webnovel

Mandi untuk yang pertama kali (Maret)

Hari itu langit kelam menyelimuti kota, seperti cerminan perasaan Kahfi yang penuh kegelapan. Ia berdiri di hadapan pintu kamar mandi dengan napas yang tersengal, hatinya berdegup kencang. Segala ketakutan dalam dirinya menyala terang, mengingatkannya pada setiap kegagalan sebelumnya. Tapi di hari itu, ia bertekad untuk mencoba lagi, meski langkahnya begitu ragu.

Kedua tangannya gemetar saat menyentuh keran air. Ia menutup mata sejenak, berusaha mengumpulkan keberanian. Lalu, dengan perlahan, ia membuka keran. Air mulai mengalir dengan pelan, seperti ragu untuk menyentuh tubuh Kahfi yang begitu rapuh.

Kahfi memejamkan mata, merasakan setiap percikan air yang mengenai wajahnya. Air yang begitu dingin membuatnya menggigil, tapi ada juga sensasi yang aneh, perasaan bebas dan ringan yang menyertainya. Ia merasakan betapa tubuhnya perlahan terbebas dari segala beban, seperti terlepas dari jerat ketakutan yang selama ini mengikatnya.

Namun, tak lama kemudian, perasaan itu berbaur dengan rasa malu dan takut. Ia merasa tak pantas berdiri di bawah pancuran air yang menyirami tubuhnya. Tubuhnya terasa terlalu rapuh, tak berdaya menghadapi percikan air yang begitu ringan. Ada rasa malu karena ia merasa seperti anak kecil yang tak bisa menghadapi sesuatu yang sepele bagi orang lain.

Air semakin mengalir deras, semakin meresap ke dalam pori-pori tubuhnya. Ia merasakan sentuhan air yang begitu lembut dan halus, tapi juga seolah menyengat bagai ribuan jarum kecil. Perasaan takut kembali mengintai, menyemai keraguan dalam hatinya. Ia ingin menyerah, ingin keluar dari bawah pancuran air yang begitu menakutkan baginya.

Tapi, di tengah segala ketakutannya, ada suara kecil yang muncul dari dalam hati. Suara itu mengingatkannya pada alasan di balik usahanya untuk melawan ketakutannya. Ia ingin mengatasi rasa takutnya, untuk merasakan kemerdekaan dalam bentuk sederhana seperti mandi di bawah pancuran air. Ia ingin menjadi pribadi yang lebih berani, dan ini adalah langkah pertamanya.

Dengan mata yang masih tertutup, Kahfi memutuskan untuk terus bertahan. Ia ingin merasakan setiap detik momen ini, ingin mengingat betapa berani dirinya di hari ini. Meski langkahnya masih gontai, tubuhnya masih gemetar, tapi ada perasaan lega yang tumbuh di dalam dirinya.

Dan akhirnya, ketika ia keluar dari kamar mandi, tubuhnya masih basah dan kedinginan, ia merasa seperti telah melewati batas yang selama ini tak bisa diatasi. Meski perasaan takut masih bersemayam di dalam hatinya, ia merasa bangga telah mencoba.

Di hari itu, langit masih terlihat kelam, tapi ada sinar harapan yang mulai bersemayam di dalam hati Kahfi. Ia menuliskan perasaannya dalam sebuah catatan, merangkum segala perjuangannya di bawah pancuran air. Meski melankolis, tapi catatannya juga penuh dengan rasa bangga dan harapan.