Naruto berada di sebuah gedung dekat jembatan di mana Ino terjun bebas untuk mengakhiri hidupnya. Dia juga tahu Ino terkatung-katung untuk pergi ke suatu tempat tapi gadis pirang itu tidak memiliki tempat tujuan. Dan yang dipikirkan Ino adalah tempat tinggal Hinata, tapi di tengah jalan, Ino tidak ingin membebankan teman barunya, ia malah menyaksikan air sungai deras mungkin lebih membantunya untuk menenangkan diri—selamanya.
Naru menyaksikan segalanya, pemuda itu duduk di pinggir pagar beton gedung apartemen yang lebih tinggi dari apartemen milik Hinata. Ada di sana, jelas dia bukan ingin melihat Ino mengakhiri hidupnya, tapi untuk mengawasi Hinata, menyulut rokok, juga menikmati anggur yang ia curi dari gudang penyimpanan di rumahnya. Melihat Ino terjun, mungkin bonus yang tak dapat dibayangkan olehnya.
Sedangkan Ino sebelumnya ingin Hinata dapat menolongnya dari ledakan emosi yang tak bisa ditahan. Secara diam-diam bahkan Ino mendatangi sebuah psikolog demi menolong dirinya sendiri. Ledakan atau keinginan bunuh diri semakin hari semakin tinggi. Ia kerap kali melukai dirinya sendiri, jika dia tersadar beberapa hari kemudian, Ino selalu mengutuk dirinya, lalu menyimpan semua barang-barang berbahaya itu atau membuangnya ke tempat sampah di pinggir jalan.
Namun malam ini semuanya jauh lebih kacau, melukai diri sendiri ternyata tidak cukup, sepulang sekolah, ayahnya muncul dengan membawa seorang anak laki-laki, berperawakan tinggi, wajahnya mengisyaratkan sebuah kemenangan. Ino pernah bertemu dengan laki-laki itu di suatu tempat—seorang pemuda pirang mirip ayahnya muncul di sekolahnya dan kadang saat Ino selesai berada di rumah sakit, pemuda itu menyapanya dengan riang. Pertemuan yang tidak disengaja itu jelas Ino merahasiakannya dari sang ibu.
Lalu, malam ini ibunya menyalahkan dirinya. "Ini semua gara-gara kau yang tidak becus mengambil hati ayahmu, dan sekarang dia menyeleweng dengan seorang wanita, kemudian parahnya dia membawa anak laki-laki biologisnya ke sini," padahal Ino bukan gadis bodoh. Ayahnya sudah selingkuh sebelum dirinya lahir. Berarti itu bukan kesalahannya, itu jelas kesalahan ibunya, sebaliknya kesalahan Ino hanya terletak dia memang tidak dapat mengambil hati ayahnya, maka dari itu anak laki-laki yang lebih tua dibawa pulang ke rumah, dan akan diperkenalkan pada khalayak—Ino hanya akan mau mengakui kesalahan tersebut, tapi ketika ayahnya berselingkuh jelas itu menjadi kesalahan ibunya. Wanita sialan itu tidak mau mengakuinya, bahwa dia pun tidak bisa memberikan yang terbaik untuk sang suami.
Atau, memang Inoichi Yamanaka yang kelewat tidak tahu diri?
Hanya saja, Ino tidak berani bicara. Ia lebih baik mati karena dirinya sendiri yang menginginkannya bukan karena dibunuh oleh kedua orangtuanya yang tidak pernah akur, bahkan tidak pernah mencintainya. Ino sekarang tahu, kalau dia cuma alat agar ayahnya pulang ke rumah, sang istri sah membutuhkan seorang anak demi masuk ke dalam daftar hak waris.
Sekarang, ibunya tidak mendapatkan apa-apa ketika Ino telah memutuskan untuk mati, dan ayahnya yang menyesal telah melukai hati putrinya, bahkan tidak memberikan gambaran sebagai sosok ayah yang mencintai keluarganya.
Ino ditemukan tidak sadarkan diri, paru-parunya dipenuhi oleh air, gadis itu mengalami hipoksia dan harus mendapatkan penanganan khusus. Alat bantu pernapasan pun sudah dipasang, Ino juga mendapatkan benturan pada kepalanya, pipinya yang terluka—beberapa sampah yang mungkin terhanyut karena derasnya hujan pada bulan Desember, atau bebatuan yang ada di dasar sungai, itu semua bisa saja terjadi, tapi pentingnya, wajah gadis itu terluka sudah ada sebelum kasus bunuh diri yang dilakukan oleh Ino sendiri. Entah ibu atau ayahnya mungkin menyebabkan luka lebam dan goresan muncul di kulit cantik Ino.
Kedua orangtua Ino harus bertanggung jawab dalam masalah ini. Penyebab utama adalah ayah dan ibu gadis itu. Hinata bakal secara sukarela menjadi saksi dalam kasus ini.
Keluarga gadis itu sudah dihubungi, ibunya yang baru saja keluar dari mobil tampak terkejut, dan menutup mulutnya yang hampir berteriak ketika putrinya diangkut, dan ayahnya yang tanpa mantel masih mengenakan piama mengalami syok hebat, bahkan tidak berani mendekati putrinya. Ia yang paling tahu dalang di balik putrinya mengambil keputusan seperti ini.
Sementara itu, Hinata melihat kedua orangtua Ino dengan pandangan benci—mereka pantas dibenci, bukan? Manusia-manusia seperti mereka tidak pantas mendapatkan anak perempuan secantik Ino, orangtua sialan yang menelantarkan anak kandungnya dan menganggap anaknya sendiri hanya sebagai objek semata.
Naru menyulut rokoknya yang keempat kalinya, menyaksikan evakuasi Ino dari atas gedung, duduk dengan nyaman serta meneguk anggur, tidak tertarik untuk melibatkan diri. Ia harusnya menjadi orang yang tidak banyak tahu soal ini. Karena hal tersebut jelas menjadi masalah. Kemudian ketika dia melihat Neji hadir untuk menenangkan Hinata, tak kalah syok dari adiknya, barulah Naru melemparkan rokoknya yang masih menyala, lalu menghilang secepat kedipan mata. Kembali ke kamarnya, melepaskan mantel, selanjutnya berbaring nyaman di kasurnya.
"Esok pagi, akan menjadi hari yang melelahkan."
Hipoksia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya. Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena dapat mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya dengan cepat.