webnovel

Misteri Sinden Pasar Rebo

Karsih adalah seorang wanita cantik yang memilih untuk menjadikan sinden sebagai profesinya dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Karsih adalah pesinden baru namun dengan keahliannya Karsih berhasil memberikan banyak sekali tepuk tangan juga sanjungan dari banyak orang yang mendengar setiap tembang yang dibawakan. Jelas sekali membuat para pesinden lainnya merasa sangat iri sebab sejak kedatangan Karsih banyak dari kawan-kawan Karsih yang tidak mendapatkan job untuk manggung. Hingga suatu hari sebelum Karsih bernyanyi seorang laki-laki bernama Fajar melihat Karsih sedang berdandan tetapi wajah yang tampak di cermin itu bukan wajah Karsih melainkan wajah seorang wanita yang sangat cantik rupawan wajahnya mirip seperti wajah seorang Ratu. Sejak hari itu Fajar menjadi yakin bahwa Karsih tidak sendiri, melainkan ada kekuatan gaib lain yang menemaninya. Fajar sangat ingin menjaga Karsih karena dia iba kepada Karsih dan juga anak yang saat ini diasuh oleh Karsih. Tapi rasa iba tersebut kemudian diartikan berbeda oleh Pak Broto laki-laki kaya pemilik gudang beras yang berada di kotanya. Pak Broto merasa bahwa Fajar akan mengambil Karsih, itu sebabnya Pak Broto berambisi untuk menyingkirkan Fajar. Pak Broto adalah laki-laki yang hanya menginginkan tubuhnya saja. Pak Broto acapkali mengirimkan hadiah kepada Karsih namun Pak Broto juga seringkali menggoda Karsih. Mampukah Karsih bertahan dengan segala godaan yang datang? Lalu sebenarnya siapa wanita yang ada di tubuh Karsih?

LANINA · Terror
Classificações insuficientes
24 Chs

HADIAH DARI PAK BROTO

Mbak Tina tampak mendekati para pesinden yang sedang sibuk mengganti kostum.

Karsih hanya berdiri mematung melihat mereka. Karsih tidak bergabung bersama mereka karena Karsih tidak ada satupun pesinden yang dia kenal saat ini. Jadi, dia merasa tidak nyaman bila dia tiba-tiba bergabung. Itulah sebabnya Karsih hanya berdiri saja menunggu sampai Mbak Tina selesai membagi honornya karena Karsih akan pulang bersama dengan Mbak Tina.

"Meskipun kalian hanya nyinden beberapa tembang saja tidak seperti biasanya tapi saya tetap memberikan kalian honor sesuai dengan apa yang biasa kalian terima. Ini semua adalah permintaan dari Karsih agar saya tidak memotong honor kalian. Saya berharap jangan ada yang macam-macam, ya!"

Para pesinden itu diam dan menundukkan kepalanya. Mbak Tina sepertinya tahu apa yang sedang mereka pikirkan. Dunia seperti ini, akan ada banyak sekali iri hati dan juga hal-hal buruk yang bisa saja mereka lakukan. Itulah mengapa Mbak Tina memberikan mereka peringatan.

Para pesinden itu diam, tidak ada satupun yang menjawab kalimat Mbak Tina kali ini. Mbak Tina juga tidak mengerti, apakah mereka benar-benar diam karena mereka menerima, ataukah diam mereka karena mereka sedang menyusun strategi?

Bagaimanapun juga Mbak Tina juga pernah jadi sinden sehingga Mbak Tina sangat tahu apa yang biasa dilakukan bila mereka tertimpa iri dan dengki. Sedangkan Karsih tidak pernah masuk di dunia para pesinden. Mungkin Karsih membayangkan mereka sama seperti dirinya sehingga Karsih meminta agar mereka tetap diberikan honor seperti layaknya yang mereka terima.

Para pesinden itu kemudian menjabat tangan Mbak Tina dan pulang. Mereka sama sekali tidak mendekati Karsih dan tidak menyapanya. Hanya beberapa orang yang memegang alat musik saja yang tersenyum kepada Karsih. Mbak Tina memperhatikan mereka sambil menggelengkan kepalanya.

"Jangan terlalu dipikirkan, Mbak. Biarkan saja, saya sudah siap dengan apapun yang terjadi," Karsih berbicara di samping Mbak Tina. Dia ingin Mbak Tina merasa tenang dan tidak terbebani.

"Kamu belum pernah menjadi sinden kan, Karsih?"

"Iya Mbak, saya memang belum pernah menjadi sinden."

"Jadi kamu tidak tahu bagaimana jeleknya mereka ketika mereka iri dan dengki!"

Karsih tersenyum kemudian tertawa tipis sekali,

"Mbak, kalau tentang iri dan dengki bukan hanya pesinden yang punya, orang biasa yang tidak pernah nyinden juga banyak yang memiliki iri dan dengki dan mereka akan melakukan apapun untuk menuntaskan kedengkiannya."

"Sewaktu suami saya diambil oleh perempuan lain, saya hanya diam saja Mbak. Saya pikir dengan menyerahkan suami saya kepada perempuan itu permasalahan selesai tapi ternyata tidak."

"Maksudmu apa, Karsih?"

"Ini lho Mbak, kita berbicara tentang iri dan dengki kan?"

"Lantas, apa yang terjadi?"

"Suamiku benar-benar diambil oleh perempuan itu dan beberapa minggu kemudian aku sakit. Perutku terasa nyeri sekali. Aku sudah mencoba untuk membawanya ke dokter, tetapi kata dokter aku tidak mengalami penyakit apa-apa. Dokter bahkan menyarankan agar aku pergi ke laboratorium untuk diperiksa. Dan hasil dari cek laboratorium itu, aku benar-benar tidak memiliki penyakit apa-apa, tapi rasanya luar biasa sakit sampai berbulan-bulan derita itu aku rasakan. Aku harus kehilangan suamiku. Aku harus merawat anakku sedangka aku juga sakit. Ternyata setelah aku menyelidiki semuanya, perempuan itu menginginkan aku sakit, agar aku tidak kembali lagi kepada suamiku."

"Kejam sekali!!!!"

"Iri dan dengki itu memang kejam, Mbak. Itulah mengapa tadi aku meminta Mbak Tina agar menyerahkan honor mereka seperti yang biasa mereka terima meskipun hanya aku yang lebih banyak bernyanyi."

"Kalau sampai nanti honor mereka dipotong maka pasti mereka akan marah. Mereka akan menjadikan aku kambing hitam atas berkurangnya honor mereka!"

"Kamu ternyata cerdas, Karsih!"

Karsih tersenyum kepada Mbak Tina.

Mereka berdua masih asyik berbincang sambil menunggu mobil yang akan menjemput Mbak Tina karena mobil Mbak Tina tadi dipinjam oleh putranya. Mereka harus menunggu untuk beberapa waktu.

Tiba-tiba terdengar suara orang memanggil Karsih.

Mbak Tina dan juga Karsih menoleh ke asal suara itu.

"Ada apa Mbak? Pak Broto memanggilku?"

"Aku juga tidak tahu, tapi sebaiknya kamu kesana saja. Dia tidak akan berani melakukan hal-hal buruk. Percayalah padaku!"

Karsih kemudian melangkah mendekati Pak Broto yang memanggil namanya.

"Iya Pak. Apakah Bapak memanggil saya?"

"Iya anak cantik. Saya yang memanggilmu."

"Duduklah di sini!" kata Pak Broto sambil menepuk-nepuk kursi yang ada di sampingnya.

Karsih mengernyitkan dahinya, dia merasa jijik berada di samping laki-laki itu tetapi saat ini dia harus menjadi seorang aktris yang baik. Karsih tidak boleh menampakkan rasa jijiknya karena itu akan berpengaruh kepada dirinya dan juga kepada orkestra tempatnya bekerja.

Karsih kemudian duduk di kursi tersebut sambil berkata kepada Pak Broto,

"Kira-kira, ada apa ya, Pak?"

"Saya hanya mau mengucapkan terima kasih. Karena kamu, tadi saya bisa menang taruhan sampai ratusan juta. Saya tidak pernah menang sebanyak ini sebelumnya. Jadi karena saya merasa bahwa kamu yang berjasa, saya akan memberikan kamu hadiah!"

Kasih tersenyum kepada Pak Broto kemudian berkata,

"Yang berjasa bukan saya, Pak, tapi Mbak Tina yang sudah memberikan saya kesempatan untuk tampil dan nyinden bersama orkestranya. Kalau Mbak Tina tidak memberikan saya kesempatan untuk tampil maka saya tidak akan pernah bertemu dengan Pak Broto saat ini."

"Kamu itu sudah cantik, baik, suaramu enak, kamu benar-benar perempuan yang top! Kira-kira urusan ranjang, kamu bisa tidak?" tanya Pak Broto lirih di telinga Karsih.

Ingin rasanya dia menempeleng laki-laki tersebut tetapi hal itu tidak mungkin Karsih lakukan. Sekali lagi, hari ini, Karsih adalah aktris yang harus tampil memukau dan baik.

"Kalau sudah tidak ada yang ingin dibicarakan Karsih mau pamit. Karsih ngantuk, Pak. Sudah waktunya untuk tidur. Dari tadi nyinden terus, suaranya Karsih ini sampai parau."

Kasih berpura-pura kepada Pak Broto agar dia memiliki kesempatan untuk meninggalkan laki-laki itu. Dia merasa tidak nyaman berada di samping laki-laki tua yang masih juga genit seperti Pak Broto.

"Oh iya, kasihan sekali kamu, pasti capek. Sebentar, ini hadiah dari saya buat kamu!"

Pak Broto kemudian mengambil sesuatu dari saku bajunya lantas dia menyentuh jemari Karsih dan membuka jemari itu sambil berkata,

"Ini adalah cincin emas yang aku simpan sejak beberapa tahun yang lalu. Harganya kalau dijual mungkin sekitar 5 juta lebih. Hadiah ini, aku berikan kepadamu sebagai ucapan terima kasih karena kamu sudah memberikan aku keberuntungan malam ini!"

Karsih memandang kepada cincin itu dan memandang wajah Pak Broto bergantian. Dia merasa tidak percaya bahwa malam ini dia mendapatkan keberuntungan yang teramat sangat banyak.

"Apakah Pak Broto yakin dengan ini semua?" tanya Karsih kepada Pak Broto

"Iya anak cantik. Aku yakin!"

"Terima kasih ya, Pak. Kalau begitu, Karsih kembali ke Mbak Tina dulu," Karsih berbicara dengan sangat sopan kepada Pak Broto.

Kasih melangkah dengan sangat ringan menuju kepada Mbak Tina sambil menggenggam cincin yang diberikan oleh Pak Broto. Mbak Tina mengawasi Karsih dari jauh. Karsih tahu hal itu dilakukan oleh Mbak Tina karena Mbak Tina tidak ingin mendapatkan masalah.

Hati Karsih bernyanyi riang. Dia mendapatkan banyak uang malam ini.