memekik kecil saat kepalanya membentur tubuh seseorang itu, ia lalu ambruk ke atas aspal.

"Sakit!" Asya mengerang kecil, sembari berdesis.

"Oh, kau," ucap seseorang itu.

Asya langsung terhenyak saat mendengar jenis suara lelaki itu. Suara yang tak asing, Asya lalu mendongak, ia mendapati Sean tengah berdiri di depannya, dengan kaos putih dan celana training hitam yang ia kenakan. Mirip seperti Crish tadi.

Sean menatap Asya tanpa ekspresi, dingin. Berbeda saat kemarin ketika Sean berpura-pura menjadi kekasih Asya.

"Kau Lia, ya," ungkapnya lagi, tanpa berniat membantu Asya.

Asya tak menjawab dan hanya bangkit sembari menepuk-nepuk rok-nya yanga agak kotor. "Lia hanya samaran. Namaku Asya," jelas Asya singkat.

"Hm, begitu? Ya, aku tak peduli, sih." Sean nampak tak acuh, hal itu membuat Asya berdesis kesal. "Oh, ya. Terimakasih untuk malam kemarin, aku terbantu," lanjutnya.

Hanya anggukan kecil yang Asya berikan. "Dan kertasnya?" tanya Asya. Ia menyodorkan telapak tangannya pada Sean, menagih janji lelaki itu. "Kamu bilang akan mengembalikannya, karena itu adalah alasan kenapa aku menerima ajakanmu," pintanya menatap Sean serius.

Sean terdiam, menatap tepat ke retina Asya. Manik lelaki itu menelisik manik gadis tersebut. Retina yang cantik, terdapat banyak cahaya keceriaan yang terpancar dari manik milik Asya. Jangan lupakan samar-samar make up masih tersisa di wajah gadis itu.

Asya mengerutkan keningnya saat Sean malah melihatnya tanpa mau menjawab pertanyaannya. "Hey, kamu denger tidak? Kembalikan kertas yang kau bawa itu? Kamu sudah janji padaku, 'kan?!" tekan Asya gemas.

"Sean! Namamu Sean, 'kan? Kenapa kamu hanya diam saja? Aku—"

"Aku mencintaimu," potong Sean cepat.

Asya langsung bungkam, beberapa detik Asya terlihat kebingungan, seolah perkataan Sean barusan sulit untuk dipahaminya untuk waktu yang singkat. Namun sesaat kemudian, Asya langsung terbelalak. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang, apa Asya tak salah dengar?

"Ap—apa? Apa kau bilang?" Asya tak percaya.

Sean hanya terdiam sembari menatap tepat ke manik Asya. "Aku mencintaimu," ulang Sean pelan.

***

~Bersambung~