webnovel

Me Vs Dad

"Kenapa bukan ayahku yang mati? Kenapa harus Nana? Tuhan, ambil saja nyawanya. Aku rela menukar kebahagianku agar bisa hidup bahagia bersama dengan Nana" Pikiran itu yang terlintas pada benak Isabella, gadis muda berusia empat belas tahun yang begitu membenci ayahnya, , dan hanya memiliki Nana - nenek yang selalu mencintai dan melindunginya. David Mahendra. Pria tampan kaya raya, memiliki hati bengis terhadap putrinya sendiri. Menganggap Isabella sebagai hama yang perlu dibasmi. Seketika kehidupan mereka berubah, saat mereka terbangun pada tubuh yang salah dan jiwa mereka tertukar. Apa yang akan terjadi pada David dan Isabella? Bisakah mereka saling mencintai sebagai ayah dan anak?

Sita_eh · Adolescente
Classificações insuficientes
171 Chs

Seragam Yang Salah

David masih menekuk rapat wajahnya, walaupun itu bukanlah wajahnya sendiri. Tapi ingin sekali dia berteriak kesal ketika ia baru tersadar, kalau putrinya sedang mengerjai dirinya.

"Awas kau, Bella!" Ucapnya geram ketika baru saja turun dari mobil.

Semua siswa dan siswi Sekolah Menengah Bintang memperhatikannya, bukan karena David tampak mempesona dengan menggunakan tubuh Isabella. Melainkan David sadar kalau dia mengenakan seragam yang salah.

Felix bingung bagaimana agar bisa memperbaiki suasana hati Isabella, mendekatinya perlahan karena sedari tadi sepanjang perjalanan menuju sekolah. Isabella lebih banyak diam dan memasang wajah masamnya.

"Nona Bella, kalau kita kembali kerumah waktunya tidak akan cukup. Lebih baik kalau saya kembali dan membawakan seragam anda yang benar." Usul Felix.

David menatap sinis pada Felix, setelahnya mendengus kesal. Ingin ia luapkan kekesalannya pada pria dihadapannya, tapi alih-alih melakukan itu. David hanya memberikan senyuman yang ia paksakan.

"Tidak ada pilihan, bukan? Ya sudah, mau diapakan lagi. Aku akan masuk kedalam kelas saja." Ucap David kesal. Baru saja ia melangkah dan dengan cepat sudah membalikkan tubuhnya, melihat Felix dengan sorot mata yang bingung.

"Ada apa, Nona Bella? Apa ada hal lain lagi yang ingin nona ambil dirumah?" Tanya Felix dengan sigap.

"No... no... no..!" David menggerakkan telunjuk kanannya, dan mendekati Felix.

"Menunduk!" Perintah David.

"Apa, nona? Menunduk?"

"Ah... Menyebalkan sekali! Aku bilang cepat menunduk, aku ingin berbisik dan mengatakan sesuatu!" Perintah David, dan Felix menurut dengan penuh tanda tanya.

"Eee... Dimana ruangan kelasku?" Tanya David ragu, dan Felix justru menatap heran. "Cepat katakan saja, dan jangan banyak bertanya lagi!"

Setelah mendapatkan informasi dari Felix, yang mengatakan bahwa kelasnya ada dilantai dua. David bisa menemukan sebuah kelas dengan papan nama bertuliskan "Brilliant", pada bagian depan pintu.

"Disini rupanya." Ucap David dan masih berada didepan pintu kelas.

"Bella? Bella, benar ini kamu?" Seorang anak laki-laki berkacamata, menepuk pundak Isabella dengan kuat. Belum lagi suaranya yang melengking memekakkan telinganya, segera saja David mengusap kuping kecilnya dengan memandang kesal.

"Hahaha...!" Anak laki-laki itu tertawa puas. Berjalan mengitari Bella, yang sedang ia amati dengan teliti.

"Kamu salah seragam, Bella? Kok bisa, sih?" Tanyanya dengan heran, menggelengkan kepala dengan rasa tidak percaya.

"Cih! Siapa anak laki-laki ini? Sok akrab banget." Batin David jengkel.

"Iya, aku memang salah seragam. Nanti supirku juga akan mengantar seragam yang benar, kau tidak perlu terkaget sampai seperti itu." Jawab David ketus.

"Ethan! Disini kamu rupanya, ini buku catatan yang kemarin aku pinjam. Thank's ya, lain kali kalau aku ada perlu, aku akan pinjam lagi, OK." Ucap anak laki-laki dengan tubuh kurus dan super tinggi, pasangan anak laki-laki itu juga segera mengarah pad Isabella.

"Oh jadi dia yang namanya Ethan?" Batin David. Teringat akan cerita putrinya yang mengatakan, kalau dia hanya memiliki satu sahabat baik laki-laki.

"Bella! Hoh... ho... Tadi aku dengar murid-murid di lorong membicarakan ada siswi yang salah seragam. Jadi... ternyata kamu, Bella!" Ucapnya dengan seru, dan menertawakan Isabella.

"Ucapan kamu itu sama sekali enggak lucu!" David sudah tidak bisa lagi berbasa-basi, ataupun bersikap manis.

Dia berjalan mendekat kearah Ethan dan temannya yang berada diambang pintu. Kedua siswa laki-laki itu hanya diam dan tidak bergerak, merasa aneh karena tidak biasanya Isabella marah hanya karena guyonan kecil.

"Jadi cepat kalian menyingkir dari jalanku. Atau kurobek-robek kalian, dan kucincang halus untuk menjadi makanan anjingku!" Ancam David dengan sungguh-sungguh.

"Eee... Kita hanya bercanda, Bell. Kenapa kau serius sekali pagi ini. Apa kau sudah sarapan? Mau ku belikan roti?" Tanya siswa bertubuh jangkung, tapi jawaban Isabella adalah sorot mata tajam dan keji.

"I... iya deh. Silahkan Bella cantik, silahkan lewat." Ucapnya dengan senyuman yang terlalu dipaksakan.

"Ethan? Ada apa dengan Bella, dia terllihat aneh? Marah-marah seperti ini, tidak seperti biasanya."

"Roby, aku tidak tahu kenapa dengan Bella? Mungkin dia masih sedih karena nekneknya yang meninggal." Jawab Ethan asal saja. Tapi tetap melihat kearah Isabella, yang sedang berdiri diantara barisan siswa dan siswi, yang memberikan tatapan bingung dan bertanya-tanya.

"Kenapa lagi dia?" Tanya Roby, bersama dengan Ethan mereka berdua masuk kedalam ruang kelas.

David sebenarnya bingung, dimana dia harus duduk. "Ah, disini saja." Ia pun duduk pada kursi kosong disamping sisi kanannya.

"Bella, itu kan tempat dudukku. Kau seharusnya duduk disini." Tunjuk Ethan kearah bangku yang lainnya. Tatapannya tetap menatap Bella dengan bingung, dan David mencoba raut wajah senormal mungkin atas kesalahannya sendiri.

"Kalau aku mau duduk disini, memangnya tidak boleh? Apa ada larangannya?" David berucap dengan ketus, membuat Ethan membalasnya dengan senyuman tak berarti.

"Tentu saja boleh, Bella. Kamu boleh duduk disini, kapan saja kamu mau." Ucap Ethan dan duduk ditempat milik Isabella.

Hampir semua siswa dan siswi yang ada didalam kelas, berbisik-bisik membicarakan Isabella. Karena penampilannya yang paling berbeda diantara lainnya, seragam yang salah masih ia kenakan. Isabella sendiri lebih sering memasang wajah masamnya, ketimbang tersenyum.

"Bagus! Hari pertama aku sudah sukses menjadi pusat perhatian! Awas saja kau, Bella!" Batin David kesal.

***

Di tempat yang berbeda - Kantor Mahendra

Isabella tidak hentinya menatap dari balik jendela, melihat pemandangan gedung-gedung tinggi dan megah.

"Wahh... Jadi setiap hari ayah pergi kekantor seperti ini? Apa ini yang namanya bekerja? Mudah sekali, lebih enak ketimbang sekolah." Ucap Isabella pelan.

Supir pribadinya menatap heran dari balik kaca spion depan, sedari tadi memperhatikan tingkah laku majikannya yang banyak tersenyum. "Anda terlihat senang sekali hari ini, Tuan David?" Ucapnya, dan menghentikan tatapan kagum Isabella pada sisi jendela.

"Apa? aku? Ah... tidak! Aku biasa saja hari ini." Jawab Isabella, segera saja ia duduk tenang didalam mobilnya. Tidak baik jika dia terlalu menunjukkan sifat sebagai sosok Isabella.

Dan perjalanan Isabella terhenti pada gedung tinggi, yang memiliki pancuran air pada bagian tengah lobi. Mobil yang ia tumpangi berhenti tepat di depan pintu masuk, seorang petugas pria dengan sigap membukakan pintu untuk orang paling penting di perusahaan Mahendra.

Langkah kaki Isabella terlihat santai, perasaan senang dan bangga karena melihat orang-orang yang menunduk hormat dihadapannya. Isabella mencoba untuk tidak terlalu melebarkan senyumannya, dia tetap melangkahkan kakinya menganggap dirinya adalah David Mahendra.

"Jadi seperti ini rasanya menjadi ayah? Dihormati dan disegani." Batin Isabella puas.

Banyak sekali pasang mata yang menoleh, dan ada juga yang terpaku diam menatap lurus kearah Isabella. Sungguh aura dan karismatik dari seorang David Mahendra, membuat siapapun akan terpukau.

Isabella masuk kedalam lift, seorang wanita sudah berada didalamnya.

Wanita itu segera melangkah mundur, takut akan kehadiran David yang baru saja tiba. Bahkan orang-orang yang sudah menunggu dan akan masuk kedalam, mengurungkan niat mereka dan lebih memilih lift yang berikutnya daripada harus bersama dengan David Mahendra.

"Pagi..." Sapa Isabella dengan ramah, ditambah sebuah senyuman.

"Pa... pagi, Tuan David." Ucap wanita itu gugup dan takut, tidak berani menatap wajah David.

"Bisa kau beritahu aku, dimana lantai ruang kerjaku?" Tanya Isabella, dan wanita itu semakin menatap dengan bingung.