webnovel

Miss Dosen X Mr. Captain

Relivia Zenata.. Seorang dosen muda yang cantik,berhijab,cerdas dan baik ini ternyata adalah kekasih dari seorang kapten kapal. Ia mengawali karirnya di usia ke 21 tahun. Menjadi dosen idola di kampus merupakan hal yang sangat membanggakan bukan? Di balik kesuksesannya, Ivi tetap menjadi orang yang sama, rendah hati dan tidak pernah menyombongkan diri. Felix Devanno... Seorang kapten kapal yang tampan, tegas dan setia. Ia sangat dingin terhadap orang-orang, kecuali dengan Ivi dan keluarganya. Felix mengawali karirnya di laut pada usia 21tahun. Awalnya, ia sama sekali tak berpikiran untuk bekerja di laut, namun tawaran dengan gaji yang sangat memuaskan dan seragam yang tampak keren itu membuat niat awalnya untuk menjadi pengusaha urung. Ia mencoba dunia laut dan beruntungnya ia berhasil. Calvin Aldrean.. Seorang dokter sekaligus pengusaha di sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Terkenal dengan sikap dinginnya membuat dirinya masih jomblo di usia 21 tahun. Bukan tanpa sebab, ia pernah mengalami hubungan asmara namun kandas dikarenakan suatu hal. Menjadi seorang kekasih dari kapten kapal bukanlah hal yang mudah. Namun doa dan usaha mampu mempertahankan hubungan keduanya. Meskipun banyaknya rintangan, namun, keduanya dapat bersatu.

Nurliza_Karen_Nita · Urbano
Classificações insuficientes
446 Chs

Part 47

Seorang remaja perempuan baru saja bangun tidur.

"Hoam.... ngantuk banget... Jam berapa sih?" ia kemudian melirik jam neker di nakas.

"APA?!! Jam 9?!! MAMA!!!!!!" Teriaknya terkejut.

Seseorang dengan panik memasuki kamar remaja itu karena mendengar teriakannya.

"Irsyana! Ada apa?!" Yes, dia Irsyana. Dan seseorang yang masuk dengan panik itu adalah Irene. Irene memeluk Irsyana.

"Ma, Ini aku udah telat ma... Ish mama gimana sih kenapa gak bangunin aku?! " kesal Irsyana.

"Lho mama kira kamu emang gak sekolah. Tadi Mama mau bangunin tapi mama gak tega. Alhasil mama biarin aja." Irene melerai pelukan keduanya.

"Aih mana mungkin aku gak sekolah. Terus gimana dong ma? Aku absen dong?" panik Irsyana.

"Udah gak apa-apa.. Nanti, mama hubungi pihak sekolah kamu ya... Sekarang kamu mandi dan nanti sarapan di bawah. "

"Yaudah ma..." Irene mengangguk dan meninggalkan Irsyana di kamar.

Irene menuruni anak tangga dan mendapati Alfi tengah duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel.

"Kak!" panggil Irene pada Alfi. Alfi mengabaikan panggilannya. Ia lebih fokus pada handphone di genggamannya.

Irene kesal dan menghentak-hentakkan kakinya di dekat Alfi.

"Berisik Ren!" sinis Alfi.

"Kok kakak gitu sih?" kesal Irene.

"Bisa diem gak sih?! Gue lagi ngelakuin sesuatu. Lo jangan berisik! ganggu!" ketus Alfi.

Irene menatap Alfi tak percaya.

"Kak, are you sure saying that to me?" tanya Irene tak percaya atas sikap Alfi.

"Ngomong apaan sih lo? Kerja aja lo yang bener!" ketusnya dengan mata terus menatap layar handphone.

Irene meneteskan air mata. Namun, Alfi tetap tak peduli. Ia lebih memilih menghubungi seseorang.

"Halo sayang... "

'....'

"Apa?? Kamu rindu sama aku? Ok siap.. Aku ke rumah kamu ya? Pas banget ya suami kamu kan lagi gak di rumah.. Anak kamu juga hahah"

'...'

"Bye sayang... tunggu aku ya.. muach!"

Alfi memutuskan sambungan sepihak.

"Kak??" tanya Irene dengan mata berkaca-kaca.

"APA?! Gak usah lebay lo! Kalau lo mau gue kayak dulu, lakukan hal lain yang membuat mereka semua hancur!" tegas Alfi.

"Tapi aku udah lakuin semuanya buat kakak... hiks" tangis Irene.

"Itu belum cukup sayang..." Alfi mengusap dagu Irene.

"Kak, tolong jangan giniin aku.." tangisnya.

"Saya tidak peduli dengan air mata kamu! Jika kamu tidak bisa memenuhi keinginan saya, maka saya pun tidak akan pernah memenuhi keinginan kamu!"

"Kak... KAKAK!!!' Teriak Irene saat Alfi meninggalkan rumah.

"ARGH!!!! KENAPA AKU HARUS MENGALAMI INI?!" Teriak Irene histeris.

....

Ivi tengah berkutat dengan laptopnya untuk memeriksa beberapa file di sana. Ia memangku laptopnya dan duduk di ranjangnya.

Namun handphonenya berdering.

"Ngapain sih Alfi?! Kalau Felix tahu dia pasti emosi" kesal Ivi.

'Halo sayang...'

"Jangan aneh-aneh ya Al!" geram Ivi

'Apa?? Kamu rindu sama aku? Ok siap.. Aku ke rumah kamu ya? Pas banget ya suami kamu kan lagi gak di rumah.. Anak kamu juga hahah'

"Al! Please jangan cari gara-gara. Udah cukup kamu ngerusak kebahagiaan keluarga aku! Tolong jangan ganggu aku dan keluarga aku lagi"

'Bye sayang... Tunggu aku ya... Muach!'

Alfi memutuskan sambungan sepihak.

"ARGH!!! Aku harus gimana sekarang?! Ya Allah tolongin hamba... Semoga Felix gak tahu kalau Alfi ke sini. " gumam Ivi cemas.

....

Irsyana menemui Irene di bawah. Ia melihat Irene dengan kondisi kacau. Ia pun menghampiri mamanya.

"Ma, mama kenapa.?" tanya Irsyana khawatir.

"Gak sya.. mama gak apa-apa.. Lebih baik kamu sarapan ya nak.. Mama mau istirahat.. Kayaknya mama kurang enak badan deh" ucap Irene bohong. Ia bangkit dari duduknya.

"Mama yakin mama gak apa-apa?" cemas Irsyana.

"Iya sayang... Udah ya kamu sarapan.. Mama mau ke kamar. Maaf mama gak bisa temenin kamu" ucap Irene dan meninggalkan Irsyana dengan raut wajah bingung.

"Semoga mama beneran gak kenapa-napa..." gumam Irsyana.

Lalu, ia menunduk.

"Pa, Aku rindu papa..." lirihnya.

.....

Alfi memasuki area rumah Ivi. Ia masuk tanpa mengetuk pintu.

"Wow.... sangat sepi" gumamnya dengan smirk. Ia melangkahkan kakinya menuju tangga dan menapaki tangga tersebut satu persatu. Lalu, langkahnya berhenti di depan sebuah pintu kamar sang pemilik kediaman. Ia tersenyum miring.

"Finally kita bisa bertemu lagi sayang..." menolognya dengan smirk.

Ia membuka pintu yang ternyata tak terkunci.

"Unlock hahah" tawanya membuat Ivi yang tengah berkutat dengan laptopnya pun tersadar. Ivi langsung berusaha bangkit dan turun dari ranjang.

"ALFI!!! Berani-beraninya kamu masuk ke kamar aku dan Felix!! KELUAR!!" Bentak Ivi yang hanya ditanggapi dengan tawanya.

"No sayang.. aku masuk atas izin kamu..." ucapnya dengan senyum iblis.

"KELUAR KAMU!!! KELUAR!!!" Bentaknya berusaha mendorong tubuh Alfi namun tetap tak bisa.

"Hey... jangan emosi gitu... Kita bisa bicarakan ini baik-baik sayang..." ucapnya menangkap tangan Ivi yang berusaha mendorongnya.

"Lepas! Pergi kamu dari rumah aku!"

"Apa?? Aku gak boleh pergi. Yaudah iya aku akan tetap di sini jagain kamu kok... Ok sayang?"

"LEPASIN AKU ALFI!!! PERGI KAMU PERGI !!"

"DIAM! Sekali lagu kamu teriak maka akan kupastikan mulutmu tak dapat lagi berbicara!"

Ivi membisu. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa.

"KAMU LICIK ALFI!! AKU BENCI!!" Emosi Ivi yang terus memukuli Alfi.

"And it's me... This is the real... Have you known?" tanya Alfi dengan smirk.

"LEPAS!!!!!"

...

Di sebuah kelas, seorang guru baru saja menutup pembelajaran.

"Ok sampai sini pertemuan kita hari ini... Selamat siang" sang guru pun meninggalkan kelas. Elven ke luar kelas lebih dulu. Ia berjalan sendiri dengan wajah datarnya menuju parkiran. Ia mengendarai motor dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Kenapa perasaan aku tiba-tiba gak enak ya?? Ya Allah semoga ini cuma perasaan aja.. Semoga gak terjadi apa-apa sama Mommy ataupun Daddy..." gumamnya di motor dan secepat kilat ia tiba di rumahnya. Ia memarkirkan kendaraan nya di garasi. Namun, yang membuatnya bingung adalah saat gerbang terbuka, security satu pun tak ada dan pintu rumah terbuka.

"Satpam pada ke mana sih?! Pintu rumah juga kok tumben terbuka sih?!" gumam Elven dan langsung berlari memasuki rumah.

"LEPAS!!! LEPASIN AKU ALFI!!!" Ivi berusaha berontak saat Alfi mendorongnya ke sudut ruangan.

"DIAM!!! Kamu harus pilih antara aku atau suami sialan itu!!" bentaknya. Alfi sudah di ambang emosi. Ia mengunci pergerakan Ivi.

"KAMU GILA!! Sampai kapan pun aku gak akan pernah pilih kamu!!!" bentak Ivi dengan air mata yang mengalir.

Elven yang menapaki kaki di tangga mendengar suara Ivi yang berteriak.

"Mommy!!!" panik Elven dan dengan cepat berlari di anak tangga. Ia berhenti di depan pintu kamar Ivi.

"OH BEGITU!! KAMU MASIH BERANI SAMA AKU SETELAH SEMUA YANG AKU LAKUKAN?!! HA??!" Bentak Alfi.

"AKU GAK AKAN PERNAH TAKUT SAMA KAMU!"

"RELIVIA!!!" Alfi akan melayangkan tangannya namun,

"MOMMY!!!" Teriak Elven yang memasuki ruangan. Ia berlari mendekat ke Ivi. Ia berusaha mendorong tubuh Alfi hingga Alfi tersungkur. Elven memeluk Ivi.

"Nak... Hiks... Lebih baik kamu pergi... Mommy gak mau nantinya terjadi sesuatu dengan kamu..." cemas Ivi.

"Mom, aku gak mungkin ninggalin Mommy di saat seperti ini"

Ivi menangis antara takut dan cemas. Alfi bangkit dan berusaha melayangkan pukulan pada Elven. Ivi dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Alfi agar pukulannya tak mengenai Elven. Ivi berhasil mendorong Alfi.

"JANGAN SEKALI-KALI KAMU SENTUH ANAK AKU BRENGS*K!!!" Emosi Ivi yang langsung menamlar wajah Alfi yang tersungkur.

Alfi memegangi pipinya dan tersenyum miring.

Ia meludah " Cih! Bahkan aku juga berani untuk menyakiti dan menghancurkan anak kamu sayang.." ucapnya bangkit disertai senyum smirknya. Ia membelai dagu Ivi. Ivi menepisnya.

"Jauhi tangan kotor kamu dari aku ALFI!!" Emosi Ivi. Elven yang melihat itu langsung maju ke arah Ivi.

"PERGI LO DARI RUMAH INI!! PERGI SIALAN!" Bentak Elven. Alfi dengan emosi mencengkram dagu Elven hingga tubuh Elven sedikit terangkat.

"Jangan beraninya lo bentak gue anak kecil!!" ucap Alfi dengan tatapan tajam. Elven membalasnya tak kalah tajam. Ivi panik melihat hal itu.

"Lepasin anak aku Al! Lepas!!"

"Gak akan!! Dia sudah mengganggu waktu kita. Aku akan menghabisinya!"

"Enggak!!! Aku gak akan biarin kamu lakuin hal itu! Gak akan!"

"Mo-mom.... Ma-afin... E-elven..." ucap Elven terbata-bata.

"No sayang no... Mommy akan selamatin kamu bagaimana pun caranya."

Kemudian Ivi berpikir sejenak dan mengkode Elven.

Elven yang paham langsung melancarkan aksinya.

Bugh!!

Elven menendang alat vital Alfi dengan lututnya yang ditekuk. Ia lalu berhasil membuat Alfi tersungkur.

"Argh! Sial!!" geram Alfi. Elven tak tinggal diam. Ia langsung membabi buta memukuli Alfi. Hingga Alfi tak sadarkan diri.

"Ini balasan buat lo karena udah ngehancurin keluarga gue!!" sinis Elven. Ia menyapu rambutnya dengan jari-jarinya. Ia tersenyum sinis.

"Elven... Kamu gak apa-apa sayang?" tanya Ivi khawatir dan mengecek setiap inchi wajah Elven.

"No mom.. No problem. I'm okay.." ucap Elven tenang.

"Di-dia..." gugup Ivi menunjuk Alfi.

"Dia masih hidup mom.. Kita hanya perlu membawanya ke rumah sakit. Nanti, aku suruh orang buat anter dia ke Rumah Sakit beserta mobilnya. Lalu, kelanjutannya itu biar menjadi urusan pihak di sana." Elven mengeluarkan smirknya.

"El... Mommy mohon... Ini yang terakhir kalinya kamu menyakiti orang lain"

"Mom, kita itu wajib membela diri pada saat orang ingin mencelakai kita. Maaf, aku gak bisa janji soal ini. Karena kejahatan kapan pun bisa dateng mom... Mommy lebih baik istirahat di kamar aku. Ini biar menjadi urusanku. Aku akan suruh bibi untuk membereskan kekacauan di kamar ini."

"El... Jangan biarkan Daddymu tahu... Mommy gak mau hal ini malah menambah beban pikirannya"

"Ok Mom... I'll do that"

...