webnovel

Madu Dari Suami

Rumah tangga apabila di bangun dengan niat yang salah makan bangunan itu akan mudah goyah

S_M_Soediro · Ficção Científica
Classificações insuficientes
13 Chs

3.

Entah berapa lama sudah aku tertidur aku terbangun karena ada yang mengetuk pintu rumah, aku terbiasa mengunci rumah sebab aku dan mas Arga sama-sama memegang kunci serep.

Siapa sih yang malam-malam begini gedor-gedor pintu, apa mas Arga nggak bawa kunci serep ya, aku bicara sendiri akhirnya aku turun dari tempat tidur dengan malas dan menuju ruang tamu untuk membuka pintu depan.

Setelah ku nyalakan lampu ruang tamu aku bergegas membuka pintu,

benar saja mas Arga dan Farah sudah berdiri di depan pintu kulihat Farah bergelayut manja di lengan suamiku, maksudnya suaminya tangan mas Arga menenteng beberapa paper bag tanda mereka habis belanja dan jalan-jalan.

Tanpa basa-basi mereka berdua langsung masuk ke dalam dan Farah sengaja menyenggol lenganku dengan kasar hingga hampir terjatuh, aku mengaduh sambil menatap Farah yang sedang tersenyum sinis kearahku.

Kututup pintu rumah lalu berniat masuk kekamar untuk tidur.

"Maaas Farah lapar?" kudengar rengekan Farah manja.

"Loh bukannya tadi kita sudah makan ya sayang?"

"Tapi Farah laper lagi maaaas."

"Ya sudah ... mas belikan makanan dulu ya!"

"Farah cuma pingin mie rebus kok mas, jadi nggak usah mas repot-repot keluar rumah lagian ini sudah tengah malam."

"Kalau begitu mas bikinkan dulu mie rebusnya ya?"

"Mas disini aja temanin Farah, biar si Ningrum yang masak buat Farah."

Mendengar itu aku langsung buru-buru masuk ke kamar dan mengunci pintu dari dalam.

Aku pikir sikapku ini akan membuat mas Arga faham dan menghargai aku sebagai tuan rumah dan istrinya tapi nyatanya enggak, selang beberapa menit mas Arga mengetuk pintu kamarku berkali-kali sambil teriak memanggil namaku agar aku segera membuat mie rebus permintaan Farah.

Karena aku takut suara mas Arga membangunkan anak-anak terpaksa aku mengalah dan membuat mie rebus untuk perempuan jalang itu.

"Mba! mba nggak ikhlas ya buat mie untukku!" dengan lantang Farah membentakku.

"Emang kenapa!" Jawabku sambil melotot tak kalah ketus.

"Tadi Farah bilang bikin mie nya jangan pedas-pedas kenapa mba bubuhi cabe sebanyak ini"

"Kamu mau tahu! bukan hanya cabe yang akan aku bubuhi di makanan ini tapi sianida akan aku beli dan ku suapkan ke mulutmu!"

Aku menatap Farah dengan tajam sambil berlalu pergi ke kamar, didalam kamar aku kembali menangis, kenapa mas Arga sama sekali tidak membelaku dia anggap apa aku selama ini, kalau dia menganggapku istri kenapa dia tega memasukan wanita lain di dalam rumah kami dan membiarkan wanita itu bersikap tidak sopan kepada aku yang notabene adalah istri sahnya.

Kalau dia tidak mencintaiku, kenapa dia bisa bersamaku selama 12 tahun, menjalani bahtera rumah tangga dalam suka dan duka, kenapa baru kali ini dia menyadari bahwa aku bukan yang terbaik untuknya kenapa tidak dari awal pernikahan dia menyakitiku.

Apakah semua ini karena Farah? sebenarnya siapa Farah itu! kenapa dia baru datang dan merusak rumah tanggaku, kenapa tidak dari dulu disaat mas Arga belum menyentuh ku sama sekali,atau disaat kami belum memiliki anak!, aku harus mencari tahu siapa Farah dan apa motif dia mau menikah dengan mas Arga sedangkan mereka berpisah sudah lama.

"Tok ... tok ... tok! Bun ... buka pintu kamar ayah mau masuk."

Mas Arga berkali-kali menggedor pintu kamar, kenapa dia mau tidur disini bukan di kamar tamu saja dengan Farah, mungkinkah mas Arga akan memberi penjelasan terhadapku tentang Farah, aku masih saja berfikir positif tentang mas Arga dan akhirnya ku buka pintu kamar kami, alangkah terkejutnya saat aku melihat Farah juga sedang berdiri disamping suamiku.

Kutatap wajah mereka bergantian.

"Ada apa yah!"

"Ayah mau tidur bund"

"Kenapa enggak tidur di kamar tamu saja bareng dia!" daguku menunjuk kearah Farah.

"emmm ... Farah tidak mau tidur di ruang tamu, katanya panas karena nggak ada AC dan Farah nggak kuat pakai kipas angin"

Hatiku mendidih mendengar penjelasan mas Arga yang menurutku sudah sangat keterlaluan, kamar ini adalah kamar aku dan dia, ranjang itu saksi bisu percintaan panas anyara aku dengannya sadarkah ia apa yang barusan dia katakan tadi! mas Arga menyuruhku berbagi ranjang dengan perempuan tak tahu diri ini.

plak!!! aku menampar wajah mas Arga, kutatap dia dengan nanar bukan itu saja aku juga menampar wajah Farah yang menjijikan itu, sungguh otak Farah perlu aku cuci agar dia tahu sekarang ini dia sedang berhadapan dengan siapa.

plak!!! mas Arga menamparku setelah aku berani menampar Farah, kupegang pipiku yang perih, airmataku luruh sungguh aku nggak percaya dengan sikap mas Arga yang dengan tega menjatuhkan harga diriku di depan Farah.

"Sakit kan mba?" tanya Farah sinis sambil menerobos masuk kedalam kamar, sungguh ini sudah sangat keterlaluan.

Aku nggak mau melawan mereka sebab aku tahu pasti aku kalah, lalu aku pergi keluar rumah menuju rumah pak RT sepanjang jalan air mata ini tidak bisa berhenti mengalir dan membasahi pipiku, aku terus berlari dan berlari tanpa alas kaki seperti orang kesetanan dan sesampai di tempat yang aku tuju aku langsung menggedor-gedor pintu rumah pak RT dengan kalap.

pak RT keluar rumah dengan panik sebab melihat wajahku yang sudah banjir air mata jilbab dan gamisku juga awut-awutan ditambah lagi aku juga lupa tidak memakai sendal dan kaos kaki.

"Ada apa ini Bu?"

"Tolong saya pak! tolong bapak kerumah saya sebentar"

Dari luar rumah aku melihat Bu RT yang masih nampak kuyu akibat baru saja bangun tidur.

"Maafkan saya Bu RT sebab sudah mengganggu istirahat bapak dan ibu, namun tolong datanglah sebentar kerumah saya sebab suami saya membawa pulang wanita lain."

Pak RT dan ibu mengikuti langkah kakiku, aku tahu perbuatan aku ini salah akan berakibat buruk di masyarakat tapi aku tak mau bila aku diperlakukan seperti ini, kalau mas Arga bisa menghancurkan aku kenapa aku tidak bisa, setidaknya aku ingin memberi pelajaran kepada mereka.

Sampai sudah kami di rumah, dan aku langsung meyuruh pak RT dan Bu RT menunggu di depan pintu kamar lalu aku mengetok kamar berkali-kali sambil memanggil nama suamiku.

Karena mas Arga tidak membuka pintu aku menyuruh pak RT mendobrak pintu kamar dan alangkah terkejutnya kami saat melihat mereka berdua.

Setelah pintu kamar berhasil di dobrak oleh pak RT kami melihat mas Arga dan Farah sedang memakai baju dengan terburu-buru.

Mas Arga menatapku dengan tajam, begitu juga Farah sungguh aku nggak menyangka kalau Farah masih berani memasang muka dihadapan kami.

"Cepat pakai baju kalian dengan benar, kami tunggu di ruang tamu!" pak RT membentak mereka dengan kasar.

Beruntung sekali Nisa dan Kamal tidak mendengar keributan kami, hati kecilku menyesal kenapa tadi terbawa emosi dan memanggil pak RT, bagaimana nanti caraku menghadapi kemarahan mas Arga? kalau dia menceraikan aku dan memilih Farah bagaimana nanti nasibku dan anak-anak sedang aku hanya ibu rumah tangga yang hanya mengharap jatah bulanan dari mas Arga dan aku juga nggak punya tabungan karena jatah dari mas Arga hanya cukup buat biaya pendidikan anak dan biaya kebutuhan rumah tangga.

Aku masih duduk mematung di kursi begitu juga pak RT dan Bu RT, bu RT menggenggam tanganku seolah memberi kekuatan tubuhku lunglai dan otak juga nggak bisa diajak untuk berfikir normal.

Setelah beberapa menit kami menunggu mas Arga dan Farah akhirnya mereka datang ke ruang tamu dan duduk bersisian didepan kami.

"Mas Arga siapa wanita itu?" tanya pak RT dengan nada tegas dan tatap mata penuh interogasi, kutatap mereka dengan tajam rasanya aku nggak sanggup lagi memandang wajah mereka ingin rasanya aku menyiram wajah cantik dan tampan mereka dengan air raksa biar hancur tak berbentuk lagi.

Tanganku berkeringat dingin tubuh bergetar menahan emosi, Bu RT semakin mengeratkan genggaman tangannya di jemariku, dan merangkulku sambil membisikan kata.

"Mba Ning istighfar ... mba Ning istighfar, tarik nafas panjang dan keluarkan pelan-pelan, istighfar mba istighfar kupejamkan mataku mengikuti semua instruksi dari Bu RT namun air mata ini kenapa masih juga mengalir deras di pipiku, aku sakit ya Allah sakit sekali dada ini.

"Sabar mba yang kuat, jangan terpancing emosi agar pak RT bisa membantu menyelesaikan masalah ini, sabar dan terus istighfar."

Tangan Bu RT mengelus dadaku sambil terus membisikan kalimat istighfar, Alhamdulillah setelah beberapa kali aku membaca istighfar hatiku sedikit tenang.

"Mba Ningrum bagaimana? apakah mba sudah bisa tenang!" tanya pak RT sambil menatapku dengan tatapan mata iba. Aku hanya bisa menjawab dengan anggukan, kutundukan wajahku agar tidak bisa melihat mas Arga dan Farah dan bisa mengontrol emosiku.

"Mas Arga siapa wanita yang mas bawa kerumah sendiri dan tidur di kamar layaknya suami istri di depan mbak Ning istri mas! sikap mas Arga ini benar-benar sudah keterlaluan dan dzolim kepada istri juga anak-anak."

Pak RT kembali mengajukan pertanyaan sambil memberi penilaian.

"Di ... dia adalah istri muda saya pak!" jawab mas Arga gugup.

"Kalau wanita ini adalah istri muda mas Arga kapan mas Arga menikah dan apakah pernikahan itu atas seijin istri pertama!"

"Saya ... menikah dengan Farah 2 tahun yang lalu di Kalimantan waktu itu saya ada tugas kerja disana dan saya tidak meminta ijin kepada Ningsih karena menurut saya berpoligami itu hak saya sebagai suami dan laki-laki."

Aku mendengar jawaban mas Arga dengan seksama, aku ingat 2 tahun yang lalu mas Arga pindah kerja ke Kalimantan, selama ini mas Arga sering berpindah tempat kerja, mas Arga kerja di proyek pertambangan dan sekitar 6 bulan ini mas Arga baru pindah di kantor pusat di kota ini lagi.

Jadi ... selama di Kalimantan mas Arga bersama Farah, pantas saja waktu itu di hubungi susah dan masalah keuangan juga mas Arga memberi ke kami tidak seperti biasanya bahkan bisa di katakan untuk biaya makan kami bertiga juga kurang.

"Benar begitu mba Farah! dan apakah kalian ada bukti surat nikah atau semacamnya sebab apabila kalian tidak ada bukti apapun kalian sudah melanggar norma agama dan mengotori lingkungan ini" pak RT kembali mengajukan pertanyaan nya.

"Ada! aku akan mengambil bukti pernikahan kami" ucap Farah tegas, aku salut dengan keberaniannya, kutatap punggung Farah yang pergi berlalu masuk ke kamar kami.

Setelah itu Farah kembali dengan menunjukan foto-foto akad nikah mereka kepada pak RT.

"Apakah mas Arga nikah secara sah atau hanya nikah siri?" lanjut pak RT.

"Kami hanya menikah siri pak!" jawab mas Arga tanpa berani menatap wajah pak RT.

"Mas Arga sikap dan tindakan mas itu sudah salah, pertama mas menikahi wanita lain tanpa izin kepada istri pertama, kedua mas bawa istri muda kerumah ini tanpa memberi tahu dan minta ijin kepada mba Ning sebagai istri, terus mas dan istri muda mas menguasai kamar istri pertama, mas Arga memang keterlaluan dan tidak memiliki adab juga sopan santun!." pak RT menjeda kalimatnya.

"Mba Farah anda juga seorang wanita seharusnya mba juga tidak melakukan hal seperti ini meskipun mba adalah istri mas Arga seharusnya mba bisa menjaga perasaan sesama wanita. Saya benar-benar nggak mengerti pola pikir kalian berdua, dan saya sebagai ketua RT disini membenarkan sikap mba Ningrum yang melaporkan kedatangan mba yang sudah mengganggu ketentraman rumah tangga mba Ningrum, seharusnya kalau kalian mau memadu kasih bukan di rumah ini! diluar sana masih banyak hotel yang bisa menampung kalian.

Pak RT bicara dengan berapi-api nampak sekali guratan emosi di wajahnya, aku nggak bisa bicara apa-apa lagi rasanya tubuh ini sudah kehilangan separuh nyawa, badanku benar-benar lemas.

"Mas Arga, saya harap mas bisa berlaku adil terhadap istri-istri mas, yang mas lakukan ini sudah termasuk kejahatan dalam rumah tangga, saya harap selepas saya pulang nanti tidak ada kekerasan fisik yang akan mas lakukan terhadap istri mas, ingat mas Arga! kalian sudah menikah puluhan tahun, jangan sampai mas salah pilih dan membuang berlian demi pecahan beling di pinggir jalan."

Pak RT melirik Farah dan kulihat Farah langsung naik pitam.