Setelah itu, Mo Qingche merasa sedikit pusing. Tepat di saat berikutnya, dia menyadari bahwa dia tiba-tiba sudah berdiri di depan makam neneknya.
Batu nisan neneknya diukir dengan tangannya sendiri. Tetapi, karena dia tidak tahu kalimat apa yang seharusnya dituliskan pada batu nisan, akhirnya dia mengukirkan dua kalimat sederhana darinya sendiri.
"Kakek, bagaimana kita…" Setelah mengatakan beberapa kata ini, Mo Qingche menghentikan pertanyaannya. Karena kakeknya mampu membawanya keluar dari gedung setinggi beberapa lantai hanya dalam sekejap, maka tidak aneh jika ia membawanya ke makam nenek dalam sekejap pula.
Mo Qingche juga tidak berani untuk bertanya lebih lanjut, karena kesedihan di mata Mo Wuji tampak sangat jelas. Pada saat ini, dia merasa seperti kakeknya: hanya manusia biasa yang sederhana, dan bukan kultivator immortal.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com