webnovel

. 11

"wah.. wah.. wah.. hari ini ada yang murung nih.. " Risa menggoda.

"eh.. kalian tahu gak kemarin ada yang cedera saat latihan basket untuk turnamen besok " tutur Novi.

"oh.. iya.. aku tahu, itu anak kelas delapan kan..? " tutur Risa.

Novi mengangguk mengiyakan.

"sayang sekali padahal dia selalu mengikuti berbagai turnamen dan menjadi unggulan di tim basket sekolah kita" Novi mengeluarkan pendapat.

Entah mengapa aku menjadi muak disana.

"Sudah.. sudah.. aku mau ke kamar mandi" tanpa aku sadar aku mengatakannya setengah emosi.

"kenapa sih dia? " tanya Risa.

Novi mengangkat bahu.

"kenapa sih.. aku ini...!" gerutuku sendiri.

"kenapa juga harus emosi ketika mereka membicarakan dia? "

"apa mungkin aku merasa bersalah atas kejadian kemarin? seharusnya aku ikut membantu bukan hanya menonton.. " aku menekuk wajah.

Bel berbunyi tanda kelas akan segera dimulai.

Pulang sekolah...

"Nis.. yakin kamu mau pulang sendiri? " tampaknya Risa ragu.

"iya.. gak apa-apa tadi aku sudah izin ke ibu, sekalian aku mau mampir dulu.. " tuturku.

"ya udah hati-hati.."tuturnya sembari melambaikan tangan.

aku bergegas ke jalan menunggu angkot yang sejalan dengan arah rumahku.

Setelah menaiki angkot aku berhenti di depan gerbang hunian. Disana terdapat kios penjual buah-buahan segar. aku berniat membeli beberapa buah segar. "mm.. enaknya beli buah apa ya..? " pikirku.

"jeruk, apel atau mangga.. "

"lho.. kamu disini juga.. " sebuah suara seakan mengarah kepadaku.

'suara ini jangan-jangan.. Rifki' tebakku.

aku menengok ke arah suara. ternyata benar!

"kamu beli buah apa? " tanyanya.

"oh.. ini apel dan jeruk.. " jawabku yang sebenarnya belum tahu mau beli yang mana.

"itu pasti segar.. " tambahnya.

"memang itu untuk siapa? "

"untuk tetanggaku, ia sedang sakit dari kemarin.. " jawabku sekenanya.

"oh.. ya.. lelaki yang waktu itu bersamamu di taman siapa? " tanyanya sambil memilih-milih buah.

"oh.. itu.. tetanggaku. Kebetulan kami bertemu disana"

"memang kenapa? " tanyaku balik.

"apa ia satu sekolah dengan kita? "

aku mengangguk.

"apa ia pacarmu? " pertanyaannya membuatku terkejut.

"apa..! itu tidak mungkin. ibu melarangku untuk pacaran" jawabku cepat.

Senyum di wajahnya mengembang seketika. aku melihatnya heran.

"ada apa? " tanyaku penasaran.

"ti.. tidak..! "

"kalau begitu aku duluan.. " pamitnya.

Aku melihatnya berjalan menjauhi kios.

Selesai memilih, aku memberikan beberapa lembar uang kertas.

"ini kembalinya neng " tutur penjual buah seraya memberikan uang kembali kepadaku.

Sisa perjalanan, ku tempuh dengan berjalan kaki hingga sampai rumah.

"Assalamualaikum.. " aku segera membuka pintu.

"Wa'alaikumsalam.. udah buahnya? " seru ibu seraya melirik tas keresek hitam yang ku pegang. aku mengangguk lalu mencium tangan ibu.

"Ys udah, buahnya taruh dulu diatas meja. Kamu ganti baju dulu.. " perintah ibu.

Aku segera ke kamar.

Selesai berganti baju dan makan. aku kembali ke kamar sembari memainkan gawaiku.

tuk.. tuk..

ibu mengetuk pintu kamarku.

"iya.. ada apa bu.. " tuturku setelah membuka pintu.

"lha.. belum siap? ayo katanya kamu mau menjenguk Alan" tutur ibu senyum-senyum.

"ihh.. apaan sih bu! udah biar ibu aja.. !" kataku dengan muka setengah memerah.

"udah cepat ganti baju sana.. kalau niat kamu baik, ibu izinkan "

"toh.. kalian gak akan berbuat macam-macam kan..?!" pertanyaan ibu membuat aku tak bisa berkutik.

"ibu... ngomong apa sih.. " gerutuku dengan muka yang mungkin merah padam.

ibu hanya tertawa-tawa.

"udah sana siap-siap... ibu cuma bercanda "

"ibu percaya sama kamu, bahwa kamu pasti bisa menjaga perasaan kamu dengan baik"

"suka itu wajar, hanya saja kamu harus cerdas dalam mengelolanya. Jangan sampai kamu overdosis menghirup virus merah jambu itu.. " ibu menasihati dengan lembut seraya mengelus kepalaku.

"udah cepat ganti baju.. " perintah ibu lagi.

Aku mengangguk, lalu berjalan ke kamar.

"nah.. buah yang tadi tolong berikan kepada Alan. Bilang cepat sembuh dari ibu untuk Alan dan salam dari ibu untuk ibunya.. "

Aku segera berpamitan dan melangkah keluar rumah.

Selama diperjalanan, aku gelisah. keraguan masih menyelimuti hatiku.

Tibalah aku didepan rumah bercat hijau dengan arsitektur yang sederhana. Aku melangkah pelan. ku siapkan hati untuk mengetuk pintu sang pemilik rumah.

"tuk.. tuk.. "

"iya.. tunggu sebentar.. " jawab seseorang dari dalam.

pintu terbuka.

"eh.. neng geulis.. ayo.. masuk dulu.. " tutur seorang ibu yang usianya tak jauh dari ibuku. Dan itu tak lain adalah ibu kak Alan.

"monggo.. monggo.. diminum dulu.. " tuturnya sembari menuang teh hangat.

"Lan.. Alan.. lihat siapa yang datang.. " tutur ibunya lagi.

Seketika wajahku memerah.