webnovel

MARRY AN IMAGINARY HUSBAND

"Queen Ametsa, maukah kau menikah denganku?" Seorang pria berdiri kokoh di hadapannya dengan memakai pakaian seperti pangeran. Ametsa menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya berkaca-kaca, karena tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini. "K-kau kembali?!" Pria di hadapannya itu tersenyum, lalu berjalan mendekat ke arahnya dengan sebuah cincin yang berada dalam genggamannya itu. "Sudah lama aku menantikan semua ini, kupikir kau tidak akan pernah kembali. Atau, mungkin kita tidak ditakdirkan untuk bersama karena kau dan aku berada di dunia yang berbeda." Ametsa melihat pria di hadapannya secara nyata dan seperti manusia yang seutuhnya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka dengan semua yang terjadi saat ini. "Tidak masalah untukku, kau akan tetap menjadi cinta terakhirku. Ametsa, maukah kau menjadi ratu untukku?" *** Bermimpi bertemu dengan seorang pria yang tidak pernah diketahui wajahnya membuat Ametsa merasa penasaran. Diperlakukan istimewa membuat gadis itu terkadang merasa gila, karena perasaan yang dimilikinya.Berkencan adalah solusi baginya untuk menemukan siapa sebenarnya pria yang selalu datang ke dalam mimpinya. Tujuan utama Ametsa, yaitu menggenggam tangan setiap pria yang melakukan kencan dengannya. Hingga pada pertemuannya dengan seorang pria ke sepuluh membuat Ametsa merasa sulit untuk mempercayainya, bahwa ternyata sosok yang selalu memperlakukannya seperti ratu ada di hadapannya. Sejak saat itu Ametsa tidak pernah menghubunginya lagi dan berusaha menghindari sosok pria tersebut. Namun, pada suatu ketika takdir kembali mempertemukannya dengan cara yang sangat berbeda. Dari sanalah kisah mereka dimulai dengan seorang pria yang memperjuangkan Ametsa, gadis muda yang tidak percaya dengan adanya dunia berbeda. Art by Pinterest

giantystory · Fantasia
Classificações insuficientes
281 Chs

JASON MENYAKITI AMETSA

Sudah berjam-jam menunggu, akhirnya gadis itu sudah selesai. Jason yang sedang duduk sembari memainkan ponselnya pun seketika mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat hingga di mana pria tersebut melihat dua kaki jenjang yang sangat indah dengan sepatu kaca yang menghiasinya.

"Jason," panggil seseorang di hadapannya itu.

Awalnya ia ragu untuk mendongakkan kepalanya, akan tetapi setelah dirinya mendengar suara yang sudah tidak asing lagi baginya memanggil namanya membuat Jason tanpa ragu menaikkan kepalanya dan melihat seorang gadis cantik yang begitu berbeda dari biasanya.

"Jason, apa aku terlihat buruk sampai kau tidak ingin melihatku?"

Pria itu menjadi merasa bersalah dan langsung berkata, "Ah, tidak, tidak, bukan seperti itu, aku sedang membalas pesan jadi tidak tahu kalau kau sudah berdiri di hadapanku, maafkan aku, Ametsa."

"Bagaimana penampilanku?" tanya Ametsa dengan senyuman manisnya yang kini kembali. "Kau tahu, Jason? Sebenarnya aku merasa tidak percaya diri dengan diriku sendiri."

"Kenapa tidak? Kau sangat cantik bagiku, Ametsa. Jangan bilang seperti itu, aku tidak menyukainya."

"A-ah, maafkan aku, dan terima kasih."

Jason yang mendengarnya pun langsung tersenyum, kemudian terkekeh ketika melihat tingkah dari seorang gadis yang berada di hadapannya saat ini.

"Apa kau tidak tahu kalau aku sangat mengagumi?" ujar pria itu dalam hati. "Jika waktunya tepat, aku pasti akan mengurungmu dan menjadi milikku selamanya, haha!"

Niat jahat Jason sudah lama terancang di dalam kepalanya, saat itu sejak pertemuan pertamanya dengan Ametsa yang berada di Cafe milik Jilly.

Awalnya Jason tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan gadis cantik seperti seorang gadis yang berada di hadapannya saat ini, akan tetapi setelah diperhatikan kembali, wajahnya sangatlah cantik dan saat itu ia juga menyadari bahwa Ametsa sangatlah polos menjadikan dirinya pada saat itu juga langsung memberikan kartu nama miliknya sendiri.

"Jason, kau kenapa?" tanya Ametsa sembari melambaikan tangan tepat di hadapan wajahnya. "Kau ... baik-baik saja, 'kan?"

Jason tersadar dari lamunannya. "A-ah, maafkan aku. Ya, aku baik-baik saja, aku terlalu terkagum dengan kecantikanmu, maka dari itu aku seperti ini."

Kembali gadis itu dibuat salah tingkah dengan perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Jason kepadanya. Kali ini Ametsa tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi seorang pria seperti dirinya, karena ia yang merasa takut untuk jatuh hati dengan begitu cepat kepada Jason.

"Ayo kita pergi," ajak Jason dengan salah satu tangannya yang menarik pergelangan gadis itu untuk digandengnya. "Waktu kita tidak banyak, benar 'kan?"

"Ya, aku pun harus kembali bekerja besok pagi," ujar Ametsa dengan senyum manisnya itu. "Ya sudah, kita pergi ke sekarang. Akan kupastikan bahwa kau akan menyukainya, Ametsa."

Kedua pipi Ametsa langsung merah merona mendengar perkataan dari seorang pria yang saat ini menggandeng tangannya itu. Ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya sehingga sehingga dirinya kini tidak sadar kalau sedari tadi sudah diperhatikan oleh Jason.

"Kau kenapa?" tanya pria itu dengan senyum manisnya itu. "Ayo masuk, pintu untukmu sudah terbuka lebar."

Ametsa yang menyadarinya pun langsung terburu-buru memasuki mobil dengan kedua tangannya yang menutupi wajahnya karena malu, sedangkan Jason yang melihatnya geleng-geleng kepala sembari terkekeh sebelum akhirnya menutupi pintu.

Kini kedua orang tersebut sedang berada dalam perjalanan menuju sebuah Restoran yang telah dipesan dengan sengaja oleh Jason khusus untuknya dengan Ametsa. Ia berharap tidak ada yang mengganggu dirinya dengan gadis di sampingnya saat ini.

"Ametsa," panggilnya tanpa menoleh.

"Ya, ada apa Jason?" sahut Ametsa yang kini menatap ke arahnya dengan senyum tipisnya itu.

"Aku ingin tahu tentang perasaanmu saat ini," ujar Jason. "Bagaimana, apa kau senang, Ametsa?"

"Ya, tentu saja. Aku sangat senang sekali."

Jawaban gadis itu membuat Jason senang, ia sedikit menyeringai puas dengan rencana yang berhasil kali ini dan dirinya hampir saja mendapatkan hatinya.

"Itu saja?" tanya Ametsa dengan kedua alis yang terangkat.

"Tidak, masih ada yang ingin kutanyakan kepadamu."

"Apa?"

Jason mungkin saat ini sedang merasa penasaran dengan kehidupan gadis itu yang sepertinya Ametsa berasal dari keluarga yang tidak biasa. Melihat wajahnya yang begitu cantik rupawan menjadikan pria itu ingin melihat kedua orang tuanya.

"Aku tidak apa-apa, kan, jika membawamu pulang larut malam ini?"

"Tidak, memangnya kenapa?"

Kedua alis Jason langsung terangkat setelah mendengar jawaban yang begitu mudah diucapkan oleh Ametsa.

"Apa kau yakin?"

Ametsa mengangguk. "Ya, aku yakin," ujarnya.

"Maaf jika aku lancang, apa mereka tidak mengkhawatirkanmu?"

Kening Ametsa langsung berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di sampingnya saat ini.

"Mereka?" ulang gadis itu yang kini langsung kembali memandang lurus ke depan dengan berpikir keras sebelum akhirnya menemukan jawabannya. "Oh, maksudmu, orang tuaku?"

"Hm, ya, seperti itu."

"Aku ... tidak memiliki orang tua," jawab Ametsa dengan kepala yang menunduk. "Mereka sudah pergi meninggalkan di dunia yang jahat ini."

Mendengar itu seketika mobil yang dikemudikan oleh Jason pun mendadak terhenti, pria itu langsung menoleh ke arah seorang gadis yang berada di sampingnya yang membuat Ametsa menatapnya dengan bingung.

"Kau kenapa?" tanya Ametsa dengan kedua alis yang terangkat. "Kau baik-baik saja, kan, Jason?"

Jason yang sedari tadi hanya diam sembari menatap gadis di sampingnya saat ini, seketika pria itu langsung menarik tubuh Ametsa sehingga gadis itu berada dalam pelukannya.

"Maafkan aku, Ametsa. Sungguh aku tidak pernah bermaksud membuatmu bersedih, sekali lagi maafkan aku."

Dalam pelukannya, saat ini Ametsa diam-dima tersenyum getir, ia tahu pasti akan lebih terlihat menyedihkan ketika semua orang mengetahui bahwa dirinya sudah tidak memiliki kedua orang tua dan hanya hidup dengan sebatang kara.

"Aku tidak apa-apa, Jason."

"Tidak, aku yakin kalau kau sebenarnya ingin menangis, jadi menangislah sesuka hatimu. Jadikan aku sebagai sandaran dari kesedihanmu itu, Ametsa."

Tanpa ragu, akhirnya Ametsa pun menangis tanpa suara, tanpa getara ditubuhnya, akan tetapi Jason yakin bahwa yang dia rasakan saat ini memanglah benar, bahwa gadis itu sedang menangis.

"Aku akan membuatmu bahagia, Ametsa. Akan kupastikan itu."

Diam-diam Jason menyeringai melihat keadaan gadis ini yang ternyata hanya seorang diri, tetapi itu semua belum pasti.

"Ametsa, apa saudaramu tidak mencarimu juga?"

"Aku tidak memiliki saudara, Jason. Dan aku benar-benar hanya seorang diri."

"Hm, baiklah, aku pastikan jika kau tidak akan menyesal bila hidup bersama denganku."

Ametsa yang mendengarnya pun langsung menarik tubuhnya dari pelukan pria itu, lalu memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini dengan kening yang berkerut.

"Apa maksudmu, Jason?"

"Aku serius, Ametsa."

Mengetahui hal tersebut membuat Ametsa langsung memalingkan wajahnya ke arah lain dengan kedua tangan yang melipat di dada.

"Jangan bercanda, Jason. Aku tidak suka seperti ini."

"Apa maksumu?"

"Aku tahu kalau kau seperti ini karena sedang mengasihaniku, 'kan?!"

Jason seketika langsung terdiam melihat air mata yang mulai mengalir dari kedua kelopak mata gadis itu.

"Aku tidak suka dengan pria sepertimu!"

"Ametsa, apa salahku?"

"Aku ingin pria yang tulus mencintaiku, bukan karena kasihan padaku." Ametsa langsung menatap sekeliling jalan. "Aku ingin pulang dan tidur, cukup sampai di sini saja."

Setelahnya Ametsa langsung keluar dari dalam mobil dengan air mata yang terus saja mengalir, ia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya itu karena dirinya yang begitu sangat sakit dengan kejadian ini.