Zaid mengerutkan kening dan terdiam sesaat tatkala mendengar penjelasan dari Mahes yang menurutnya tak masuk akal.
Pembicaraan ini seperti bukan dari pembicaraan seorang Mahes yang biasanya selalu percaya dengan apa yang dia lakukan.
Sesekali Zaid melirik ke arah pria itu untuk memastikan apakah orang yang ada disampingnya itu adalah temannya atau tidak.
Iya.
Pria yang ada di sampingnya itu adalah Mahes.
Dia, Mahesa Arnaf.
Tapi kenapa ucapannya seolah-olah berpikir bahwa pria itu bukanlah seorang Mahes yang Zaid kenal?
Setahunya, Mahes bukanlah tipikal orang yang mudah menyerah dengan apa yang terjadi.
Dia selalu percaya pada dirinya sendiri dan selalu menggantungkan semua harapan itu kepada Allah.
Tapi kenapa dia dengan mudahnya bisa mengatakan hal yang seolah-olah membuat dirinya terlihat menyerah dan putus asa?
Apakah dia sudah tidak mencintai Balqis lagi?
Atau apakah dia terlalu lelah menghadapi semua cinta yang hanya berpihak pada dirinya saja?
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com