webnovel

Kaki Siapa?

Jangjun mencium wajah Ryushin kecil secara bertubi-tubi. Tidak mampu berucap, Jangjun hanya mampu mendekap tubuh bocah malang itu.

"SHIINNNN!!!" teriak Jangjun sekuat tenaga.

Brugh!!

Jangjun merasakan ada benda empuk dan berbau aneh menyentuh wajah tampannya, kasar.

Membuka matanya, Jangjun terbangun gelagapan. Ternyata baru saja ia dipukul menggunakan bantal bau, entah oleh siapa.

"SHIN! SHIIN! DI MANA SHIN! SHIN TIDAK APA-APA, 'KAN? PERTEMUKAN AKU DENGAN PUTRAKU!" teriak Jangjun histeris.

Grookkk!!

Hanya suara aneh itu yang menyahut. Jangjun merasa merinding tiba-tiba. Apa Jangjun sedang berada di tempat penyembelihan hewan? Kenapa ada suara aneh seperti tadi?

Jangjun melihat sekeliling. Jangjun masih berada di kamar sempit di rumah kontrakannya, ternyata.

Jangjun sungguh bersyukur karena itu semua hanyalah mimpi kejadian di masa lalu. Jangjun kembali berbaring dan membenarkan selimut. Sekian detik, kemudian Jangjun mendengar suara aneh lagi.

Klap!

Lampu tiba-tiba padam. Petir menyambar begitu kencang. Kilatan cahayanya menembus kamar Jangjun melalui cela-cela jendela.

Rasanya selimut tebal tidak dapat menghangatkan tubuhnya saat ini.

Tiaarrr!!

Suara petir kembali menyambar. Jangjun menggigil ketakutan di balik selimut lusuh yang terdapat ukiran indah pulau di permukaannya. Empat hal yang paling ia takuti di dunia ini, sendirian, ketinggian, petir, wanita dan Ryushin. Sampai pada putranya sendiri pun Jangjun ketakutan.

Iya, memang Jangjun itu adalah seorang yang penakut. Bahkan, terkadang Jangjun takut pada bayangannya sendiri.

Grooogghh!!

Lagi-lagi suara aneh itu kembali terdengar. Apa itu arwah korban pembunuhan yang seperti di tv-tv? Pikir Jangjun.

Belum hilang ingatan tentang drama gore yang Jangjun tonton tadi. Jangjun kembali merasakan perasaan aneh. Telapak kaki tidak tahu punya siapa, sudah berada tepat di leher Jangjun saat ini.

Tubuh Jangjun membeku. Kamarnya gelap gulita. Jangjun tidak mungkin berteriak minta tolong pada Ryushin, his son.

Paling-paling, Jangjun malah akan ditertawakan oleh putranya itu, karena takut hantu.

Tapi yang berada di leher Jangjun itu kaki siapa? Apa mungkin kaki korban mutilasi, yang terjadi di kampungnya kemarin.

Bisa saja korban itu menaruh dendam pada Jangjun. Soalnya, Jangjun sengaja mengucurkan perasan air jeruk nipis pada darah yang sudah menghitam, kemarin. Tepat di tempat terjadinya mutilasi.

Tidak ada niatan khusus. Jangjun hanya ingin membuktikan kalau rumor arwah akan kesakitan jika bekas darahnya diberi air jeruk nipis itu tidak benar.

Ah, suka-suka Jangjun sajaah. Tidak akan ada yang bisa mengerti segala tindakan aneh ayah muda penggila Porroro ini.

Kini rasanya dada Jangjun tiba-tiba sesak memikirkan itu semua. Jangjun takut jika roh orang mati itu tiba-tiba bergentayangan dan mendatangi Jangjun. Lalu, membunuh Jangjun saat ini juga.

Klap!

Lampu kembali menyala, tapi mata Jangjun tetap menutup. Tak mampu melihat kenyataan jika benar ada hantu yang ada di kasurnya.

Diesh!

Jangjun merasakan kaki tadi mulai menyerangnya. Kaki itu menendang tepat dagu runcing Jangjun. Jangjun menghela napas dengan susah payah. Ia berusaha mengumpulkan semua keberaniannya untuk melawan hantu tersebut.

Jangjun memusatkan kekuatannya pada lengan. Ia berdiri. Ditariknya dengan keras kaki bau tadi hingga ke atas. Matanya terbelalak melihat siempunya kaki.

"SHIINNN! ANAK SIALAN! KENAPA KAU TIDUR DI KAMAR PAPA, HAH?" bentak Jangjun sambil menendang pantat Ryushin, kasar.

Ryushin hanya menggeliat sambil menggelinding ke lantai. Iya, mereka tak punya ranjang memang. Hanya kasur lantai yang menjadi tempat tidur mereka. Namun, lebih daripada itu, kasur Jangjun memang lebih empuk dan tebal dibandingkan kasur Ryushin. Kamar Jangjun juga ada plafonnya, jadi lebih hangat dari pada kamarnya Ryushin yang bahkan tidak punya daun pintu dan daun jendela.

Jadi, angin di kamar Ryushin itu terasa seperti angin di pantai. Sangat kencang. Mungkin itu juga yang menyebabkan Ryushin ingin mengungsi ke kamar papanya.

Dasar Jangjun itu orang tua yang egois memang! Bahkan, Ryushin lebih suka tidur di sofa pemberian tetangganya selama ini.

"SHIN! BANGUN! CEPAT KEMBALI KE KAMARMU!" bentak Jangjun, kembali. Dia masih terus menendang-nendang pantat Ryushin.