Perlahan mata Danu berkedip beberapa kali, sampai akhirnya mata cekung itu terbuka sedikit demi sedikit.
"Aarghh, badanku sakit semua. Mana anak dan istriku?"lirih Danu, menanyakan Risa istrinya, dan Cilla anaknya.
Semua diam, tak ada yang berani menjawab pertanyaan Danu. Takut, kasihan, dan tak tega bercampur aduk menjadi satu bersemayam didalam hati Andin, pengasuh Cilla. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya dalam.
"Andin! jawab pertanyaanku? mana anak dan istriku? bukankah tadi kau juga ikut dalam kecelakaan mobil kita? tapi kenapa kau bisa disini, sedang anak dan istriku entah dimana?!" Danu tak sabar menunggu Andin menjawab pertanyaannya, sehingga ia paksakan dirinya untuk bangun, padahal kakinya sedang di give dan jangan dulu berdiri.
"Sabar pak! Jangan dulu bangun. Kaki bapak belum kuat untuk menopang tubuh bapak. Jadi bapak jangan memaksakan diri begitu pak!" Andin melarang Danu untuk bangun dari tidurnya.
Sedang Danu terus berontak, ingin segera mengetahui keadaan anak dan istrinya itu. Tulang kakinya yang patah, membuat dia tak bisa berjalan dan hanya bisa tertidur untuk sementara waktu.
"Selamat siang bapak! seorang dokter masuk ke ruangan Dimana Andin dirawat. Dokter begitu kaget melihat Danu yang berontak memaksa untuk turun dari tempat tidurnya.
"Mohon bapak yang sabar ya pak! Bapak harus sayang sama tubuh bapak sendiri dan ingat anak bapak. Kalau bapak begini, dan bapak kenapa- napa, bagaimana nanti anak bapak? sedang istri bapak, bu Risa tak bisa kami selamatkan," ungkap dokter sambil berusaha menenangkan Danu.
Seperti disambar petir ditengah gurun, Danu merasa kaget luar biasa. Hal paling menakutkan dalam hidupnya, harus ia alami saat ini. Risa meninggal dalam kecelakaan tunggal yang mereka alami tadi pagi.
Danu kehilangan tenaganya. Ia tak punya lagi kekuatan, bahkan hanya untuk berbicara sekalipun. Tatapannya tiba-tiba menghitam, dan entah apa lagi yang terjadi selanjutnya pada Danu.
***
"Ayo makan dulu pak! Biar bapak sehat, kalau Bapak sehat juga kan nona Cilla juga ikut senang, iya kan sayang?" Tanya Andin dengan lembut. Air mata Andin tak bisa berhenti kala mengingat nasib naas yang menimpa anak kecil berumur 5 tahun didepannya itu.
Ibunya yang meninggal, dan ayahnya yang kini mengalami lumpuh sementara, akibat dari kecelakaan pagi itu, merenggut nyawa Risa, dan menyisakan kedukaan yang mendalam bagi Danu terutama Cilla.
"Iya ayah, Mbak Andin bener. Ayah harus makan, biar ayah cepat sehat, nanti bisa main lagi sama Cilla. Iya kan Mbak Andin?" tanya Cilla polos. Matanya yang bulat, membuat Andin tak bisa berhenti untuk menciumnya.
Andin pengasuhnya semenjak bayi, membuat Cilla begitu dekat dengan Andin. Bahkan setelah Ibunya meninggal, Cilla hampir tak pernah ingat akan Ibunya itu, karena Andin selalu melimpahkan kasih sayangnya dengan penuh untuk Cilla.
"Aku menyayangimu seperti anakku sendiri sayang. Walaupun aku belum punya anak, tapi rasanya saat berada di dekatmu itu, seperti aku memiliki anak sendiri," batin Andin sambil memeluk tubuh mungil Cilla.
Danu memperhatikan gerak gerik Andin yang begitu tulus menyayangi anaknya.
"Andin begitu tulus mencintai Cilla. Aku beruntung mempunyai pengasuh seperti Andin. Melihat kedekatan anaknya dan Andin, membuat Danu luluh, dan mau makan di suapi oleh Andin.
"Naah gitu dong yah, Cilla seneng lihat ayah makan," kata Cilla memeluk tubuh ayahnya. Beruntung Cilla dan Andin selamat, karena saat kecelakaan terjadi, Andin dan Cilla duduk di belakang. Sehingga mereka bisa selamat dari maut.
***
Seminggu sudah pasca kematian istrinya, Danu masih belum bisa melupakan kejadian mengerikan itu. Dimana, dia harus kehilangan istri tercintanya. Yang begitu setia menemaninya selama ini, suka dan duka mampu mereka lalui berkat ketelatenan Risa. Tapi sekarang? semua hanya sebuah kenangan. Danu merasa kesepian semenjak meninggalnya Risa.
Baginya, tak ada lagi perempuan yang bisa menggantikan sosok Risa, yang sudah memberinya satu anak yang cantik seperti Cilla.
Danu masih duduk di kursi roda, memandangi langit gelap dengan gemercik air hujan yang turun. Sepi terasa semakin menusuk, kala Ia mulai teringat akan Risa.
"Sayang, aku sangat merindukanmu. Kenapa kau tega meninggalkanku sendirian disini? Bagaimana dengan Cilla? Dia masih butuh kasih sayangmu Risa," keluh Danu, dengan air mata menetes di pipinya.
"Ceklek!" Suara pintu terbuka membuat Danu menghapus air matanya yang tak bisa lagi dibendung. Seumur hidupnya, baru kali ini lah Danu menangis karena kehilangan istrinya.
"Ibu," sapa Danu dalam kegelapan.
"Kamu belum tidur nak? Ngapain juga ini lampu dimatiin begini? Janganlah kau terus murung begitu Danu! Kau harus tetap semangat demi anakmu!" Ibu menasihati Danu, yang masih setia dengan kesendiriannya.
"Susah bu. Aku belum bisa melupakan Risa begitu saja. Apalagi kalau aku melihat Cilla. Kasihan dia, masih sekecil itu harus kehilangan Ibunya," keluh Danu.
"Ingat lek...semua ini titipan Tuhan! Kau harus ikhlas, agar kau bisa cepat sehat, dan beraktifitas kembali," nasihat ibu ,setidaknya bisa sedikit meringankan pikiran Danu yang kalut tak karuan.
"Coba kamu lihat anakmu deh. Andin pengasuhnya itu, dia sangat mencintai anakmu itu dengan tulus, sampai-sampai Cilla tak pernah mengingat ibunya bukan?!" Tanya Ibu membuat Danu langsung melihat Andin yang tengah tertidur pulas memeluk Cilla anaknya.
"Mereka begitu dekat dan sepertinya Cilla nyaman bersamanya," ungkap Ibu terharu.
"Nanti, kalau kau sudah sembuh, dan mau menikah lagi, kau nikahi saja Andin, pengasuh anakmu itu. Jangan cari wanita lain ,yang belum tentu mencintai anakmu seperti dia," tiba-tiba ibu membahas pernikahan dengan Danu.
Tentu saja itu membuat Danu merasa terganggu. Dia kesal karena barusaja satu minggu Risa meninggal, ibu sudah membahas masalah pernikahan.
"Hentikan bu. Aku takkan menikah lagi. Bagiku, istriku cukup hanya Risa. Tak ada yang lain!" jawab Danu setengah berteriak. Dia paling benci jika Ibu kembali membahas hal itu.
"Tolong lah bu, Risa barusaja meninggal seminggu, tolong hargai perasaanku. Aku tak ingin dulu membahas pengganti Risa. Karena sampai kapanpun, Istriku hanya Risa," tegas Danu, diatas kursi rodanya. Ada embun dimatanya, yang ingin mengalir deras saat kembali mengingat kematian istrinya tercinta.
"Ibu kan enggak nyuruh kamu cepat-cepat nikah, ibu hanya menyarankan saja. Laki-laki kan biasanya mau cepat cari pengganti lagi kalau istrinya meninggal" ketus ibu.
"Tidak semua bu!" Sangkal Danu tak setuju.
Sifat Danu yang periang, humoris dan hangat kini berubah total berbalik keadaan. Dia menjadi seorang yang dingin, pendiam dan pendendam. Hidupnya tak lagi bergairah setelah meninggalnya Risa.
" Permisi Pak! Maaf mengganggu. Saatnya minum obat pak!" Kata Andin, mengetuk pintu dan masuk ke dalam kamar Danu. Matanya bertamasya ke sana kemari menyusuri setiap dinding yang masih terpampang foto Risa.
"Kau mau memberiku obat atau mau melihat-lihat kamarku? Kenapa matamu jelalatan begitu? Cepat laksanakan tugasmu dan keluar dari kamarku!" Danu mengusir Andin perlahan.