Keringat dingin mengucur dari pelipis Gunner, pria ahli IT dan juga senjata itu mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengalahkan bom waktu. Namun sampai detik-detik terakhir, ia belum menemukan ujung pangkalnya.
00: 10
"GUNNER!!" Light berteriak.
"KAK ERIC!!" Shadow menjerit.
King dan Vipers tercekat menunggu akhir dari misi berbahaya mereka kali ini.
00:03
"Hijau!!" Gunner berseru.
Light dengan cepat memotong kabel hijau. Jam digital countdown mati. Mereka berhasil. Light tersenyum lega dan mengusap keringat yang membanjiri tubuhnya. Gunner dan Shadow terduduk lemas seakan baru saja menghadapi kiamat di depan mata. Viper tersenyum dan dengan cepat memacu mobilnya ke arah markas musuh.
"Kalian selamat." Light memotong tali milik wartawan dan melepaskan penyumpal mulutnya.
"Terima kasih!! Terima kasih!!" Mereka tak berhenti bersyukur. Air mata dan keringat membuat wajah kedua pelahap berita itu semakin kacau. Tubuh mereka kurus kering dan kondisinya mengenaskan. Bau kencing dan juga kotoran seakan tak terlepas dari mereka yang tersekap berminggu-minggu tanpa fasilitas layak.
Wajah King berubah, masam dan penuh amarah. Ia langsung menampar wajah tampan Light begitu pria itu keluar dengan sandera. Light berhenti memapah mereka.
"Kau mengacaukan misi kita dengan menetapkan dirimu berada dalam bahaya, Light!!" King terlihat tak bersahabat.
Light diam saja, sudut bibirnya berdarah karena pukulan King. Ia memang salah, namun Light tak punya pilihan, demi Kaleela. Demi membawa pulang wanita itu ke negaranya, Light bahkan rela menempuh bahaya sekali pun.
"Kau mengecewakanku, Light!! Apa jadinya sebuah Tim bila salah satu anggotanya tak menaati perintah komandan mereka?!" King pergi meninggalkan Light.
"Maaf, Sir. Saya hanya melihat kesempatan." Light menyadari ia baru saja membangkang.
"Renungkan kesalahnmu!! Kau akan menimba air untuk kami semua malam ini!!" King pergi meninggalkan area yang telah porak poranda itu, kulitnya yang hitam semakin gelap karena terbakar sinar matahari.
"Huft!!" Light menggaruk kepalanya, di padang pasir air sangat susah di dapat. Mereka harus menimba air dari sumur yang terletak di belakang posko PBB, jaraknya cukup jauh.
Saat mereka berjalan keluar dari basecamp musuh, tiba-tiba tembakan bertubi-tubi menghujani tubuh kedua wartawan dan juga Light.
"NO!!!" Light menarik kedua pria itu menyuruh mereka menuduk dan pergi.
"Vipers!!!" King berseru.
"Yes, Boss!!" Vipers langsung melesat maju, dengan cepat ia menjemput keberadaan rekan-rekannya. Ia menembakkan gutling gun yang berada di depan mobil jeep itu. Membabi buta pada para tentara musuh. Ia memberikan jeda waktu agar rekannya bisa segera naik tanpa gangguan.
Suara kencang tembakan terdengar memekakan telinga. Shadow pun juga membidik dari kejauhan, membunuh satu persatu musuhnya.
"Ayo cepat naik!!" King membantu para tawanan naik, lalu Light dan terakhir dirinya.
"Go Vipers!!"
Vipers melepaskan tembak, ia langsung menginjak pedal gasnya dan melesat menjauhi area camp musuh.
"G, S, back to camp!!" King memberi aba-aba.
Gunner membereskan kopernya dan Shadow menaiki motor trail, Gunner membonceng di belakang Shadow. Keduanya melesat pergi kembali ke camp.
"Ambil alih kemudinya, Light!" Vipers bergerak, menuju ke belakang jeep. Seorang dari tawanan itu terkena luka tembak.
Light mengambil alih kemudi. King masih terus menahan pendarahan pada tubuh pria itu. Vipers menyahut tasnya, ia mengambil suntikkan dan langsung menancapkannya pada paha pria itu.
"Arrgghh!!"
"Gunner!! Kemari!! Aku butuh detector logam." Vipers berbicara lewat radio ht. Shadow mengerti, ia membawa laju motornya mendekati mobil jeep.
"Cepat, Gunner!!" King mengulurkan tangan, Gunner melemparkan alat sederhana seukuran telapak tangan, itu adalah detector logam hasil ciptaannya.
Vipers mencari keberadaan peluru dengan alat itu. Saat alat itu berbunyi kencang, Vipers langsung membuka perut pria itu dengan pisau bedah. Sobekannya tidak panjang, hanya satu jari. Dengan cepat ia memasukkan sebuah pingset dan mengambil serpihan peluru yang meledak di dalam perut pria itu.
"Aku akan menjahit lukanya sementara agar tidak terjadi syok dan pendarahan. Keep stabil, L." Vipers dengan tangkas dan lincah menjahit luka pria itu. Pengobatan sementara, dokter di camp akan mengambil alih orang itu nanti.
Kawannya yang terduduk lemas hanya bisa menahan napasnya melihat oprasi mengerikan yang diberikan Vipers di atas mobil yang bergoyang.
"Kalian selamat!! Kita sudah aman!" King tersenyum dan mengelus pucuk kepala wartawan yang ketakutan itu.
"Terlepas dari kesalahanmu, kau berhasil menyelamatkan mereka, L!" King meremas pundak Light bangga.
"Yeah!! Lets go home!" Light tertawa dan mengebut lebih cepat ke base camp.
oooooOooooo
•
•
•
Malam harinya, semua orang mengelilingi api unggun di tengah lapangan camp. Udara malam di negara itu sangat dingin. Mereka menjaga tubuh tetap hangat dalam buaian tuak produksi warga sekitar. Berbagai tentara dari banyak negara lainnya menghibur diri mengelilingi api sambil bernyanyi. Mereka memainkan alat musik daerah dan bernyanyi sepanjang malam.
Para wanita yang berasal dari pemungkiman sekitar menari dengan luwes, memamerkan kebolehan mereka dalam menari perut. Berhiaskan gemerincing lonceng pada pinggul, mereka menari dengan sensual. Membuat para tentara itu terbuai dalam fantasi mereka. Tak jarang ada saja tentara yang maju, memberikan tambahan uang agar bisa sekedar mengelus pinggul dan meremas pantat mereka.
Gunner sudah merebahkan diri karena lelah, King berbincang dengan utusan PBB, berdiskusi tentang misi mereka. Shadow dan Vipers menonton pertunjukan itu sambil meminum alkohol mereka. Shadow seakan tak tertarik, sedangkan Vipers sibuk mencari pria mana yang bisa ia ajak bermesaraan tanpa sepengetahuan Gunner.
"Di mana Light?" tanya Vipers.
"Menimba air. Menjalani hukumannya," jawab Shadow.
"Puft!! Pahlawan yang malang." Vipers terkikih.
Berbeda dengan para sahabat dan juga teman campnya yang sibuk dengan hiburan mereka. Eric —nama asli Light— sedang menimba air untuk menjalani hukumannya.
Tiba-tiba, sepasang tangan menutup kedua matanya. "Siapa hayo?" tanyanya sambil tersenyum.
"Tentu saja kekasihku yang cantik!!" Eric memutar tubuh dan langsung memeluk Kaleela. Gadis itu datang dengan membawa ember juga. Hanya ada satu sumur pada komplek rumahnya, sumur itu juga menjadi sumber air utama di camp tentara.
"Hahaha, geli Eric! Lepaskan!" Kaleela merasa geli saat Eric menghujaninya dengan kecupan-kecupan ringan di sekitar leher.
"Aku merindukanmu!" Eric tersenyum, lalu mengecup bibir Kaleela.
"Aku juga merindukanmu, Eric. Aku menunggumu tapi kau tak kunjung datang padahal misimu berhasil. Aku kira kau sibuk melihat mereka menarikan tarian perut yang seksi." Kaleela mencibirkan bibirnya. Musik dan gelak tawa memang terdengar sampai ke belakang situ.
"Aku tak tertarik dengan tarian mereka. Aku lebih tertarik menimba air di sini." Eric memperlihatkan dua ember yang telah terisi penuh.
"Jangan bohong!! Kau pasti sedang dihukum bukan?!" Kaleela menggoda Eric.
"Benar, kenapa ya aku dihukum saat telah berhasil menjadi pahlawan?!" Eric terkikih, ia memberikan embernya untuk mengisi ember Kaleela.
"Kenapa kau berikan airmu?" Kaleela kaget.
"Sudahlah, mereka bisa menunggu! Ayo, aku antar!" Eric membawakan ember Kaleela dan mengantarkan ke rumah gadis itu.
"Thanks, Eric." Kaleela memakai lagi tudung pasmina agar angin malam tidak mengacaukan rambutnya.
"Kau sendirian? Bibimu?"
"Pagi tadi dia pergi ke pusat kota. Ia akan menjual beberapa kain tenun di pasar subuh. Ia akan kembali besok malam." Kaleela mempersilahkan Eric masuk ke dalam rumahnya.
Rumah sederhana dengan dinding batu kuning yang tertutup rapat, seperti kebanyakan rumah asli penduduk gurun, gaya mediterania, jendela-jendela mereka tertutup rapat agar angin tidak semakin membawa pasir masuk ke dalam rumah.
"Kenapa menimba air, kau mau mandi?" tanya Eric sembari menuang air ke dalam tempayan.
"Hanya membasuh diri sebelum tidur." Kaleela mengelus pundak Eric dan masuk ke dalam kamar mandi.
"Ok, Silahkan." Eric mempersilahkan kekasihnya masuk ke dalam kamar mandi.
Kaleela melepaskan pasmina dan luarannya, tinggal kaos putih dan juga rok panjang berwarna senada yang melekat pada tubuhnya.
Kaleela membasuh wajah, lalu tangan, dan terakhir mengangkat sedikit roknya untuk mencuci kaki. Hanya ritual membersihkan diri sebelum tidur, namun Eric sungguh tak berkedip saat melihat Kaleela mengusap wajah cantiknya.
Eric menelan ludahnya dengan berat, ia melihat butiran air yang melekat pada bulu mata Kaleela yang lentik, lalu luruh dan turun membasahi bibirnya, air itu bercampur dengan air yang menetes dari anak rambut Kaleela dan luruh pada dadanya.
"Kenapa kau melihatku seperti itu Eric?" Kaleela merasa heran, Eric berdiri di bingkai pintu kamar mandi dan mengamatinya tanpa berkedip.
"Kau cantik," puji Eric, wajahnya menghangat.
Kaleela tersenyum dan bangkit berdiri. Gadis itu mengusap lembut wajahnya dengan handuk. Ia menghampiri kekasihnya yang masih mematung.
"Wanita yang menari di luar sana jauh lebih menarik Eric, mereka lebih cantik dariku." Kaleela menatap mata Eric dengan mata birunya yang menyala terang. Cahaya lampu kuning terpantul pada dua manik indah itu. Membuat Eric semakin terbius.
"Bagiku kau lebih cantik, Kaleela." Eric mengelus wajah Kaleela dan mengecup bibirnya.
"Apa kau mau melihatku menari?" Kaleela melepaskan panggutan mereka.
"Kau bisa menari?" Eric terkesiap.
"Aku hanya menari untukmu." Kaleela tertawa, ia menggulung kaos putihnya ke atas agar perutnya yang ramping terlihat.
Eric melongo, melihat perut Kaleela yang langsing dan lekukan pinggulnya membuat jiwa lelaki Eric meronta-ronta.
"Jangan mengejekku, OK!" Kaleela mulai memasang pose. Membentangakan tangan dan meliukkan pinggulnya.
"Mana mungkin."
Kaleela tersenyum, ia mulai menggoyangkan pinggulnya dan meliukkan perut. Menarikan tarian khas padang pasir dan kisah tentang seribu satu malamnya yang indah. Kaleela sesekali berjinjit, menghentakkan kakinya, dan menggoncangkan gerakan pinggulnya. Goncangan pinggul melambat menjadi gerakan patah-patah yang seksi. Tangannya melambai-lambai lembut di udara mengikuti gerakan tubuhnya yang semakin khayang ke belakang. Tarian itu begitu indah dan sensual di mata Eric.
Eric mengelus bibirnya karena tak kuasa menahan hasratnya atas tubuh Kaleela. Ia ingin menari bersama gadis itu dan menikmatinya seakan ini memang kisah dongeng tentang seribu satu malam yang tak akan pernah berakhir.
"Kau mau menari bersamaku?" Kaleela mengulurkan tangannya.
"Tentu saja." Eric menyambutnya.
Tangan Eric bersarang pada pinggang Kaleela, getaran pelan merambat melalui kontak kulit. Eric mengelus pelan punggung Kaleela sampai naik ke atas, melepaskan kait pada pembungkus dada indahnya. Kaleela diam saja saat Eric melucuti pakaiannya, ia hanya menatap lembut penuh arti pada mata Eric dengan mata indahnya.
"Dance with me, Kaleela," bisik Eric, Kaleela mendesah saat Eric mengecup belakang telinga dan turun ke tulang selangka. Tangan Eric menurunkan rok putih panjang Kaleela, menampilkan sepasang kaki mulus yang jenjang.
"Menarilah di atasku." Eric mengecup bibir Kaleela sebelum melumatnya dengan begitu dalam. Kaleela melengguh pelan, sekujur tubuhnya terbakar oleh bara asmara yang dipetik oleh cinta Eric kepadanya.
Bahu keduanya naik turun tak beraturan. Eric meluapkan nafsunya yang tak lagi terbendung atas tubuh Kaleela. Mereka menghabiskan indahnya malam itu dalam luapan hasrat dan gairah. Yang panas dan juga penuh keringat.
Eric tak lagi peduli dengan teman setim nya yang menunggu air. Ia juga tak peduli bila King akan marah karena ia tak menjalankan hukuman. Ia hanya peduli pada tubuh indah yang menggeliat sensual di bawah tubuhnya itu saat ini. Eric meluapkan rasa cintanya yang besar berbarengan dengan kenikmatan yang membuancah keluar.
Beralaskan pakaian dan rok Kaleela, mereka melakukannya lagi, lagi, dan lagi. Seakan tak pernah puas. Menghabiskan malam itu dengan hentakan kasar dan lengguhan merdu.
"Ach ... aku mencintaimu, Eric."
ooooOoooo
Aw, indahnya kisah Eric dan Kaleela 🥰🥰🥰🥰 cinta deh sama mereka. Bahagia aku pas nulis tentang mereka ini. Hohoho