webnovel

Bab 11. Keberanian Yang Kuat 2

Raizel

("Kenapa lo diem aja?")

Diva yang sudah melihat isi pesan Raizel, secara otomatis, menggigit bibir bawahnya.

Hatinya berbunga, hanya karena menerima pesan dari pengisi hati secara pribadi.

Padahal, ia tengah duduk tepat di sampingnya.

Siapa sangka, Raizel masih saja sempat mengirimnya pesan.

Secepatnya Diva membalas pesan tersebut.

________________________________________

Diva.

("Bingung ....")

Raizel

("Gue juga bingung mau ngomongin apa")

Diva.

("Kok malah ikutan bingung, Rai")

Raizel

("Bingung lah, mau ngobrol sama siapa? Sedangkan lo aja diem dari tadi")

                                                               Diva.

("Ya, udah. Sekarang nggak.

Mau ngobrolin apa?")

_________________________________________

Vano dan Cindy sibuk bersuap-suapan Milkshake.

Caca, fokus mengelus-elus luka plester, di telapak dan jari tangan Egy.

Sedangkan Raizel dan Diva, sibuk mengobrol dan bercanda di dalam pesan WhatsApp.

Karena  keseruan itu, membuat sedikit tenggorokan Raizel dan Diva mulai terasa kering.

Mereka berdua, berniat untuk meminum Milkshake yang sudah lama didiamkan di atas meja.

Tepat di hadapan mereka.

Tanpa melihat mana gelas mereka yang sebenarnya, Langsung saja. Raizel dan Diva menggapai satu gelas, yang mereka yakini adalah miliknya.

Karena Raizel dan Diva mencoba menggapai satu gelas yang sama, tanpa disengaja, menyebabkan tangan mereka saling bertumpuk dan menempel satu sama lain.

Raizel berhasil menggenggam gelas, sedangkan tangan Diva justru malah menggenggam punggung telapak tangan Raizel.

Membuat kedua remaja itu tersentak, kemudian dengan cepat saling menoleh kearah satu sama lain.

Diva memandang mata Raizel dan Raizel memandang mata Diva.

Diam tanpa kata, tanpa mengucapkan apapun.

Setelah menyadari, akan apa yang sedang ia lakukan.

Secara cepat, Diva menarik tanggannya yang sedari tadi terus saja menggenggam punggung tangan Raizel.

"Ekhem ... maaf, gue nggak lihat" ucapnya sambil menunduk .

"Oh, iya ... nggak pa-pa" balas Raizel, kemudian meminum Milkshake favoritnya menggunakan sedotan.

Lagi dan terus lagi, hatinya benar-benar bahagia. Bisa bersentuhan secara langsung bersama pria yang ia sukai, membuatnya ingin pingsan dimabuk cinta.

Begitupun Raizel, ia justru berharap Diva menyentuhnya lebih lama lagi.

Namun, Raizel yang sudah ahli menyembunyikan perasaan, terlihat seperti tidak menunjukan reaksi apapun.

Tidak terasa, waktu terus berjalan maju.

Langit yang tadinya berwarna orange kini telah berubah berwarna hitam.

Sudah pukul 19.26 malam, tapi hujan masih belum saja berhenti.

Guyuran hujan pada malam itu, menciptakan suasana nyaman pada setiap pribadi, termasuk Raizel.

Kenyamanan Di kafe itu membuat matanya mengantuk.

Pasalnya, ia tidak cukup tidur saat di rumah Egy maupun di rumahnya sendiri.

Sekitar pukul 21.13

Suara hujan kala itu sudah tidak terdengar lagi.

Karena hujan telah reda, Raizel dan temannya memutuskan untuk mengakhiri kebersamaan mereka di kafe itu, dan berniat bertemu kembali esok pagi.

Di halte bus depan toko buku, sesuai kesepakatan bersama.

Yah seperti biasanya.

Mereka pulang  berlawanan arah.

Raizel, Egy, dan Vano harus pulang berpisah dari kekasih hatinya.

Saat berjalan pulang, ketika mereka asik mengobrolkan beberapa hal, kala itu juga. Mereka bertiga telah sampai pada satu pohon Belimbing, di sebrang jalan.

Mata Raizel melihat sosok perempuan berambut panjang berbaju putih, rambutnya menutupi semua keseluruhan wajahnya.

Tengah diam berdiri melayang.

Akan tetapi, setelah melewati pohon tersebut tiba-tiba, ada batu yang jatuh menimpa kepala Vano. Entah dari mana asalnya dan siapa yang melemparnya.

"Aduh ... sakit banget!" Rintih Vano seraya memegang bagian kepalanya, tepat di bekas batu itu mendarat.

Dalam posisi kaki mereka yang masih tetap berjalan, Raizel bertanya.

"Kenapa ...?"

"Nggak tau nih, kayaknya ada yang jatuh ke kepala gue barusan," jawabnya.

"Perasaan lo kali, kejatuhan apa coba? Orang nggak ada apa-apa di atas kepala kita. Pohon juga nggak ada." Sangkal Egy.

Jalanan yang mereka lewati memang tidak ada pohon lagi, selain pohon belimbing dan pohon kecil penghias sisi jalanan.

Lalu, sambil terus berjalan. Vano yang merasa bahwa itu bukan sekedar perasaannya, terdiam memikirkan apa yang barusan menimpa ubun-ubunnya.

Raizel memutar kepalanya.

Ke depan, ke belakang, ke kanan, dan ke kiri.

Dia mencoba mencari, apakah memang ada orang yang sengaja melempar batu ke arah Vano.

Namun hasilnya nihil.

Ia sama sekali tidak melihat apapun.

Tidak lama setelah Vano, satu batu kerikil juga menjatuhi kepala Raizel.

"Eh!" ucapnya berhenti menahan langkah, kemudian menyentuh bagian kepalanya yang sakit, karena batu.

Bersamaan dengan itu, batu kerikil yang diduga menghantam kepalanya. Terjatuh menggelinding tepat di depan sepatunya.

Raizel memungut batu kerikil tersebut, Vano dan Egy yang tadinya berjalan bersamanya, tentu ikut terhenti mengamati Raizel.

"Rai ... kenapa?"

Kini Vano yang berganti bertanya.

"Kepala gue juga ada yang nipuk, nih" ungkapnya, sambil menunjukan satu  batu kerikil yang ia ambil, kepada Egy dan Vano.

"Berarti tadi itu emang bener!

bukan cuma perasaan gue aja, buktinya ... lo juga kena" ujar Vano

Egy merasa. Ini seperti ada seseorang yang sengaja melempar batu kerikil pada kedua temannya itu, ia juga memutar kepalanya mengamati ke arah sekeliling mereka. Namun, Egy juga tidak menemukan apapun.

Mereka memutuskan untuk malanjutkan perjalanan pulang, mencoba menghiraukan apa yang telah terjadi.

Tapi, lagi-lagi indra penciuman Raizel menangkap aroma yang pernah ia kenal sebelumnya.

Ya, aroma busuk, Raizel merasa pernah merasakan aroma khas itu.

Jika orang lain mencium, mungkin bukan aroma busuk yang terhirup, melainkan aroma singkong bakar.

Mata Raizel yang memperhatikan kaki bersepatunya melangkah bersampingan dengan Egy dan Vano.

Terus berusaha mengingat, bau dari aroma apa yang menusuk hidungnya.

Tiba-tiba, Raizel berhenti.

Matanya membelalak  dalam diam, Egy dan Vano untuk kesekian kalinya ikut berhenti.

Vano mengangkat sebelah alisnya lalu bertanya  kepada Raizel.

"Rai ... kenapa lagi?" celetuk Vano.

"Bentar bentar ...," jawab Raizel.

Raizel sudah mulai mengingat asal dari aroma busuk apa yang mengikuti mereka bertiga.

Ternyata, bau busuk yang mengganggu indra penciumannya setelah melewati pohon belimbing, berasal dari sosok mahluk hitam bertanduk dan berbulu yang sering disebut 'Genderuwo'.

Menyadari bahwa yang menganggunya adalah sosok yang kemarin membuatnya tidak sadarkan diri, Raizel sama sekali tidak berniat untuk menoleh lagi ke arah belakang.

Dia tetap berjalan santai bersama Egy dan Vano, bersikap netral tanpa memperlihatkan dirinya yang tengah menahan merinding.

Genderuwo itu mengerti, bahwa Raizel sebenarnya sudah mengetahui akan kedatangannya, dan merasa kesal karena diacuhkan.

Tiba-tiba.

Grebb!

Tangannya yang berbulu hitam dan tebal melingkar memeluk tubuh Raizel, dari belakang.

Raizel kembali berhenti.

Bisa dibayangkan, bagaimana rasa takutnya.

Dipeluk oleh mahluk astral memang fenomena pengalaman yang langka.

Raizel bernafas terengah-engah, karena syok.

"Hah ... hah ... haah!" 

Jantungnya seperti akan berhenti berdetak.

Seketika bulu kuduknya semua bergindik.

Baru kali ini, ia mengalami dipeluk oleh Genderuwo. 

"Van ... Gy ...!"