"Tetep aja, jarang pulang, kan? Sampek enggak tahu abangnya mau nikah," sahut Radit santai sambil menoel hidung kecil Abel dengan gemas.
Tak berlangsung lama, tawa mereka pun pecah. Saling tertawa bahagia satu sama lain. Radit yang mulai merengkuh Abel dalam pelukannya. Mengacak pelan rambut Abel sambil mengkondisikan candaan yang masih terasa. Tak sadar, senyum Bella pun ikut terangkat.
Merasa bahwa hubungan mereka memang sangat terlihat dekat. Abel yang dirinya tahu memang mudah mencairkan suasana. Di sandingkan dengan Radit yang memang dirinya masih belum tahu tentang sifat suaminya ini. Tapi Bella melihat jika Radit sangat baik jika di depan Abel sekarang.
Tak sadar, dalam lamunan Bella yang sedari tadi ikut merasakan hangat dari perbincangan mereka, satu tangan kekar berhasil menyadarkan lamunannya.
Menarik tubuh Bella dengan cepat dan menubrukkannya pada sisi badan Radit yang masih kosong. Kedua tangan yang saling membekap 2 perempuan yang berbeda. Bella masih terkejut dengan tindakan suaminya.
"Jangan jauh-jauh dariku. Yang jadi istriku itu kamu, bukan adikku," bisik Radit membuat Bella terkejut.
"Cie-cie, yang sudah sah mah beda ya, Bang!" canda Abel yang langsung melepaskan bekapan Radit dari dirinya.
Melenggang kabur dan tak ingin menganggu Radit dan Bella untuk saling bersama. Lebih memilih mencari kesibukan lain dan memastikan bahwa acara abangnya ini bisa berjalan dengan lancar. Bella terkekeh kecil melihat Abel yang selalu terlihat kekanak-kanakan.
Tak lama mereka menyambut para tamu sambil saling berjabat tangan. Berfoto bersama rekan-rekannya yang telah hadir dalam acara pernikahannya. Berbincang sebentar kepada pada pekerja Chateringannya yang hanya bercanda gurau. Bella pun merasa ada yang mengganjal sekarang.
"Radit," panggil Bella mendekati sang suami.
"Apa?"
"Aku mau ke belakang dulu, ya? Kebelet, nih. Kamu aku tinggal di sini, enggak papa, kan?"
"Yaudah, pergi aja sana."
Bella mengehmbuskan napasnya berat. Berusaha ramah agar Radit juga bisa bersikap sama kepadanya memang tak semudah yang dirinya harapkan.
Dirinya yang sedari tadi juga memikirkan Radit setiap hendak meninggalkan ke tempat lain. Khawatir nanti Radit jadi kesepian atau yang lainnya. Tak enak hati jika Radit juga merasa tak nyaaman. Ternyata Radit tak sepeduli itu kepadanya.
"Aku pergi dulu, ya?"
Melenggang pergi menjauhi panggung pelaminan. Menuju ke kamar kecil yang berada di dalam rumahnya. Dengan gaun yang begitu besar dan berat. Tak lupa ekor yang telah menjuntai panjang. Memang sedikit membuat Bella sedikit kesusahan dalam berjalan.
Hingga selesai dirinya dari kamar kecil. Dan sekarang berganti mencari keberadaan dang ibunda. Entah di mana bunda dan ayahnya sekarang berada. Bella kesulitan menemukan mereka.
"Kamu cari siapa, Bell?" tanya Edo dari arah belakang yang kembali mengejutkan Bella.
"Sini aku bantuin kamu."
"Eh?"
Edo yang melihat Bella sedikit kesusahan dalam mengurus gaunnya. Memegangi dan menyingkirkan hal yang mengganggu jalannya. Entah Bella tak tahu apa yang sekarang dirinya rasakan, tapi dirinya sungguh gugup.
Melakukan tindakan langsung tanpa basa-basi memang kebiasaan Edo sejak dulu. Terkejut dengan kedatangannya juga sering Bella rasakan. Tapi kali ini, Bella lebih terkesan canggung jika bertemu Edo.
"Enggak usah, Do. Aku bisa mengatasinya sendiri kok."
"Udah, diem aja. Aku cuma pengen bantu kamu.
Kamu nyari siapa?"
Karena Edo yang masih bersikeras untuk membantunya menemukan orang yang sedari tadi dirinya cari. Dengan posisi Edo yang memegangi gaun. Bella yang juga tak enak hati jika membuat Edo terlalu lama menunggu. Dirinya pun mengatakan bahwa Bella sedang mencari sang bunda.
Edo tahu di mana bundanya berada. Bersama dengan ayah juga sedang berada di sana. Bella yang sedari tadi mengikuti arah langkah Edo menuju tempat yang di maksud, hanya diam seribu bahasa.
Memang tak seperti biasa dirinya begitu diam jika dengan Edo. Orang yang selalu bisa membuatnya jadi pribadi sendiri, berbicara sesuai unek-uneknya. Tapi, Bella tak tahu mengapa sekarang sungguh merasa canggung.
"Makasih ya, Do bantuannya. Aku mau ke Bunda dulu," pamit Bella saat sudah menemukan bunda dan ayahnya.
"Oke, sama-sama. Aku juga pamit dulu kalau gitu, ya?"
"I ... iya."
Setelah Edo berhasil pergi dari pandangan, di saat itulah Bella mulai bisa bernapas lega. Merasa pasokan oksigen baru sekarang datang dan memberikan kesegaran tersendiri. Pelipisnya yang sedari tadi basah, juga seakan telah mengering memberikan kenyamanan. Huft ... ternyata sebegitu pengaruhnya Edo dalam kehidupannya sekarang.
***
Hari sudah berganti malam. Prosesi resepsi pun juga telah selesai sekitar dua jam yang lalu. Radit dan Bella sekarang berada di sebuah hotel yang sengaja suaminya pesan untuk hari ini.
Bella tak tahu mengapa Radit lebih memilih untuk menginap di hotel saja dari pada di rumahnya. Apakah karena rumahnya yang termasuk kecil menurut Radit atau yang lainnya. Bella sungguh tak paham.
Menepis segala keragunan atau pemikiran buruk tentang Radit. Tak ingin hari pertamanya menjadi seorang istri dari seorang tuan Radit di awali dengan hal-hal buruk. Bella hanya milik Radit sekarang, dan dirinya ingin melakukan hal terbaik untuk suaminya.
"Kamu tidur aja dulu setelah ini, enggak usah nungguin aku," titah Radit setelah keluar dari kamar mandi. Wajahnya yang sudah segar. Semerbak wangi yang tercuim pada penciuman Bella. Mendekati cermin untuk mengaca sebentar.
"Aku tungguin enggak papa, kok. Kamu mau apa emangnya? Ada kerjaan?" tanya Bella sambil melepas riasannya.
Telah melepaskan gaunnya. Menghapus satu persatu riasan yang sudah lama menempel pada wajahnya. Hendak mandi juga setelah Radit selesai mendahuluinya. Bella di sini juga tak ingin melakukan semuanya sendiri. Seperti tidurpun masa dirinya duluan?
Memutar tubuh menghadap Radit sekarang. Menyaksikan suaminya yang sudah mengenakan pakaian rapi dan wajah yang tampan. Bella sedikit mengerutkan keningnya. Apakah Radit hendak pergi?
"Udahlah, apa susahnya, sih tidur dulu?
Aku mau keluar. Aku enggak tahu pulang jam berapa. Jadi, jangan pernah tunggu aku kalo kamu masih pengen tidur nyenyak."
Meninggalkannya begitu saja keluar dari kamar. Tak mengucapkan kata perpisahan sedikit pun kepada Bella. Menutup pintu sedikit lebih keras. Bella seketika tersentak.
Menatap nanar pintu itu yang barusan keluar seorang pria. Sudah dirinya tunggu-tunggu sekian lama. Hal yang tak pernah Bella bayangkan sama sekali. Di malam ketika sepasang suami istri merasakan hal yang paling bahagia di malam pertama. Tapi tidak terjadi pada dirinya.
Pandangannya seketika jatuh ke tanah. Memahami setiap hal yang telah terjadi pada dirinya. Tentang Radit dan tentang dirinya. Mengingat momen-momen indah yang nyaris tak pernah ada dalam momori Bella sendiri.
Apakah sebegitunya Radit menghindari dirinya? Apakah dirinya terlalu jijik jika harus tidur bersama sekalipun? Apakah dirinya semenyedihkan itu? Hingga Radit lebih memilih pergi entah ke mana, dari pada menemaninya? Apakah hal itu tidak bisa dielak sebentar saja?
Tak sadar dalam lamunannya yang telah jauh berkelana, pandangan Bella teralihkan ketika melihat ada seseorang yang menelponnya. Nama itu?
"Halo?"
"Hai Kak Bella? Gimana? Malam kali ini Kak Bella baik-baik aja, kan?"
"Hah?"
*Bersambung ...