ANA POV
Anatashia Sandhy Nugroho, itu namaku, wanita yang saat ini duduk tegang didepan laki-laki paruh baya yang masih tampak gagah yang tidak lain adalah Papaku.
Bukan main,
Katakan padaku apa yang lebih buruk dari Ibu tiri dengan dua anak hasil dari perkawinan sebelumnya? Tentu itu sudah jauh lebih buruk dari kegagalanku masuk ke agency model bergengsi keinginanku.
"Pah, janda dua anak?" Tanyaku tak percaya, apa sih yang difikirkan papaku itu, baiklah papa masih cukup mampu untuk menikah lagi membangun pernikahan yang dulu pernah dia lakukan dengan almarhum mama, tapi janda dua anak.
Malaikat pun tahu seberapa manja, nyaman dan sempurnanya hidupku menjadi anak satu-satunya tanpa saudara, sehingga sepanjang hidupku hingga umurku ke 23 tahun aku tidak diharuskan untuk berbagi pada siapapun.
Tapi pernyataan mengejutkan papa berpotensi menghancurkan hidup tenangku.
"Dia orang yang baik Ana, cinta pertama papa." Sahut papa lirih.
Oh ayolah pah jangan gunakan senjata wajah memelas itu.
"Aku tahu pah, tapi janda dua anak. Kenapa papa tidak mencari janda tanpa anak atau bahkan gadis." Tanyaku berusaha setenang mungkin.
"Papa tidak berniat untuk menikah lagi, kamu tahu dengan jelas fakta itu."
Ya betul, aku tahu fakta itu,
Setelah sepanjang hidupku tidak ada sosok mama, aku tidak pernah mendengar mengenai papa menjalin hubungan dengan siapapun, dia bahkan tidak pernah meminta dengan sefrontal ini untuk menikahi seseorang, ini pertama kalinya Papa bertanya mengenai seseorang yang mungkin akan menggantikan tahta mama dirumah Nugroho.
"Papa mengerti apa yang kamu takutkan, dia sepandan dengan kita Ana. Dia sama seperti papa, memiliki bisnis properti di Bali, dia independent women dia tidak berniat untuk mengambil sedikit pun milik papa. Kami hanya tidak sengaja bertemu lagi dan kembali merasakan apa yang kami rasakan dulu."
Papa meraih tanganku, menghelusnya singkat, "kamu tidak perlu khawatir jika kamu mau, dia tidak merasa keberatan untuk melakukan perhitungan harta sebelum pernikahan."
Setidaknya bukan karena uang, ada rasa lega didalam diriku, ayolah aku tidak takut jatuh miskin mengingat seberapa banyak harta yang Papa wariskan padaku, hanya saja Papa sudah cukup tua untuk dikhianati atau dimanfaatkan.
Aku tidak mau ada drama-drama perebutan harta waris nantinya.
Selanjutnya, anak dari calon papa.
"Lalu bagaimana anaknya?" Pertanyaanku selanjutnya.
"Sebelumnya Mama Yuli menikah dengan Pria asal Prancis yang menetap di Amerika dan memiliki 2 anak laki-laki, Eder dan Earl. Eder masih di California dengan Ayah-nya dan Earl di Bali dengan Yuli, Eder baru selesai study-nya, Eder juga sibuk mengurus bisnis Clothing Brand miliknya sendiri dia anak yang mandiri, sedangkan Earl ia baru mau lulus SMA."
Jadi blasteran, ok. Pertanyaan selanjutnya, pertanyaan seribu dolar yang mungkin akan menjadi kunci hatiku.
"Apa papa mencintainya?" Aku mencoba mempekakan segala inderaku untuk mendeteksi apa yang papa rasakan didalam lubuk hatinya.
Mata papa membalas tatapanku dengan lekat, seakan tahu jika aku mencari kebenaran dari mata coklat hazelnya, dengan yakin papa mengatakan, "Ya, tanpa mengurangi hormat kepada mendiang mama, papa mencintainya."
Kebenaran.
Papa sedang jatuh cinta, aku menarik nafas, "Baiklah Papa Nugroho Putra, apapun demi kebahagian Papa." Aku mengenggam tangan papa, "Aku lega, dia tulus mencintai papa dan tidak berniat buruk pada Papa."
Setelah sekian lama, aku kembali melihat senyum tulus Papa yang dulu sempat kufikir pergi terkubur bersama tubuh Mama, "Terimakasih Ana, kamu dan Mama tetap akan ada ditempat khusus hati Papa."
"Aku tahu." Kelegaan yang luar biasa yang aku rasakan saat ini.
---
So far I know, Tante Yuli sama persis dengan yang Papa deskripsikan. Cantik, Elegan, dan Keibuan, mengingatkan diriku pada sosok Mama. Seperti sekarang, Tante Yuli sibuk mengambilkan lauk pauk untuk Papa.
"Ana, mau tante ambilkan?" Tanya Tante Yuli setelah meletakkan piring penuh lauk pauk didepan Papa.
"Gak perlu tante, aku makan salad aja." Tolakku halus, memilih untuk menyantap salah buah dihadapanku, well aku masih dalam masa diet.
Tante Yuli tersenyum, "Aku jadi ingat Earl dan Eder, mereka benci banget sama yang namanya salad, sama sekali gak suka sayuran, sedangkan tante senang banget sama anak muda yang suka makan sayur."
Earl dan Eder calon saudara adik tiriku, mereka masih dalam penerbangan kurang lebih 2 jam 30 menit dari Bali ke Jakarta dan hampir 26 jam dari California ke Jakarta.
"Aku gak pernah punya saudara sebelumnya tapi aku excited untuk ketemu mereka." Sahutku jujur mengenai apa yang aku rasakan.
"Dia mengatakan hal yang sama padaku saat ditelpon, Earl bilang dia tidak sabar untuk bertemu calon kakak perempuan-nya mengingat gimana jahilnya Eder kalau lagi pulang ke Jimbaran." Tante Yuli memulai makan siangnya.
Aku bisa membayangkan bagaimana menyebalkannya punya saudara laki-laki, mengingat sifat jahil dan menyebalkan adalah sifat asli yang tertanam pada setiap laki-laki dipermukaan bumi ini.
"Eder baru akan sampai besok pagi." Tambah Tante Yuli, "Kayanya mereka akan langsung dateng sendiri ke hotel, soalnya tante masih harus siapkan tiket untuk kerabat untuk ke Bali."
Ya, pernikahan Papa dan Tante Yuli akan dilaksanalan di Bali, lebih tepatnya salah satu hotel bintang lima di Jimbaran.
"Nanti biar Ana aja yang jemput mereka tante, kan kasihan juga Eder kalau masih harus cari angkutan sendiri buat ke hotel, Amerika-kan jauh, pasti dia capek." Sahutku, ya aku gadis yang baik walaupun kadang egois tapi aku tahu bagaimana caranya bersikap welcome terhadap orang lain.
"Beneran nih gapapa? Kamu gak ada kuliah?" Tanya Tante Yuli melirik Papa sekilas.
"Gak ada kok Tante, aku habis semesteran jadi masih libur."
"Ya sudah kalau gitu, terimakasih ya."
"Gak usah sungkan."
Papa tersenyum padaku, sudah lama tidak melihat senyum itu, Papa dia benar-benar bahagia.
—
My Bordeline Step Brother Begin..
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.
Ini pertama kalinya aku post di Web Novel, mohon support kalian :)