webnovel

Jebakan Pertama

"Nick!"

Yang dipanggil segera berlari ke kamar.

"Ada apa, Lyn?"

"Bisa tolong ini?" Lyn membalik tubuh, memunggungi Nick. Memperlihatkan punggungnya yang setengah terbuka ke hadapan pria yang baru pagi tadi menjadi suaminya.

Nick mendekat. Menaikkan ritsleting gaun biscotti Lyn yang panjang.

"Mau ke mana?"

"Menghindarimu."

"Menghindariku?" Kening nick mengerut.

Lyn mengangguk. Menahan tawa dan berusaha tidak memandang mata Nick yang terus menatapnya dengan tajam.

"Lyn, bicara yang benar. Kau mau ke mana untuk menghindariku? Terlalu larut untuk keluar, bukan?"

"Hanya bercanda. Aku sama sekali tidak menghindarimu." Lyn memilih untuk menepuk pipi suaminya, daripada mengelusnya.

"Lalu, apa?"

Lyn berjalan keluar kamar. Diikuti Nick yang masih penasaran.

Lyn meminta mereka untuk segera menikah, seolah dunia akan runtuh jika Nick tidak mengabulkannya, tapi kini wanita itu malah menunda malam pertama? Ada apa sebenarnya?

"Aku hanya akan pergi ke pelelangan gaun yang ikut kurancang tahun lalu bersama Jenifer. Kau sepenasaran itu?"

"Ya, tentu saja. Tadi, setelah upacara pernikahan kita selesai, kau menginginkan malam pertama yang panjang. Lalu, sejam yang baru saja berlalu, kau berubah pikiran. Ada apa?"

Lyn sedikit menggigit bibir, melepasnya segera dan tersenyum menghadap ke arah Nick. "Aku hanya tidak ingin malam pertama yang kacau."

Nick menyeringai. Pikiran nakal melintas sejenak. "Kacau bagaimana maksudmu?"

"Kau baru saja bercerai. Kemungkinan, jandamu masih melintas ketika kau akan klimaks bersamaku."

Nick terbahak. "Itu yang kau takutkan? Sungguh hanya itu, Serelius Hailyn Seba?"

Lyn mengangguk. Bohong. Mana mungkin hanya karena itu. Jujur saja, malam pertama mereka harus lah sempurna. Sesempurna dirinya yang masih suci di usia dewasa, di mana jarang masih ada yang kuat mempertahankan keperawanan sampai selama itu. Selama dirinya.

Tiga puluh tahun!

Itu prestasi? Bagi Lyn, itu kutukan. Dia masih ketakutan setiap kali ada yang berusaha menyentuhnya. Siapa pun, termasuk Nick. Butuh waktu untuk dirinya menyiapkan diri, membuat malam pertamanya menjadi sempurna.

"Setelah kupikir lagi, kau mungkin ada benarnya."

Senyum Lyn hilang setengah. Dia berbalik. Tidak ingin memperlihatkan kecemasannya akan dugaannya yang benar sejak semalam. Tentang Nick yang masih mengingat Nana, bahkan dalam keadaan sadar. Tanpa perlu menunggu malam hari untuk bermimpi.

"Oke. Aku pergi." Lyn sudah menutup pintu dibelakangnya, sambil menghela napas. Mencoba sabar.

Walau sudah menikah, resmi menjadi sepasang suami istri, bahkan bebas untuk bercinta selama dan sebanyak apa pun, belum tentu bisa mengikat hati seorang Nick Alverstoke. Jadi, Lyn tidak perlu terburu-buru. Dua tahun itu cukup, mungkin. Sejauh ini, hanya perkiraan dengan persiapan yang dirasa matang.

Sementara Lyn mengendarai mobil, dia menjawab panggilan dari wanita yang mengajaknya bertemu di pelelangan gaun gamboge dini hari.

"Pelelangannya masih dua jam lagi. Kau ingin bertemu sekarang atau nanti saja di rumah lelang Sortby?" Suara penelepon diseberang, bertanya pada Lyn.

"Sekarang juga tidak masalah bagiku."

"Oke. Kafe Liliana sebelum rumah lelang Sortby, dalam lima belas menit."

"Oke." Lyn memutuskan panggilan. Mengarahkan mobilnya ke tempat tujuan.

Di rumah mereka yang sederhana, rumah milik Nick yang hanya memiliki satu kamar, pria berusia tiga puluh satu tahun itu mematung dengan ponsel di tangannya.

[Ini istri barumu, bukan?]

Bunyi pesannya seperti itu, dikirim bersama foto Lyn yang tengah memeluk Jedrick Howard, atasan Nick di kantor.

Nick tidak tahu bahwa foto itu diambil beberapa minggu yang lalu.

"Kenapa harus dia?" Nick mencampakkan ponselnya ke sofa. Dirinya pun ikut berbaring di sana. Mengingat bahwa selama ini hubungannya dengan sang atasan, berjalan tidak begitu baik.

Nick memilih untuk memejamkan mata, tapi panggilan dari sang mantan istri sungguh mengganggu, walau sudah coba diabaikan.

"Ada apa?"

Diseberang, Nana Demachi terperanjat. "Kasar sekali, Nick."

"Wanita tukang selingkuh memang harus diperlakukan seperti itu."

"Oh, kau masih sakit hati karena kau percaya pada tuduhanmu itu?"

"Aku tidak menuduh. Kau memang tukang selingkuh. Setelah atasanku, lalu temanku. Sekarang, siapa lagi? Aku merasa beruntung tidak memiliki kakak atau adik laki-laki yang mungkin bersedia kau rayu dibelakangku."

"Stop, Nick. Aku menghubungimu bukan untuk ini." Diseberang, Nana mengusap air matanya. Tuduhan Nick begitu kejam. Selama dua tahun pernikahan mereka, hanya ada rumah tangga yang penuh dengan pertengkaran.

"Lalu?"

"Aku akan bertemu dengan Serelius Hailyn Seba, istrimu."

"Jadi? Apa hubungannya denganku?" Walau ada rasa penasaran di dalam hati Nick tentang untuk apa mereka berdua bertemu, nyaris di tengah malam seperti ini.

"Jika ingin melihat sesuatu yang menarik, kau bisa datang ke kafe Liliana lima belas menit la—"

Panggilan diputus Nick secara sepihak. Melempar lagi ponselnya ke tempat semula. Dia mengabaikan ucapan Nana hingga lewat lima belas menit. Di menit ke tujuh belas yang telah berlalu, tubuhnya sudah melesat cepat keluar rumah.

Di kafe Liliana.

Lyn bersedia bertemu dengan mantan istri Nick, bukan tanpa alasan. Dia mau karena Nana berjanji akan memberikan foto-foto masa kecil Nick yang tidak pernah dia miliki selama ini. Dia butuh itu, untuk koleksi pribadi.

Terkesan terobsesi? Terserah lah. Lyn tidak peduli. Sekarang waktunya menunjukkan keberanian untuk mencintai, setidaknya, hanya dua tahun saja. Tidak bisa lebih dari itu.

Beberapa menit setelah acara pernikahan mereka berlangsung, Lyn mendapat pesan dari nomor tidak dikenal yang kemudian diakui sebagai Nana Demachi. Disertai dengan kumpulan foto masa kecil Nick di dalam satu album.

Sialan memang. Lyn merasa kalah!

Mengenal Nick sejak usianya tujuh tahun dan mulai menyukai pria itu begitu dirinya berusia lima belas tahun, tidak membuatnya memiliki barang langka berupa peninggalan berharga berupa foto masa kecil pria tercintanya.

Lyn terus mengutuk diri dalam hati, sampai tidak sadar seseorang sudah muncul di depannya. Menarik kursi dan duduk dengan senyum yang mencapai mata, terlalu lebar.

"Hailyn, apa kabar?"

Sepasang mata mirip boneka milik Lyn membulat. "Jed? Sedang apa di sini?"

Pria itu menopang dagu dengan telapak tangannya. Matanya yang kelabu, menatap Lyn tanpa berkedip. "Menemuimu. Bukankah kau ingin bertemu denganku?"

"Apa yang—ah, sialan!" umpat Lyn marah. Dia ditipu. Bahkan dirinya memberikan kesempatan pada mantan istri suaminya itu untuk mengelabuinya dengan baik.

Jedrick Howard tertawa. Kesenangan yang menyenangkan. Sulit untuk mendapatkan waktu, apalagi perhatian dari wanita dihadapannya ini. Seolah semua yang boleh terjadi di antara mereka hanya lah bisnis semata. Tidak ada yang lain.

"Bagaimana bisa kau bekerjasama dengan Nana untuk menipuku seperti ini, Jed?"

"Menipu?" Jed tertawa lagi. Merasa senang, menang. Dia dan Nana? Perpaduan sempurna untuk menjadi duri paling tajam dalam rumah tangga Nick dan Lyn. "Aku tidak sedang menipu, Lyn."

"Seharusnya, aku bertemu dengan Nana Demachi. Kenapa kau yang muncul?"

"Karena Nana dan aku membutuhkan drama baru untuk dinikmati."

"Apa maksudmu?"

Lyn bahkan tidak tahu bahwa Nick sudah berdiri tegak dibelakangnya. Pria itu berusaha tenang saat melihat atasan dan istrinya melakukan pertemuan diam-diam di jam larut malam seperti ini.

Nick melangkah maju, sambil meraih lengan istrinya untuk dia cengkeram. "Lyn? Bisa kita bicara sebentar?"