webnovel

Gadis Budak

Editor: Wave Literature

Saat kerumunan itu mulai menghilang, Ding Bu'Er menghela nafas kepada Mo Wuji, "Ai, aku akhirnya mengerti kenapa Nona Muda menyuruh kita untuk menemukan Rumput Two-Leaved Fire. Pasti dia ingin menggunakannya sebagai hadiah untuk seorang immortal. Andai saja kau menyimpan satu tanaman rumput itu untukmu sendiri, mungkin kau juga bisa menggunakannya agar kau bisa menjadi seorang murid pelayan di sebuah sekte besar."

Mo Wuji tertawa dan berbisik ke telinga Ding Bu'Er, "Sebenarnya, aku sendiri juga sudah menyimpan satu rumput untukku. Tapi kegunaan Rumput Two-Leaved Fire tidak bisa dibandingkan dengan Buah Clear Sight. Jika memberikan bahan spiritual berkualitas rendah bisa dengan mudah membuatmu menjadi seorang murid pelayan, maka pasti jumlah murid pelayan sudah terlalu banyak."

Ding Bu'Er mengangguk, "Benar juga."

"Aku mau Nomor 17. Aku menawar 20 koin emas."

"Nomor 17, 23 koin emas"

Suara-suara keras dari sebuah pelelangan itu terdengar sampai ke telinga Mo Wuji. Dengan penasaran ia menoleh, tanpa sadar ia bertanya, "Ada lelang? Kira-kira apa yang dilelang?"

Ding Bu'Er menjawab, "Aku sudah melihatnya, sebenarnya mereka sedang menjual budak perempuan. Aku dengar setiap budak perempuan yang dijual lebih cantik dari gadis lainnya, dan mereka semua masih perawan! Perusahaannya khusus mengirim budak-budak itu untuk dijual kepada para jenius spiritual yang berpartisipasi dalam Konferensi Spring Immortal's Gate."

Mo Wuji bertanya dengan bingung, "Bukankah para peserta hanya diperbolehkan membawa 4 pengikut? Bagaimana caranya mereka membawa budak-budak perempuan naik ke kapal nanti?"

"Ini yang tak kau mengerti. Kita masih tinggal beberapa hari di sini sebelum kapal berangkat. Tentu saja, anak-anak kaya itu butuh bersenang-senang dan ingin ada yang menemani mereka selama beberapa hari ini. Apa kau ingin melihatnya?" Ding Bu'Er tertawa.

"Lupakan saja," Mo Wuji menggelengkan kepalanya. Ia sangat kesal saat mengetahui ada penjualan wanita seperti ini, tetapi ia tak berdaya untuk menghentikannya. Tidak ada gunanya melihat pelelangan itu, jika nantinya hanya membuat dirinya merasa lebih tidak bahagia.

"Selamat kepada kawan ini yang sudah membeli nomor 17 dengan harga 25 koin emas. Kita sekarang akan menjual nomor 26. Semuanya, harap dicatat. Nomor 26 tidak lebih buruk dari nomor 17. Bahkan dia lebih lembut dan lebih cantik dari nomor 17. Menariknya lagi, Nomor 26 ini memiliki nilai jual tambahan: dia sebenarnya terlahir dari kaum bangsawan; aku dengar dia adalah keturunan dari Klan Mo di daerah Qin Utara..."

Langkah Mo Wuji tiba-tiba terhenti, lalu ia menoleh ke arah pelelangan itu; kedua tangannya mengepal erat-erat.

Meskipun jiwanya bukan berasal dari Klan Mo di Qin Utara, namun kini darahnya berasal dari sana. Selain itu, ia juga memiliki nama keluarga Mo.

Sebelum Ding Bu'Er dapat berbicara apapun, Mo Wuji sudah berlari dengan tergesa-gesa ke pelelangan itu. Ding Bu'Er sudah sangat paham dengan masa lalu Mo Wuji. Melihat wajah marah Mo Wuji, Ding Bu'Er khawatir temannya itu mungkin akan melakukan sesuatu yang gegabah, sehingga ia berlari menyusul Mo Wuji.

"Wuji, ini bukan tempat di mana kau bisa berbuat seenaknya. Di sini, mudah saja bagi kita untuk diinjak-injak seperti semut." Seru Ding Bu'Er sambil meraih lengan Mo Wuji.

Mo Wuji menjawab dengan tenang, "Aku tahu apa yang harus ku lakukan."

"Aku menawar 35 koin emas…" Seru seorang laki-laki, yang lebih menyerupai seorang kurcaci kecil.

"Oh, rasa dari seorang keturunan bangsawan… Pasti sangat lezat, aku menawar 40 koin emas," Ujar sebuah suara yang terdengar tidak senonoh.

Mo Wuji telah melihat gadis budak itu. Ada tatapan penuh rasa marah dan putus asa di matanya, lebih kejamnya lagi, pergelangan kakinya diikat dengan rantai besi. Penjual gendut yang melelangkan budak-budak itu tidak salah; gadis ini memang sangat cantik. Gaun berwarna hijaunya tampak rapi dan bersih. Tentu saja itu dilakukan agar gadis itu tampak lebih menarik, sehingga penjualnya bisa mendapatkan lebih banyak koin emas.

"100 koin emas," kata Mo Wuji dengan tenang, meskipun hatinya terbakar amarah.

Ia sangat ingin mencabut pisaunya untuk diarahkan ke penjual gendut itu. Namun akal sehatnya mengatakan bahwa perilaku gegabah berasal dari iblis. Jadi sekarang ia bisa saja menggunakan koin emas untuk mengatasi masalah ini. Jika ia tetap gegabah, pasti ia akan mati lebih mengenaskan daripada si penjual gendut itu. Dan mungkin saja gadis yang ingin ia selamatkan akan mengalami nasib yang lebih buruk dari itu.

Kerumunan orang yang ribut itu tiba-tiba hening. Sejak pelelangan itu dimulai, tawaran tertinggi tidak pernah mencapai angka ratusan. Tawaran sebelumnya yang berupa 30 dan 40 koin emas sudah sangat tinggi. Ah, pemuda ini terlalu boros karena ia rela menghabiskan 100 koin emas untuk seorang gadis budak. Dengan koin sebanyak itu, bisa saja ia membeli lebih banyak budak.

Karena mendengar tawaran 100 koin emas dari Mo Wuji, semua orang di kerumunan itu terdiam. Namun tiba-tiba, ada seseorang yang menawar lebih tinggi, "Gadis itu lumayan juga, aku menawar 101 koin emas."

Tawaran baru itu terdengar seakan-akan seperti petasan yang dilempar ke kerumunan itu. Keadaan di situ jadi lebih hidup, karena orang-orang mulai menawar dengan harga yang lebih tinggi pula.

Mo Wuji melihat ke arah pria yang menawar 101 koin emas. Pria itu memegang sebuah kipas kertas. Rambutnya diberi gel hingga sangat mengkilap, bahkan ia mungkin bisa melihat bayangannya sendiri. Mo Wuji bahkan tidak mengenalnya, jadi mengapa pria itu ingin bersaing dengannya?

"1000 koin emas," Mo Wuji tidak berminat untuk menaikkan tawaran sedikit demi sedikit. Ia langsung menaikkan tawarannya sebanyak 10 kali lipat. Ketika penjual gendut itu mendengar tawaran sebesar 1000 koin emas, ia sangat bersemangat, bahkan lemaknya pun terlihat ikut bergetar. Meskipun ia menjual 10 budak pun, ia tak akan mendapatkan harga sebesar ini. Bagaimana mungkin ia tidak bersemangat?

Tapi penjual gendut itu masih menatap pria yang memegang kipas kertas. Ia ingin Mo Wuji dan pria yang memegang kipas itu untuk memulai perang penawaran, sehingga ia bisa mendapatkan lebih banyak koin emas.

Kerumunan orang itu menjadi lebih riuh. Sungguh luar biasa melihat seorang gadis budak dijual seharga 1000 koin emas.

"Bocah ini punya nyali untuk mencoba mencuri gadisku. 1001 koin emas! Mari kita lihat, apa kau berani menawar lagi," Pria itu melipat kipasnya dan menatap Mo Wuji dengan geram.

Mo Wuji bersikap seolah-olah ia tidak mendengar ancaman pria itu, lalu ia langsung berseru, "1001 koin emas...dan 1 koin tembaga."

"Kau!" Pria itu menunjuk ke arah Mo Wuji dengan kipasnya. Penawaran Mo Wuji kali ini terasa seperti sebuah tamparan keras di wajahnya. Mo Wuji tidak hanya mengabaikan ancamannya, tapi ia juga langsung menambahkan 1 koin tembaga.

Perbuatan Mo Wuji bukan hanya ibarat tamparan keras baginya, tapi itu seperti tamparan berkali-kali di wajahnya dengan menggunakan sarung tangan yang ditempeli besi di atasnya.

Mendengar Mo Wuji menambahkan 1 koin tembaga, wajah gendut penjual itu berkedut beberapa kali, dan tatapannya tertuju lagi pada pria yang memegang kipas kertas. Penjual itu berharap pria itu akan marah dan menaikkan harga tawarannya.

Sayangnya, amarahnya berakhir saat ia mengarahkan kipasnya pada Mo Wuji, dan ia tidak melanjutkan penawaran. Ketika penjual gendut itu menghitung sampai 3, pria dengan kipas kertas itu tetap tidak menanggapi, dan hanya menatap tajam ke arah Mo Wuji.

"Selamat, temanku. Kau telah membeli gadis budak dari Qin Utara ini dengan harga 1001 koin emas dan 1 koin tembaga."

"Siapa bilang aku tidak menawar? Ayahmu ini akan menawar 2.000 koin emas," Teriak pria dengan kipas kertas itu sambil memelototi si penjual gendut.