webnovel

MENYERAHLAH!

Jenson duduk dengan elegan bersandar di kursinya, menyilangkan kakinya dan mengetuk jari-jarinya dengan tenang sambil menatap Liora serius.

"Kamu bisa menjadi saudaraku, kamu kekasih Jaz dan aku akan menjagamu dengan cara itu."

Di sisi lain, Liora menatap Jenson dengan rahang mengencang karena marah, tapi dia tidak berkata apapun.

Dia mengubah posisinya menjadi bersandar di headbord dan berubah menatapnya licik.

"Baiklah, mungkin itu lebih baik." Serunya dipenuhi makna lain di dalamnya.

Jenson menaikkan salah satu alisnya dan menarik bibir tipisnya ke atas, padahal di dalam hatinya dia sangat senang. Seolah ada beban berat yang hilang di pundaknya.

"Thanks."

Liora tersenyum tipis dan dia menatap Jenson dalam waktu yang begitu lama. Dia teringat Jaz dan tiba-tiba pikiran liarnya memenuhi otaknya, jadi dia mengalihkan pandangannya ke sudut lain.

"Kata dokter, aku harus istirahat yang cukup. Jadi datanglah lain kali."

Jenson mengangguk singkat dan bangkit dari duduknya, sama sekali tidak keberatan.

"Kabari aku kalau terjadi sesuatu denganmu."

Liora hanya mengangguk dan dia memaksakan senyumnya.

Jenson berbalik dan dia menutup pintu kamar dengan sopan, berjalan elegan dengan kedua tangan terselip di sakunya melewati Dania yang terlihat sangat marah padanya.

***

Tiga hari berlalu begitu cepat, di usia kandungan Christabella yang masih sangat muda, dia mengalami morning sickness yang melelahkan.

Pagi itu, Christabella bahkan sangat pucat akibat muntah berlebihan, rasanya dia sampai tidak memiliki tulang belulang untuk menyangga tubuhnya.

Dia menghubungi Gavin dan memintanya mengantar ke rumah sakit, tapi di tengah perjalanan menuju rumah sakit, tiga mobil memblokir jalannya.

Christabella yang duduk di kursi belakang dengan tubuh yang sangat lemah, justru bertambah ketakutan dan terlihat menyedihkan.

Sementara Gavin, dia yang saat ini lupa tidak memakai makeup riasan dan tidak menyamar sebagai siapapun, sedikit tegang menghadapi total sepuluh orang yang berdiri tegap di depan mobilnya yang ia yakini adalah anak buah Jenson.

Tapi, bukan Gavin Thompson namanya kalau dia takut menghadapi mereka. Dia bahkan pernah lebih parah dari saat ini, jadi dia menyuruh Christebella tenang sebelum dia keluar mobil tanpa rasa takut.

"Kalian menghalangi jalanku, enyahlah!"

Mereka tertawa mencemooh.

"Gavin Thompson, menyerahlah!"

Salah satu dari mereka berseru menghina.

Gavin menarik sudut bibirnya ke atas dan dia dengan tenang menghadapi mereka semua saat kesepuluh anak buah Jenson tiba-tiba menyerangnya.

Dengan seluruh kekutannya dia melawan semua anak buah Jenson demi melindungi agar mereka tidak menyentuh Christabella.

Tapi, tetap saja dia akhirnya kalah dalam jumlah.

Gavin tak berdaya saat tenanganya sudah habis dan seseorang justru menendang dadanya dengan keras hingga dia tersungkur ke tanah dengan darah segar yang keluar dari mulutnya.

Dia kesulitan bernafas saat seseorang lain justru menginjak dadanya tanpa ampun membuatnya kembali batuk darah sebelum dia akhirnya tak sadarkan diri.

"Gavin!"

Teriak Christabella dengan isak tangisnya yang pecah saat dia yang tak berdaya, diseret paksa masuk ke mobil lain dan melihat kekasihnya tergeletak di tanah dan tak sadarkan diri.

"Gavin! Please help me Baby."

Jerit Christabella terakhir kali karena setelah itu dia dibius saat mobil melaju kencang ke arah bandara.

Christabella yang tak sadarkan diri itu dibawa masuk ke sebuah jet pribadi begitu tiba di bandara dan dibawa kembali ke tanah air.

18 jam kemudian, Christabella yang masih dibawa pengaruh obat bius itu dibawa kembali ke Villa Emerald.

"Kerja yang bagus, Antonie. Thanks."

Jenson tersenyum senang begitu melihat istrinya kembali lagi ke tempat tidurnya.

"Selama Tuan senang."

Jenson menarik sudut bibirnya ke atas dan dia mengibaskan tangannya untuk menyuruh Antonie keluar dari kamarnya.

Begitu pintu tertutup, Jenson menghampiri Christabella yang pucat namun masih terlihat sangat cantik itu untuk mengulurkan tangannya dan membelai wajahnya dengan lembut.

Jenson tidak bisa membohongi dirinya kalau dia sangat merindukan Christabella, meski dia sering berselisih dengan istrinya itu, tapi ternyata dia sangat kacau ketika Christabella jauh darinya.

"Welcome home, Mi Amor." Bisiknya lirih.

Christabella yang dibius dua kali karena perjalanan yang jauh, akhirnya kembali sadar meski dia tidak bisa mengingat semuanya.

Dia mengerjapkan matanya dan kaget luar biasa begitu wajah tampan Jenson yang dingin dan mempesona justru yang pertama kali dia lihat.

Dia mengalihkan pandangannya dan mengedarkan ke seluruh ruangan. Begitu dia merasa kamar itu tidak asing, Christabella justru merasa bingung.

"Kenapa aku ada di sini? Dan kenapa..."

Sebelum Christabella menyempurnakan kalimatnya, Jenson menaruh telunjuknya pada bibir Christabella.

"Jangan memaksakan diri, istarahatlah Amor!"

Christabella menatap Jenson waspada dan dia diam-diam memeras otaknya untuk memaksakan diri mengingat semuanya, tapi obat bius itu membuatnya mengalami kehilangan ingatan jangka pendek. Jadi dia gagal mengingatnya.

Jenson yang saat ini berdiri di dekatnya, hanya bisa mengulas senyum penuh kemenangan begitu melihat Christabella yang gagal mengingat semuanya.

"Antonie benar-benar bisa diandalkan!" batinnya.

"Jenson, sebenarnya apa yang terjadi?"

"Nothing, kamu hanya kelelahan dan harus banyak istirahat."

Christabella mendesah dan dia tampak tidak puas dengan jawaban Jenson, meski ia mengakui kalau dia merasa tubuhnya sangat lemah seolah dia tidak punya tulang sama sekali.

Jadi dia hanya mengangguk dan memejamkan matanya saat kepalanya tiba-tiba merasa sangat pusing.

Jenson menyelimutinya dan mencium lembut kening Christabella sebelum dia pergi.

Saat itu, Christabella tiba-tiba merasa sangat mual dan itu mengejutkan Jenson.

"Amor, apa yang terjadi?"

Christabella menggeleng lemah dan dia membungkam mulutnya saat merasa sesuatu akan meledak dari perutnya.

Dia menyibak selimutnya kasar dan mencoba sekuat tenaga buru-buru ke kamar mandi, tapi tubuhnya benar-benar lemah, jadi dia tersandung dan Jenson dengan sigap menopangnya dan membawanya ke kamar mandi.

Tidak ada yang keluar dari mulut Christabella selain salivanya sendiri karena dia memang tidak sempat makan apapun, bahkan sebelum dia diculik anak buah Jenson dan dibawa kembali ke tanah air, dia hanya sarapan roti dan itu langsung keluar begitu saja.

Christabella memegangi perutnya sebelum dia ambruk di pelukan Jenson, tak sadarkan diri.

"Christabella Amor!"

Jenson dengan panik menggendong Christabella dan dia membawanya kembali ke tempat tidur.

"Antonie, panggilkan dokter sekarang juga!" titahnya melalui telepon.

Tak lama, dokter pribadi keluarga Alexander datang dan memeriksanya.

"Kandungan Nona Bella sangat lemah."

Mendengar hal itu, ekspresi Jenson berubah sangat gelap saat kemarahan berkilat di matanya.

"Apa yang Anda katakan?" tanyanya dengan gigi terkatup.

"Nona Bella hamil, Tuan."

Jenson diam-diam mengepalkan tinjunya, entah kenapa dalam pikirannya itu adalah anak Gavin Thompson.

"Anda tidak salah memeriksanya?"

Dokter Andrew menggeleng putus asa.

"Memang benar kenyataanya kalau Nona Christabella hamil dan usia kehamilannya baru empat minggu."