webnovel

Bab 3. Bagaimana?

Esok Paginya, terik matahari telah tinggi menyinari sekeliling kamar penginapan pada dua manusia yaitu Aliando dan Prilly. Saat ini posisi Prilly tidur tanpa ada selimut menutupi tubuhnya. Sedangkan Aliando malah enak tidur dengan selimut tebal dan tempat tidur yang empuk.

Lalu beberapa selang kemudian suara ponsel terdengar sangat berisik oleh Aliando. Aliando yang tengah asyik bertualang di dunia mimpi harus terusik oleh keributan pada suara alarm di ponsel entah milik siapa.

Dengan malas dia membuka kedua matanya mencari ponsel miliknya. Tetapi yang dia lihat bukan ponselnya mempunyai suara yang berisik itu. Dia pun bangun dengan rasa malas mencari sumber suara berisik itu ternyata sumber itu berasal dari milik gadis remaja yang tengah tidur seperti sapi.

Aliando turun dari tempat tidurnya, dia meraih ponsel dibalik tubuh gadis remaja itu kemudian dia mematikan suara berisik itu. Lalu, Aliando meletakkan kembali ponselnya seperti semula. Beberapa detik kemudian ponsel itu kembali berisik lagi. Aliando seperti mendapat dunia neraka dia menggeram ingin rasanya membanting ponsel jahanam itu lempar keluar dari kamarnya.

Gara-gara ponsel sialan itu pula kedua mata Aliando tidak bisa lagi untuk memejam. Dia pun segera masuk ke kamar mandi dan menyegarkan seluruh badan yang lelah itu.

Beberapa menit kemudian, Aliando keluar dari kamar mandi tersebut. Dilihat jam ponselnya masih pagi, masih ada waktu untuk bersantai-santai. Dia pun bergegas keluar untuk olahraga sementara gadis yang tertidur seperti sapi itu tidak dipedulikan olehnya.

*****

Satu jam kemudian, Aliando kembali dari Joging'nya. Aliando melihat jam tangan miliknya di nakas. Sudah hampir jam 10 pagi. Prilly belum juga bangun. Aliando membiarkannya. Mungkin Aliando berpikir Prilly tukang tidur.

Tidak lama kemudian, Aliando kembali lagi. Dia tadi habis keluar beli beberapa makanan untuk di isi perut. Dia duduk di tempat tidurnya sambil membuka bungkusan. Melirik sebentar melihat Prilly masih juga belum juga bangun.

Merasa waswas dan khawatir, Aliando turun dari tempat tidurnya, kemudian mendekati Prilly.

"Hei! Bangun!" Aliando mencoba membangunkan Prilly dengan cara memukul pipi gadis itu.

Tak berselang lama Aliando merasa sesuatu yang hangat dan keringat dikening gadis itu. Di lihatkan wajah Prilly sangat pucat dan berkeringatan.

Nafas Prilly naik turun tidak beraturan, Aliando segera mengangkat tubuh Prilly di pindahkan ke atas tempat tidurnya. Di selimuti Prilly terlebih dahulu. Kemudian Aliando menelepon dokter.

Lalu Dokter datang dan langsung memeriksanya. Aliando menunggu dokter menanganinya. Setelah selesai, dokter itu memberikan resep pada Aliando untuk di tembus.

"Dia hanya gejala Flu saat suhu udara AC terlalu dingin dan sepertinya gadis ini memiliki asma. Jadi obat ini bisa anda beli di apotek terdekat, kalau begitu saya permisi," jelas Dokter itu. Aliando menerima resepnya. Kemudian mengantar dokternya sampai di depan pintu.

****

Prilly membuka matanya, kemudian dia bingung sejak kapan berada di tempat tidur. Aliando baru saja dari apotek membeli obat dari dokter memeriksanya.

Prilly bangun dari tempat tidur, di sana Aliando mencegahnya untuk berbaring kembali ke tempat tidurnya.

"Kamu tidur saja di sini," ucap Aliando.

"Tapi, Om ..." kekeh Prilly.

"Kenapa aku bisa di sini, Om. Om yang pindahi aku, ya?" Prilly mencoba mengingat.

Aliando tidak menjawab, dia membuka bungkusan makanan yang memang ia beli. Prilly menatapnya terheran - heran.

"Om ..." panggil Prilly.

Aliando berdiri lebih memilih duduk di sofa.

"Makan saja dulu. Setelah itu minum obat ada di meja sana," ujarnya datar.

Prilly menoleh arah meja di sebelahnya, ada beberapa obat. Dia masih bingung, sebenarnya ada apa sih dengannya, pikirnya.

"Om ... Memang obat apa?" tanya Prilly,

"Obat kamu," jawabnya singkat.

"Obatku? Aku nggak sakit, kok beli obat?" tanyanya lagi.

"Sudah di minum saja nggak usah bawel. Nanti malam kamu tidur di sana. Aku tidur di sini," jawabnya datar tanpa ada ekspresi senyum atau bagaimanalah.

"Tapi ..."

"Aku bilang tidur, ya, tidur. Nanti kamu sakit lagi, aku yang repot," ucapnya kemudian.

Prilly terdiam, Sakit. Di lihat bungkusan obat, sama seperti obat yang di berikan oleh Jo.

Apa asma ku kambuh lagi. batinnya dalam hati.

Prilly menyuap beberapa sendok bubur ke mulutnya. Sepertinya dia memang benar-benar lapar banget. Setelah itu, Prilly membuka bungkusan obat di masukan ke mulutnya lalu lanjut meminum air putih segelas.

Tidak lupa Prilly membuang bungkusan ke tong sampah. Di sana Aliando duduk sambil memainkan mainannya yaitu laptop di pangkuannya. Prilly ingin mendekati, tapi ia ragu. Aliando masih fokus pada laptop-nya. Prilly duduk di sampingnya kemudian membuka ponselnya. Di lihat panggilan lima kali tidak di jawab.

"Apa!!" pekik Prilly spontan membuat Aliando menoleh sejenak.

Prilly segera menelepon tapi pulsanya tidak mencukupi. Dia kemudian menoleh arah Aliando.

"Eh ... Om ... Boleh pinjam ponselnya. Mau telepon teman. Sebentar saja. Pleasee ..." Prilly memohon agar di pinjam.

Aliando meminjamkannya, sebenarnya ia ragu. Setelah itu, Prilly sedikit menjauh dari tempat duduk lelaki itu. Aliando terus memperhatikan gerak-gerik gadis remaja itu.

"Jo ... Ini aku, Prilly. Sorry ponselku kehabisan pulsa. Gimana di sana enak nggak?" tanya Prilly di seberang telepon.

"Enaklah, kamu ke mana saja. Kenapa nggak datang. Banyak bule di sini. Ramah banget malahan. Nyesel kalau kamu nggak datang," jawab Jo di luar telepon.

"Gimana aku mau ke sana. Sedangkan Pasport aku sudah di blacklist. Gara-gara aku terlambat masuk. Belum lagi aku sembarang menuduh orang," ucap Prilly menyesal.

Aliando memperhatikan sikap gadis itu, apa yang dibicarakan telepon itu.

"Apa?! gila kamu ... Kamu ngomong begitu. Nggak nyangka, kamu bisa senekat ini. Kenapa kamu nggak pulang saja ke rumah? Mereka pasti khawatir sama kamu," ujar Jo membujuk agar prilly bisa pulang lagi ke rumah orang tuanya.

"Aki nggak bakal pulang. Kalau mama dan papa masih jodohi aku sama Kakek – kakek," ucap Prilly memelankan suaranya.

"Eh ... Jo. Sudah dulu ya. Ini bukan ponselku kasihan malah bengkak pulsanya. Nanti kabari aku, ya." Sudahi Pembicaraan bersama Jo.

Prilly mengembus napasnya panjang. Membayangkan orang tuanya masih ngotot jodohi pria berkumis. Kalau bukan cara nekat kabur, pinjam uang sama temannya yang bernama Jo ikut menyusul ke New York. Tapi, nasibnya naas harus di blacklist dari bandara.

Prilly mengembalikannya ponselnya kepada Aliando, Aliando menerimanya. "Makasih," kata Prilly.

Lalu duduk di samping Aliando lagi. Prilly menculik pandangan di laptop milik lelaki itu.

"Om ... punya bisnis perusahaan, ya?" tiba-tiba Prilly bersuara selama beberapa menit sunyi.

"hmm ..." lenguhnya

"Tapi, bukannya Om, kapten Pilot?" tanya Prilly lagi.

"...... "

"Jadi pilot itu susah nggak sih, Om," lanjut lagi.

"......"

"Sepertinya enak ya, Om. Jadi Pilot apalagi pramugari. Bisa jalan-jalan kelilingi dunia. Aku kapan, ya, Om. Om ... Aku mau curhat boleh?" tanya Prilly.

Masih tidak ada jawaban dari Aliando. Prilly mulai bercerita, ini tentang dirinya. Bagaimana jadinya ia menerima perjodohan yang bukan keinginannya.

"Om, pernah di jodohi sama orang tua sendiri nggak?" curhat Prilly mulai bercerita.

"Tidak."

"Om, tahu nggak. Kenapa aku lebih memilih kabur dari rumah. Daripada di jodohi oleh orang tua yang bukan dasar keinginan sendiri. Aku tahu, orang tuaku pengin aku itu bahagia. Tapi, Om rasa nggak, perjodohan itu bukan sekedar janji. Tapi, sekedar penjualan. Aku mau di jual sama orang tua sendiri karena banyak hutang di mana-mana." Cerita Prilly membuat Aliando menghentikan aktivitasnya.

Mendengar curhatan Prilly membuatnya teringat masa traumanya. Dia juga pernah di jodohi, tapi semua berakhir karena wanita yang pernah ia cintai lebih memilih hartanya daripada cinta. Sehingga membuat Aliando benci terhadap wanita mana pun.

****