webnovel

Berduaan Dengan Petra di Ranjang

Petra menepis kasar tangan Olivia yang sudah menjamah kaki serta tangannya dengan pijatan manja. "Anu, anu apa maksudmu?" geramnya dengan alis kiri terangkat naik.

"Ah, haha ... i-itu maksudnya kepala, pinggang atau bagian tubuhmu yang lain, aku bisa memijat semuanya. Dari kecil aku sudah pandai memijat. Bahkan ayah dan ibuku sering menyuruhku menginjak tubuh mereka dari pundak sampai telapak kaki," jelas Olivia terbata-bata.

Petra terlihat begitu sensitif, Olivia jadi merasa tidak enak hati. Dia tidak boleh membuat Petra kesal.

"Kemari, kita coba!" Olivia menarik lengan Petra dengan cepat sampai Petra tidak sempat untuk menolak.

Olivia duduk di atas ranjang dan meletakan bantal di atas pahanya, lalu menyuruh Petra untuk berbaring di sana. Tentu saja Petra menolak. Kelakuan konyol Olivia membuat Petra mengernyitkan dahi tajam-tajam.

"Aku hanya akan memijatmu karena kamu terlihat lelah, curigaan sekali. Coba saja dulu, baru putuskan," gerutu Olivia. Dia beranjak bangun dan melepaskan jubah hitam yang Petra kenakan.

Dada bidang disertai lengan berototnya di balik kemeja panjang sungguh menggelapkan mata. Hampir saja membuat air liur Olivia menetes. Olivia meletakan jubah Petra di sembarang tempat, lalu menarik paksa tangannya untuk berbaring dengan bantalan di atas pahanya.

Pada akhirnya Petra pun tak bisa menolak. Instingnya yang menggerakkan tubuhnya sendiri untuk menuruti perkataan Olivia.

"Rileks, anggap saja aku tukang pijat panggilan," ujar Olivia berusaha membuat Petra tenang. "Wajahmu menghadap langit-langit, lalu pejamkan mata. Kosongkan pikiranmu sambil mengatur napas. Aku akan memijat kepalamu dengan hati-hati."

Yah, tidak ada salahnya juga. (Batin Petra)

Dia mulai memejamkan mata dengan satu dengkul dilipat ke atas. Pikirannya dikosongkan dan mengatur napas seperti apa yang Olivia suruh.

Setelah melihat Petra rileks, kini malah Olivia sendiri yang tidak rileks. Sebab wajah santai Petra yang sedang terlelap di atas pahanya sungguh membuat jantungnya berdebar tak karuan. Dari sisi mana pun garis wajahnya begitu sempurna, benar-benar tak ada celah sedikitpun. Cocok dijadikan idola idaman wanita.

Aroma parfum yang sangat jantan pun menguar dari tubuh Petra, membuat Olivia kehilangan akal sehatnya sebab begitu memabukkan. Namun, Olivia segera menyubit pipinya agar dia tersadar dengan apa yang sedang dia bayangkan.

Pria ini benar-benar racun. (Batin Olivia)

Olivia memulai pijatan dari beberapa titik di wajah Petra yang bisa meredakan ketegangan dan stres. Dari tulang mata, tulang hidung dan pelipis. Kemudian lanjut ke atas kepala. Sebenarnya, dia mengatahui titik-titik pijatan seperti ini dari William. Saat masih berpacaran dengan William dulu, Wiliam sering kali memberitahu hal-hal kecil yang berbau kesehatan padanya. Ilmu-ilmu dasar dari William sering dia praktekan pada ibunya juga, jadi tidak mudah lupa.

Berbicara mengenai William, Olivia jadi mengingat pertemuan tiba-tibanya dengan William di rumah sakit kala itu. Dia tidak mau memikirkan masa lalu lagi, rasanya sesak bila terus menerus mengingatnya.

Petra terlihat sangat menikmati pijatan tangan Olivia yang lihai. Baru beberapa menit dipijat sudah terasa hasilnya. Ketegangan otot kepalanya berangsur membaik. Dia sampai tidak bicara karena tidak mau terganggu.

"Enak, kan?" tanya Olivia sambil diam-diam menguap karena merasa jenuh yang menimbulkan kantuk selama diacuhkan oleh Petra yang sedang khusyuk menikmati.

"Hem," jawab Petra sekenanya.

Olivia hanya menyunggingkan senyumnya sambil terus memijat.

"Aku tiba-tiba penasaran mengenai orang tuamu. Apa mereka tahu kamu menikah denganku?" tanya Petra sambil masih terpejam.

"Ya, tidak ada yang aku sembunyikan dari orang tuaku."

"Tidakkah mereka ingin menemuiku?"

"Tidak. Untuk apa?" celetuk Olivia yang langsung membuat Petra membuka kedua matanya bulat-bulat. Membuat Olivia yang berada di atasnya tersentak kaget.

"Ah, m-maksudnya ... ayahku sudah lama meninggal. Aku sangat miskin, berjuang hidup juga sendirian. Kamu tidak perlu bertanya mengenai hidupku karena tidak ada yang menarik. Aku hanya ingin keluar dari kemiskinan baru setuju menikahimu," bual Olivia, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Petra menghela napas kasar sambil kembali memejamkan matanya. "Akhirnya kamu mengaku juga. Semua orang mendekatiku karena suatu alasan, kamu bukan pengecualian. Aku tidak terkejut."

Olivia menelan saliva dalam-dalam. Dia sudah terlanjur mengatakan itu. Membuat Petra menilai dirinya wanita yang tidak baik. Olivia tidak mau mengakui jika dia butuh uang untuk biaya pengobatan ibunya karena takutnya Bu Susan menganggap dia telah menjual diri pada orang berpengaruh seperti Petra demi uang. Meski uang tersebut untuk biaya pengobatan ibunya sendiri, tapi jika Bu Susan tahu, melihat dari sikap Bu Susan yang sangat baik, Bu Susan pasti akan sangat kecewa dan menyalahkan dirinya sendiri.

Olivia harus berusaha menyimpan kebohongan ini. Entah sampai kapan, yang jelas dia ingin melihat ibunya sembuh dan bahagia seumur hidup.

"Kamu tidak mempermasalahkan jika sebenarnya aku setuju menikahimu karena uang?" tanya Olivia ragu-ragu.

Petra menggelengkan kepalanya samar. "Kamu memiliki apa yang aku butuhkan. Kita impas. Tidak ada yang dirugikan dari pernikahan ini."

Ingin sekali Olivia menghela napas selega-leganya melihat Petra menjawab dengan sangat santai tanpa beban. Rasa sesak di dada menyusut hilang. Timbullah senyum penuh percaya diri.

"Oh, kemarin kamu mengeluarkan uang 450 juta untuk apa?" tanya Petra penasaran.

Deg!

Sekujur tubuh Olivia mendadak tegang. Pijatan tangannya sampai berhenti sejenak. Dari mana Petra tahu dia mengambil uang 450 juta? Olivia harus memutar otaknya untuk menutupi kebohongannya.

"Emm ... a-aku ... aku membeli tas mewah, hehe. Saat di pusat perbelanjaan aku melihat beberapa barang mewah yang seumur hidup belum pernah aku beli. Jadi, aku hanya ingin mencoba bagaimana rasanya memiliki barang mewah," jelas Olivia gelagapan. Telapak tangannya sampai berkeringat karena sangat gugup. Semoga saja Petra percaya dan tidak mempermasalahkannya.

"Benarkah?" tanya Petra yang terdengar meragukan.

Olivia kelimpungan. Dia semakin gugup tak karuan. Dengan cepat Olivia menyuruh Petra diam dan merasakan pijatannya lagi.

Sebenarnya Olivia tidak pandai berbohong, tapi demi ibunya dan apa yang sudah terlanjur dia ucapkan pada Petra, terpaksa dia harus menjadi pembohong andal. Baru saja memulai, tidak mungkin Olivia mengatakan jujur dan mengacaukan semuanya.

...

Di rumah sakit.

"Bagaimana? Nomor kakakmu masih tidak aktif?" tanya William pada Sera yang sedang berusaha menghubungi Olivia dengan perasaan tak karuan.

Sera menganggukkan kepalanya dengan tatapan cemas karena tadi pagi saat sedang berbincang dengan William, seorang perawat memanggilnya, mengatakan kalau ibunya jatuh dan kondisinya menjadi kritis.

"Sudahlah. Keadaan sangat mendesak, kamu saja yang tanda tangan untuk persetujuan operasi. Bu Susan mungkin tidak bisa bertahan terlalu lama karena sarafnya yang rusak akan semakin menyebar," cecar William tak sabaran.

"Tapi, bagaimana dengan biayanya? Aku tidak bisa mengambil keputusan begitu saja jika tidak ada Kakak."

"Jangan pikirkan masalah biaya. Keselamatan ibumu jauh lebih penting," ucap William dengan wajah serius.

Sera merasa William akan menanggung biaya operasi ibunya. Jadi, dia tidak perlu merasa khawatir lagi. Dengan segera Sera menandatangani persetujuan operasi Bu Susan.

Bu Susan pun segera dilarikan ke ruangan operasi. William menemani Sera menunggu di luar.

"Hiks, bagaimana jika ada masalah dalam operasinya? Apa Ibu tidak akan selamat?" tanya Sera sambil menangis dalam pelukan William.

"Tenanglah. Kamu harus yakin, ibumu bisa melewati semua ini," ucap William. Di kepalanya bukan hanya memikirkan kondisi Bu Susan saja, tetapi juga Olivia.

Olivia yang William kenal, tidak akan tega meninggalkan ibunya yang sedang sakit seperti ini. Dia sangat penyayang, tidak egois dan begitu sensitif jika sesuatu menyangkut ibunya. Namun, kenapa sekarang Olivia berubah? Dia jadi egois, demi kepentingannya sendiri tega meninggalkan ibunya ke Ibu Kota. Nomornya pun susah dihubungi.

Apa sebenarnya yang Olivia lakukan di Ibu Kota? (Batin William)

...

BERSAMBUNG!!!