Jangan pernah panggil aku Lisa, kalau enggak bisa mengelak dari diantar mantan pulang. Ya, walaupun akhirnya Ibu, harus mengomel sepanjang perjalanan tetapi saat mau sampai ke rumah beliau sudah paham dengan apa yang aku lakukan tadi.
"Maafin, Ibu, ya, Lis! Ibu enggak bisa mengertikan perasaan kamu," ucap Ibu sedih.
"Iya enggak apa-apa kok, Bu. Lagian aku tahu pasti niat Ibu, baik ingin buat aku dan Hendri berdamai."
"Iya, Lis! Seenggaknya kalau kalian enggak jadi pasangan halal minimal jadi teman yang baik menyambung tali silaturrahmi,"
"Iya, Bu," jawabku singkat.
"Kamu masih mengharapkan, Nak Ali ya, Lis?" tiba-tiba Ibu, menyebut nama itu lagi.
Aku terdiam, "Bu …. Aku mau mandi dulu ya, bau acem nih," aku pura-pura mengkibaskan baju."
Alasan terbesarku setuju keluar dari kantor Bang Dito adalah Ali. Entah kenapa, perasaan ini masih utuh untuk dia. Bahkan berkali-kali aku menyadarkan diri sendiri untuk tidak terlalu mengharapkan dia. Namun, ternyata susah sekali.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com