Pelajaran mereka pagi ini adalah bahasa Indonesia. Untuk kelas Pak Prayitno seluruh pelajar di kelas Rino tidak boleh ketahuan menggunakan hp, jadi sebelum guru masuk Ikhsan akan bertanggung jawab untuk menyita benda elektronik teman-temannya.
Dan tiba giliran Rino, "Mana Hp Lo?" Pintanya.
Rino menggeleng, "Aku tidak punya Hp, Dari dulu juga begitu" Jawabnya singkat.
Dari depan Ana menyindir, "Mana punya hp kalau Mamanya aja cuma jualan bakso" Rino diam, Faktanya memang seperti itu.
Risma menyahut, "Dulu kelas 1 gue sekelas bareng dia, Emang anaknya gak punya Hp, Terus gua penasaran nih emangnya gimana caranya dia bergaul sama anak-anak di kampungnya kalo gak ada hp?"
Yuni terkikik, "Lo bego atau gimana? Teman-temannya juga kan orang kampung, Mana ada Hp mereka?" Lalu ketiganya tertawa cekikikan.
Hingga sebuah sebuah cibiran mengalihkan perhatian ketiganya, "Gue juga dari kampung tapi punya Hp, Kalian jangan sok-sokan menganggap kami anak kampung gak kenal benda elektronik" Kata Herni mencibir 3 teman gadisnya, Selama ini dia selalu diam mendengar Rino diejek oleh mereka.
Bukan, Dia bukan bermaksud membela Rino, Hanya saja menghina remaja itu anak kampung membuatnya turut tersinggung.
Ana bertepuk tangan kecil, "Widih... Akhirnya pahlawan kesiangannya si anak miskin hadir juga" Ujarnya remeh.
Yuni, "Dulu kok diem aja sih pas cowoknya kita bully? Lagi cari pertolongan ya?"
Herni memukul keras meja seraya berkata, "Gue gak ngebela dia! Kata-kata kalian udah nyindir gue sebagai anak kampung!" Bantahnya kesal.
Beranjak dari kursinya, Ketiga siswi tersebut berjalan angkuh sampai di meja Herni yang berada di barisan ke tiga.
Sambil bersedekap dada Risma berkata, "Heh! Kok Lo nyolot sih? Kita kan ngomong berdasarkan fakta!" Bentak Risma tak mau kalah.
Tidak tinggal diam Herni pun berdiri, "Emang bener kata kalian, Tapi jangan bawa-bawa nama anak kampung juga dong!"
Yuni menarik hijab yang dipakai Herni, "Suka-suka kita dong! Urusan Lo apa!?"
Dihempasnya tangan Yuni kasar lalu menepuk-nepuk hijabnya seakan-akan tangan Yuni adalah kuman, menatap tajam tiga gadis didepannya, "Jangan sentuh hijab gue!"
Sekelas saling lirik satu sama lain, Selanjutnya berkumpul membentuk lingkaran disekitar gadis-gadis tersebut, Mereka bertanya-tanya siapakah yang akan memulai jambak-jambakan.
BRAK!
"BERISIK LO PADA!" Mereka menoleh ke meja belakang, disana Lintang si peneriak tadi terlihat galak dengan wajah gelapnya, Kesal sebab tidurnya terganggu.
Diam, Suasana ramai langsung hening dibuatnya, Tanpa berkata-kata lagi semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing, Tak terkecuali Risma dan 2 temannya. Mendengkus, Risma menendang kesal kaki meja Herni sebelum kembali bersama teman-temannya ke tempat duduk.
"Ck!" Lintang berdecak dan kembali memposisikan dirinya tidur dengan melipat tangan agar menumpu kepalanya disana, "Lanjutin San" Ujarnya kepada Ikhsan yang sejak tadi tidak berkutik di depan meja Lintang dan Rino. Ingat, Kemarin Lintang memaksa duduk dengan Rino hingga remaja yang kini hamil tersebut pasrah.
Ikhsan berkedip mata sebentar, "Thanks Lin" Kata Ikhsan dan pergi melanjutkan penyitaan Hp, Lintang mengangguk dalam posisi tidurnya.
Rino menasehati, "Lain kali jangan teriak-teriak begitu Lin, Aku kaget"
Lintang, "Hmmm" Gumamnya, Malas untuk menjawab.
Jelas siswa-siswi di kelas mereka terheran-heran dengan cara berbicara Lintang yang sekarang. Dulu remaja itu akan balik membentak seseorang yang menegurnya. Kini jangankan menegur, Dia bahkan hanya bergumam sebagai bentuk jawaban malasnya.
Yuni berbisik pada Risma, "Ris, Lo ngeh gak sih kalo Lintang tuh naksir sama Rino?"
Risma, "Iya deh kayaknya sih emang beneran, Dari semenjak Lintang ngerobek tasnya Rino tuh anak berubah banget, Arham sama Yanuar aja udah gak pernah ditegur sama dia"
Penasaran, Ana yang duduk di meja ke dua ikut nimbrung, "Lagi ngomongin apaan sih?" Keponya. Kedua temannya itu menunjuk Arham serta Yanuar yang sibuk menatap Lintang di tempat duduk barunya.
Ana manggut-manggut, Ooh jadi itu pikirnya.
Sebal rasanya dijauhi teman sendiri, Itulah yang dirasakan Arham juga Yanuar. Anggapan mereka Rino lah yang membuat semua ini terjadi. Dua pemuda itu sama-sama kode mata dan mengangguk bersamaan disertai senyum jahat di bibir mereka.
***
Rino meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat lamanya duduk di kursi. Bel Istirahat juga sudah dibunyikan 5 menit sebelumnya.
Segera remaja itu menyimpan semua alat-alat tulisnya ke dalam laci lalu membalikkan tubuhnya guna mengambil bekal di dalam tas yang digantungnya dibelakang kursi. Lintang sendiri lebih memilih ke kantin daripada di kelas, Rino maklum saja sebab anak itu pasti butuh makan seperti dirinya juga.
Bekalnya hari ini membuat alisnya menukik. Isinya yaitu nasi, 2 buah telur rebus dan beberapa pentolan bakso goreng kecil, Dan terakhir minumannya adalah Susu.
Rino mengerjap-ngerjapkan, Tunggu... Susu?
Lama minuman kotak itu ditatapnya, Sejak kapan bundanya membeli susu kotak? Dipikir-pikirnya lagi apakah dia melupakan sesuatu, Ah! Rino berbalik lagi membongkar isi tasnya, Berharap semoga bundanya tidak mengganti botol minumnya dengan susu. Lalu tangannya berhenti pada sebotol air putih.
Diletakkan semuanya diatas meja, Kemudian mengangkat susu kotak, "Kapan aku memasukkan susu kedalam tasku?" Gumamnya sendiri.
Sampai tiba-tiba suara Arham membuatnya menoleh, "Ih bawa susu kek ibu hamil aja Lo!" Ejeknya dengan dengusan jijik.
DEG!
Rino menelan ludahnya kasar, Jangan sampai mereka tahu yang sebenarnya. Keringat dingin mulai muncul dari kulitnya.
Yanuar, "Jangan-jangan beneran hamil lagi!" Sambungnya dari sebelah Arham.
Rino, "A-aku tidak tahu apa maksud kalian, Yang jelas ini bukan punyaku" Kata Rino jujur sambil meletakkan susu kotak di tangannya ke atas meja.
Tapi belum sempat Rino mencegah, Yanuar meraih dan membanting susu kotak tersebut ke lantai lantas menginjaknya, "Gue injak aja kalo gitu, Kan bukan punya Lo..." Dia tersenyum remeh memandang Rino tanpa rasa bersalah.
Arham memanasi, "Lo gak marah gitu sama Yanuar? Dia udah numpahin minuman Lo tuh"
Yanuar, "Dulu Lintang sampe babak belur gegara Lo, Gak mau gitu mukulin kita juga? Sekalian biar masuk Rumah sakit lah, Hitung-hitung Lo bisa jadi babu dadakan kita juga" Ejeknya kemudian tertawa terbahak-bahak bersama Arham.
Dalam hati Rino terus mengucapkan istighfar berkali-kali. Matanya mulai berembun yang membuatnya perih, Kesal dan marah menjadi satu namun yang keluar bukan amarah melainkan air mata.
Jujur dia kesal seperti ini, Menjadi cengeng dan manja. Walau susu itu bukan miliknya dan juga sedikit mual saat mencium baunya, Mungkin saja itu diberikan oleh bunda tanpa sepengetahuannya.
Sadar akan cairan bening di mata Rino, Arham kembali gencar meledeknya, "Eh...eh malah nangis lagi, Dasar cengeng!"
"Woi!! Lo apain Rino pacar gue hah?!" Teriak lantang Arwin dari pintu masuk.
Keduanya bak kucing disiram air, Diam. Rino pun sama, Sejak tadi diam bahkan teriakan Arwin tidak membuatnya kaget. Dia menoleh dengan mata berkaca-kaca menatap Arwin di sana.
Menggertakkan gigi, Arwin berjalan masuk menghampiri tiga remaja di kursi belakang tersebut. Dilihatnya Yanuar dan Arham dengan tatapan membunuh, "Gue tanya sekali lagi, Lo apain pacar gue?!" Bentaknya keras menggema di seluruh ruangan kelas.
Namun mereka masih diam, Alhasil Arwin meraih kerah baju mereka dan menariknya ke atas hingga memaksa dua remaja itu mendongak. Sekilas pandangannya mengarah ke mata berkaca-kaca Rino, Bahkan bekas lelehan air mata masih tercetak jelas di sana.
Lalu mengumpat marah, "Brengsek, Njing! berani-beraninya Lo bikin dia nangis!!" Amuk Arwin sebelum melempar mereka menghantam deretan meja di kelas.