webnovel

Lelaki Bernama Qin Yuanfeng

Editor: EndlessFantasy Translation

Di puncak gunung itu, burung raksasa itu berdiri tegak memicingkan mata ke arah langit dan memancarkan aura yang membuat siapa saja ingin berlutut.

Ada banyak binatang siluman yang mengunjungi tempat itu untuk memberi hormat kepada maharaja siluman itu. Burung raksasa yang berdiri di puncak gunung itu terlihat merasakan kesepian seperti halnya siapa saja yang berdiri di puncak.

Dia yang tertinggi dan tak tertandingi, yang memandang rendah pada siapa pun di bawahnya. Ia menatap langit, dan merasakan dorongan untuk mendobrak langit untuk melihat apa yang ada di baliknya.

Burung raksasa penguasa langit itu membenci kenyataan bahwa langit terlalu hina dan hancur oleh benturan berulang terhadap kubahnya. Jika burung raksasa itu bisa menembus penghalang itu, alangkah indahnya.

Saat ini, angin yang kencang berhembus ketika sebuah kekuatan siluman yang menakutkan menyembur. burung raksasa itu terus menatap langit, bahkan tidak peduli pada ancaman yang akan datang. Ia seperti seorang penguasa siluman, di matanya hanya langit yang ada. Dia tidak akan lagi mempedulikan siluman-siluman purba lainnya yang muncul di hadapannya.

"Haarrrrrghgh!"

Sebuah raungan murka terdengar bergemuruh, saat tiba-tiba di depan gunung itu sebuah sosok raksasa kira-kira seukuran burung raksasa itu muncul. Bersayap merah, berwajah iblis, sebuah tanduk yang memancarkan ketajaman serta mata yang menggambarkan temperamen yang brutal dan dingin muncul di hadapannya. Ia tidak lain adalah maharaja siluman dari kawasan lain, Naga Tanah Sayap Merah.

Sebagai seekor siluman keturunan salah satu dewa siluman kuno, ini adalah pertama kalinya ia melihat seekor burung raksasa purba.

"Apakah kau pikir kau cukup kuat untuk menyatakan diri sebagai maharaja di wilayah ini?" Sebuah suara yang sangat dingin menghardik. Tubuhnya serupa dengan sebuah gunung kecil, Entah berapa beratnya.

Baru sekarang burung raksasa itu mengalihkan pandangannya ke arah Naga Tanah. Rasa dingin meletus dari mata besar itu dan membuat binatang siluman lainnya gemetar. Bahkan para pengikut Naga Tanah itu membungkuk tunduk ketika merasakan aura yang dilepaskan oleh burung raksasa itu.

"Sebelum dia tiba di sini, apakah dia membunuh para anggota silumanku?" Qin Wentian mempertanyakan.

"Dia tidak melakukannya." Seorang bawahan Qin Wentian menjawab. Setelah mendengar hal itu, Naga Tanah itu meraung, "Maharaja ini tidak bisa diganggu oleh mereka."

Mata burung raksasa itu menekan kepada Naga Tanah itu, saat ia berbicara dengan suara lembut, "Takluk, atau mati."

Naga Tanah Sayap Merah itu bergetar karena amarah, sesaat kemudian, tekanannya dilepaskan dengan sebuah raungan yang menggemuruh saat bumi bergetar hebat. Sebuah kekuatan yang disalurkan dari inti geomagnetik dunia menghasilkan sebuah gempa bumi yang mengguncang daerah tersebut. Puncak gunung tempat Qin Wentian berdiri bergetar hebat, muncul seolah-olah ia akan runtuh setiap saat.

Monster Perang Astral berbeda dengan manusia, mereka dilahirkan dengan kemampuan tertentu di bidang domain tertentu. Untuk Naga Tanah Sayap Merah ini, ia diberikan bakat untuk mengendalikan api dan tanah, dan dapat menyerap energi astral dari rasi bintang dengan dua sifat ini dari kesembilan lapis langit tanpa perlu membentuk jiwa astral dari rasi bintang itu. Itu adalah bakat yang hanya dimiliki oleh para Monster Perang Astral.

Selain itu, kecepatan dan kekuatan Naga Tanah ini sangat kuat. Terutama dalam hal kekuatan, ia melampaui siluman dengan peringkat yang sama dengan dirinya.

Bagi Monster Perang Astral yang lebih kuat, ketika mereka menjadi semakin kuat, ingatan yang diwariskan oleh leluhur mereka akan terbangkitkan, membuat mereka bisa mengakses teknik alami tertentu yang hanya bisa digunakan oleh orang-orang dengan bakat garis darah yang sesuai.

Ketergantungan pada garis darah pada binatang siluman jauh lebih berat dibandingkan dengan manusia. Sebagai contoh, binatang siluman yang kuat, terutama mereka yang merupakan keturunan dari dewa-dewa siluman kuno, semuanya akan dapat berkultivasi di atas suatu kondisi tertentu. Bagi binatang siluman yang lebih lemah, mereka ditakdirkan dari lahir untuk mandek pada tingkat tertentu, tidak pernah dapat menerobosnya kecuali jika mereka menemukan nasib yang sangat baik dan mendapatkan kesempatan yang sangat langka dan berharga untuk dapat mengubah nasib mereka.

Burung raksasa itu memandangi Naga Tanah itu ketika sebuah kekuatan kepatuhan mutlak yang merupakan aura yang dimiliki para maharaja, meledak keluar darinya. Garis darah dari burung raksasa itu membakar, memunculkan sebuah lingkaran cahaya yang hampir bisa diraba yang mengelilinginya. Itu adalah kekuatan darahnya.

Mata Naga Tanah itu menyipit ketika mukanya berubah sangat tidak sedap dipandang. Mengapa burung raksasa ini memiliki garis darah yang kuat yang bahkan dapat menekannya? Apakah leluhurnya adalah salah satu dewa siluman, burung raksasa penguasa langit?

Aura burung raksasa melonjak tanpa keraguan, sebelum akhirnya stabil di puncak Timba Langit. Ia mengembangkan sayapnya, lalu melesat ke angkasa dan menatap Naga Tanah Sayap Merah itu saat sebuah tekanan yang sangat kuat keluar darinya.

Medan kekuatan itu, adalah sesuatu yang akan dihadapi seekor siluman tingkat rendah ketika menghadapi seekor siluman tingkat tinggi. Semacam sebuah penindasan mutlak. Aura itu menyebabkan Naga Tanah itu terguncang keras, tidak hanya kekuatan burung raksasa itu melebihi kekuatannya sendiri, indra para binatang siluman itu memperingatkannya bahwa garis darah dari burung raksasa itu lebih unggul daripada garis darahnya sendiri, pada tingkatan yang sangat tinggi . Seorang yang terlahir sebagai maharaja.

"Aku akan mengatakannya sekali lagi. Takluk, atau mati. "

Kata-kata dingin dari burung raksasa itu serupa dengan sambaran petir tirani yang meledak di dalam benak Naga Tanah itu. Meskipun basis kultivasinya berada pada tingkat yang sama dengan burung raksasa itu, tekanan yang dirasakannya terlalu berlebihan, karena garis darahnya yang lebih unggul.

Jika kita melihat ke dalam mata burung raksasa itu, seolah-olah bisa terlihat bayangan burung raksasa penguasa siluman di dalamnya. Kepala Naga Tanah itu perlahan-lahan turun menyatakan diri takluk, ia tidak berani menghadapi tatapan burung raksasa itu.

Para siluman lain begitu melihat maharaja mereka menyerah, semua merasa sangat terkejut di dalam hati mereka.

"Aku bersedia melayani di bawah perintahmu," Naga Tanah itu berkata, suaranya terdengar seperti gemuruh. Saat ia mengucapkan kata-kata itu, secercah kekuatan terlihat memudar di sekelilingnya. Hati berbagai binatang siluman itu dipenuhi dengan ketidakpercayaan, tetapi segera setelah itu, rasa hormat memenuhi tatapan mereka ketika mereka menatap burung raksasa yang melayang di langit itu. Ketajaman di matanya adalah sesuatu yang tidak mampu dihadapi oleh para binatang siluman lainnya.

Adapun individu-individu yang awalnya tunduk pada burung raksasa itu, semua merasa sangat tersentuh di dalam hati mereka. Ia adalah pemimpin mereka, seorang maharaja siluman sejati. Bahkan sebelum mereka bertarung, Naga Tanah itu sudah mengaku takluk. Betapa menakjubkannya hal itu?

"Karena kau adalah penguasa di suatu kawasan , dan mempertimbangkan fakta bahwa kau tidak pernah membunuh satu pun dari rakyatku ketika kau memasuki wilayahku, aku akan menganugerahkan posisi seorang jenderal siluman kepadamu. Sembilan pemimpin siluman lainnya akan bertugas di bawahmu, dan di masa depan ketika aku tidak berada di sini, kau yang akan memimpin wilayah ini mewakiliku. Namun, kau tetap harus mematuhi aturanku. Mulai sekarang dan seterusnya, para binatang siluman dari kedua kawasan akan bersatu di bawah satu panji, tidak ada di antara mereka yang boleh saling bertarung. Bagi mereka yang melanggar aturan ini, kematian telah menunggu. Apakah kau menerimanya?"

Suara burung raksasa itu terdengar menggelegar, Naga Tanah Sayap Merah itu berlutut sambil mengaum, "Aku, Jenderal Siluman siap menerima perintah Yang Mulia."

"Ambisiku tidak berhenti di sini. Kekuasaan wilayah ini cepat atau lambat akan menjadi milik kalian. Sekarang, tinggalkan aku." burung raksasa itu berbicara tanpa emosi, binatang siluman lainnya bertukar pandang sebelum mundur dari tempat itu. Mereka mengerti bahwa burung raksasa itu memiliki cita-cita yang lebih tinggi, begitu tinggi sehingga mereka bahkan mungkin tidak memenuhi syarat untuk mengikutinya bahkan jika mereka mau.

Tujuannya, berada di luar langit ini.

Naga Tanah itu kembali ke wilayah asalnya, memberi tahu mereka tentang sebuah tatanan dunia baru. Burung raksasa itu kembali ke puncak kuno dan berdiri di sana menatap langit. Seolah-olah ia sudah ada di sana selamanya.

Binatang-binatang siluman di bawah menyaksikannya dengan pasif, mereka tidak akan pernah mengerti kesepian pemimpin mereka, tentang seseorang yang berdiri di puncak.

Dia, yang semula manusia, kini telah menjadi maharaja di dunia siluman.

Waktu berlalu, daun-daun hutan semuanya berubah menjadi warna merah dan kuning yang indah. Jauh di dalam pegunungan itu, dedaunan jatuh dan salju melayang-layang, melukiskan perasaan sunyi menjadi sebuah pemandangan. Binatang-binatang siluman dari dua wilayah besar itu semua memuja burung raksasa itu sebagai maharaja mereka.

Namun, maharaja mereka sepertinya terus-menerus berdiri di sana. Setiap malam, mereka bisa melihat cahaya astral yang cemerlang mengalir turun ke bawah ketika burung raksasa itu menyerap energi astral. Cahaya yang dipancarkannya semakin kontras dan menunjukkan lebih jelas betapa kesepiannya burung raksasa itu yang berdiri di sana sendirian di puncak gunung di tengah malam.

Peri Qingmei tidak muncul lagi, keberadaan Qing'er juga tak diketahui. Satu-satunya pemikiran Qin Wentian sekarang adalah bagaimana menjadi lebih kuat dan semakin kuat.

Di dunia luar, berita tentang Qin Wentian hampir tak pernah terdengar lagi. Sebagian besar percaya bahwa ia sudah mati, bagaimanapun, Aula Kaisar Ramuan tidak pernah muncul untuk membuat pernyataan secara terbuka, yang semakin memperkuat keyakinan teman-temannya bahwa Qin Wentian belum mati.

Di dalam Sekte Bulan Mistis dari Benua Roh, sebuah jubah berwarna hitam menutupi sesosok tubuh yang centil. Jubah hitam berbahan beludru lembut itu menyajikan lekuk tubuh yang memikat itu dengan sempurna. Bai Qing baru saja kembali dari pelatihan di luar dan yang baru ia dengar adalah bahwa Qin Wentian telah mengalami nasib malang dalam pertarungannya di Aula Kaisar Ramuan. Setelah mendengar berita itu, dia tidak menangis, bahkan tidak ada setetes air mata pun yang jatuh. Dia hanya berdiri di sana tanpa bergerak seperti patung selama tujuh hari tujuh malam, terpaku oleh kenyataan itu.

"Adik Qing ...." Di belakang Bai Qing, mata Xiaxue berkaca-kaca saat ia memanggilnya. Namun Bai Qing berdiri di sana bergeming, matanya masih menatap cakrawala.

Angin berhembus menerpanya, menyebabkan jubah kedua gadis itu berkibar.

Awan hitam berkumpul di atasnya, bibir Bai Qing bergetar. Akhirnya, setetes air mata bergulir di wajahnya, hanya setetes air mata saja.

"Gege Wentian, jika kau mati ... Untuk apa aku berlatih seni iblis ini?"

Hati Bai Qing dicengkeram oleh rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakit ini seolah-olah mencabik jantungnya sepotong demi sepotong. Mengapa dia mengabaikan segala resikonya dan terus mengembangkan jalur seni iblis meskipun ada bahaya yang menunggunya?

"Jika kau mati, apa gunanya bahkan jika seluruh Aula Kaisar Ramuan terkubur bersamamu?" Bai Qing bergumam. Sambil menengadahkan kepalanya, ia menatap langit saat wajahnya tampak sangat kusut. Ia tak lagi mengesankan sebuah kecantikan, melainkan, sekarang menyerupai wujud sebuah kegelapan. Matanya berubah dingin dan hitam pekat seolah-olah menjadi mata sejati seorang iblis.

Kekuatan iblis yang mengerikan menyelubunginya, Xiaxue di sampingnya merasakan seluruh tubuhnya menjadi dingin dan menggigil tak terkendali. Dia mundur dengan cepat, tidak ada cara baginya untuk berdiri dekat dengan Bai Qing.

Kekuatan iblis itu terwujud menjadi sebuah niat iblis dan meresap ke dalam tubuh Bai Qing. Kemudian, siluetnya melesat melonjak ke langit dan terbang ke suatu tempat di kejauhan.

"Qing'er!" Xiaxue berteriak, hanya untuk mendengar sebuah suara dari belakangnya. "Biarkan dia pergi, karena dia memutuskan untuk menapaki jalan iblis, kita tidak lagi memiliki kendali atas nasibnya. Sekarang niat iblisnya membumbung tinggi, apakah itu adalah berkah atau kutukan, pada akhirnya akan bergantung pada takdirnya sendiri."

….

Di luar Kota Gunung Iblis, di sebuah lokasi yang selalu berselimut kabut, sekelompok siluet muncul di dalam sana dan berjalan keluar.

Qing'er, pria tua itu dan juga gadis berjubah putih itu berjalan keluar dari sana.

Di dalam area berkabut itu, semuanya terasa tenang. Namun tidak ada yang tahu tentang tsunami keributan yang menyerang di tempat di mana para pendekar sama banyaknya dengan awan, jauh sekali dari sini.

Seseorang telah mencuri Seni Nirwana Abadi! Sebuah perang yang dahsyat meletus, puluhan ribu para pendekar telah terbunuh. Berbagai faksi kekuatan yang berkali-kali lebih kuat dari kekuatan transenden di Xia yang Agung telah jatuh dan menghilang dari muka bumi karena perang itu.

Tidak ada yang tahu tentang asal prahara ini. Tak seorang pun menduga bahwa penyebab sebenarnya adalah karena seseorang di suatu tempat bernama Xia yang Agung yang letaknya sangat jauh, mengatur seluruh perang ini dengan menggunakan nama orang lain.

Qing'er maju, pria tua itu menghentikan langkahnya saat dia memanggil, "Putri."

Langkah Qing'er perlahan terhenti.

"Putri, jangan lupa janjimu pada kami. Hamba tua ini akan membawa orang-orang kita pergi." Sosok tua itu membungkuk dalam-dalam menanggapi anggukan kecil Qing'er. Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya, sedingin biasanya dan mengabaikan keberadaan orang lain.

Beberapa saat kemudian, siluet Qing'er benar-benar lenyap, sementara seorang gadis berjubah putih muncul di samping pria tua itu.

"Bagaimana jalannya penyelidikan itu?" Orang tua itu bertanya.

"Alasan Sang Putri menginginkan seni itu adalah karena seorang pemuda bernama Qin Wentian. Qin Wentian seharusnya telah kalah di Aula Kaisar Ramuan, tetapi sesosok misterius muncul membiarkannya diselamatkan oleh Putri Qing'er." Kata-kata gadis berjubah putih itu menyebabkan lelaki tua itu mengerutkan alisnya. Untuk sesaat, kilatan cahaya yang tajam melintas di matanya, "Marga Qin ...? Mungkinkah dia berhubungan dengan pria itu, Qin Yuanfeng? Seharusnya tidak ada hubungan di antara mereka kan?!"