webnovel

Memberikan Ancaman

"Dari mana saja kau?" tanya Luna ketika melihat Carla tiba di rumah sakit.

Dengan lirih Carla menjawab, "Dari rumah, tadi aku melakukan pekerjaan di rumah dulu makanya baru bisa datang ke sini."

Luna yang sejak awal tak pernah menyukai menantunya itu terus memberikan tatapan yang sinis bahkan ia tak peduli meski Carla menyadari hal itu, "Kau ini suka sekali keluyuran tak jelas! Seharusnya kau terus berada di sini untuk menemani suamimu, kau terlihat tak pernah mempedulikan suamimu sendiri."

"Bukan begitu, Bu. Aku juga harus melakukan pekerjaan rumah, belum lagi Kiara membutuhkan perhatianku jadi aku harus membagi waktu." Carla menjawab tegas perkataan mertuanya yang begitu tak memahami keadaan dirinya saat ini.

Terlebih menurut Carla seharusnya Luna bisa mengerti jika ia juga akan sibuk mencari uang dan mengurusi semua permasalahan yang terjadi pada keluarganya, tak mungkin Carla hanya diam dan menemani Fathan sedangkan para penagih hutang terus mengejarnya.

"Banyak sekali alasan, sekarang cepat masuk ke dalam dan temani Fathan. Ibu akan pulang dulu ke rumah," sahut Luna lagi masih dengan nada bicaranya yang ketus.

Carla hanya mengangguk pelan dan membiarkan Luna pergi meninggalkannya sendirian, Carla yang tak ingin terlalu lama berdiam diri memutuskan segera masuk ke dalam ruangan suaminya.

Langkah Carla langsung terhenti ketika ia sudah berada di dekat tubuh lemas Fathan, dengan perlahan Carla duduk di samping suaminya kemudian menggenggam hangat tangan lelaki itu sembari tersenyum manis.

"Hai, Sayang. Bagaimana kabarmu? Pasti sangat buruk ya? Makanya sampai sekarang kau belum juga bangun," gumam Carla sendiri sebab ia tahu betul jika Fathan takkan mungkin menjawabnya dalam keadaan mata yang masih terpejam pulas.

Sambil berkali-kali mengecup punggung tangan suaminya Carla tanpa sadar meneteskan air matanya dengan begitu memilukan, perasaannya sungguh lelah dan kepalanya terasa akan pecah mengingat semua hal yang sedang terjadi juga harus ia hadapi sendirian.

"Andai kau tak mengalami semua ini, kau pasti berada di sampingku menemaniku untuk menghadapi semua masalah yang terjadi dalam keluarga kita. Aku benar-benar lelah sendirian seperti ini, Fathan. Tolong sadarlah, dan temani aku!" pinta Carla sungguh-sungguh tanpa melepaskan pandangannya dari wajah suaminya.

Tak mendapatkan respon apapun dari Fathan, Carla kembali membelai halus kepala lelaki itu lalu memberikan kecupan lama di atas kening sang suami.

Nampaknya Carla sudah tak sanggup lagi menanggung semua beban yang ia alami dan sekarang ini benar-benar membutuhkan Fathan untuk berada di sisinya, "Sayang, aku mohon padamu tolong bangun karena aku sangat membutuhkanmu untuk selalu menguatkanku."

Klekkk

Suara pintu kamar yang terbuka lebar membuat Carla cukup terkejut dan ia spontan menoleh ke arah depan ruangan suaminya, Carla mendapati seorang Dokter dengan pakaian lengkapnya berjalan tenang menghampiri Carla yang kini sedang sibuk menghapus setiap air mata yang menetes membasahi pipinya.

"Dokter," sapa Carla ramah dan sopan.

"Halo, Bu Carla. Bagaimana keadaan anda hari ini?" tanya Dokter tersebut berbasa-basi.

Carla yang tak ingin menunjukkan kesedihannya segera tersenyum kecil dengan manis, "Saya baik-baik saja, Dok."

"Senang sekali mendengarnya, Bu Carla. Tapi maaf sepertinya saya harus segera menyampaikan kabar buruk kepada Ibu mengenai kondisi Pak Fathan," ujarnya dengan raut wajah yang seperti menahan kesedihan.

Mendengar kabar buruk akan segera disampaikan Dokter tersebut membuat Carla merasa sangat penasaran dan tak sabar, "Kabar buruk apa, Dok?"

"Pak Fathan harus segera menjalani operasi di bagian tulung belakangnya, kalau tidak segera dilakukan maka keadaan suami anda akan semakin parah."

Sebenarnya kabar buruk ini sudah pernah Carla dengar dari mulut Dokter tersebut hanya saja karena biaya yang terhambat membuat Carla kebingungan dan meminta waktu lebih lama untuk mencari uang terlebih dulu, sayangnya waktu yang diberikan Dokter itu telah habis dan Fathan harus segera mendapatkan penanganan sebelum terlambat.

"Saya juga ingin suami saya segera operasi tapi saya belum memiliki uang, Dok." Carla menjawab apa adanya mengenai kondisi keuangannya sekarang.

"Maaf, Bu Carla. Tapi operasinya memang harus segera dilakukan," sahutnya lagi sangat serius.

Carla mengerti situasinya kini semakin terdesak dan ia harus segera membayar semua biaya rumah sakit suaminya sehingga mau tak mau Carla hanya bisa menganggukkan kepalanya paham, "Baiklah, besok saya akan melunasi semua biaya suami saya."

"Ibu harus tegar, karena setiap masalah pasti memiliki jalan keluarnya."Dokter itu berusaha menyemangati Carla agar kiat mengahadapi semua masalahnya.

"Terima kasih banyak, Dok." Hanya kalimat itu yang bisa Carla ucapkan saat ini karena sejujurnya hati Carla sudah begitu rapuh dan ia tak mampu menahannya lagi.

"Kalau begitu saya keluar dulu, semoga saja keadaan Pak Fathan segera membaik."

Carla hanya bisa terdiam dan memandangi lelaki itu keluar dari ruangan suaminya, air mata Carla kembali menetes membasahi wajahnya yang sudah begitu kumal seperti tak terurus.

Hanya dengan menggenggam tangan suaminya, Carla bisa sedikit mendapatkan keteguhan hati. Kalau saja waktu bisa diputar, Carla ingin menggantikan posisi suaminya saat ini agar semua rasa sakit yang Fathan rasakan bisa berpindah pada tubuhnya.

"Fathan, aku benar-benar membutuhkanmu."

Brakkk

Kali ini pintu kamar Fathan kembali terbuka lebar dengan kasar hingga menimbulkan suara yang begitu kencang, Carla yang kembali terkejut langsung berdiri dari duduknya dan membalikkan tubuh ke belakang untuk mencari tahu pelaku yang sudah bertindak tak sopan itu.

Carla yang awalnya berniat marah kini seketika terdiam seribu bahasa saat mendapati dua lelaki berbadan besar berjalan memasuki ruangan itu, tubuh Carla bergetar hebat dan ia mulai merasakan ketakutan yang teramat besar.

"Hai, Carla!" sapanya datar dan dingin.

"Mau kapan kalian datang ke sini?" tanya Carla dengan tatapan yang tertunduk ke bawah.

Salah satu lelaki itu terkekeh kecil mendengar perkataan Carla yang menurutnya sangatlah lucu, "Mengapa kau bertanya lagi, Carla? Sudah jelas kita datang ke sini untuk menagih hutang suamimu!"

"A-aku tahu, tapi bisakah kalian menyimpan sedikit rasa simpati kepada keluargaku? Fathan sedang sakit, dan perusahaan keluarga kami bangkrut jadi bagaimana bisa aku membayar semua hutang Fathan pada kalian!" tegas Carla memberanikan diri.

"Aku tak mau tahu, Carla! Itu semua urusanmu! Bukan urusanku!" bentaknya sangat kencang.

"Tapi aku benar-benar sudah tak punya uang lagi," ujar Carla penuh kesedihan.

"Aku tunggu 2 hari lagi, jika lusa kau masih belum bisa membayar semuanya maka aku akan mengambil anakmu sebagai jaminan!" ancamnya dengan penuh penekanan.

Carla membuka mulutnya lebar mendengar ancaman dari para penagih hutang itu lalu ia segera menjawab, "Jangan! Jangan berani-berani kau sentuh anakku!"

"Semua keputusannya ada di tanganmu, Carla!"