webnovel

Chapter 7 ( Lie to You )

Sejak kejadian Iam yang tahu kalau Anna adalah gadis yang menangis di belakang kampus waktu itu, keduanya jadi semakin dekat dan sering bertemu. Iam kadang mencarinya di kelas dan saat jam istirahatpun mereka juga suka makan bersama.

Ini sangat tak terduga mengingat dirinya yang selama ini hanya menjadi secret amirednya Iam. Anna akhirnya bisa bercengkrama panjang lebar dengan pujaan hatinya tanpa bisa ia bayangkan. Kalian tentunya bisa membayangkan betapa berbunga-bunga hatinya sekarang bukan?

Sekalipun ini hanyalah mimpi, Anna berharap ia tidak akan bangun nantinya. Ia juga berharap situasi ini akan tetap berlangsung lama. Ya, walaupun Tasya masih suka memperingatkannya untuk tidak tergoda lebih dalam lagi pada Iam karena dia sudah ada yang punya. Anna tetap tidak bisa menolaknya.

Anna akan tetap menjaga batasannya. Ia tahu posisinya, jadi ia tidak akan berharap lebih. Tidak mungkin ia bisa menandingi pacar Iam, Jessika. Tidak hanya cantik. Gadis itu juga sangat pintar dan berprestasi. Jadi tidak heran jika semua anak beranggapan bahwa mereka adalah pasangan yang paling serasi dan sempurna.

Lagipula Iam hanya menganggapnya sebagai teman dan tidak akan lebih. Walaupun agak mengecewakan tapi Anna tak mempermasalahkannya. Ia sudah sangat menikmati masa-masa ini. Sehingga ia tidak ingin merusak momen berharga ini begitu saja.

"Kau masih saja mengikuti ajakannya?" tanya Tasya yang mulai kesal dengan kelakuan temannya ini.

Anna menghela napas panjang. Tasya memulai ceramah panjangnya lagi.

"Sudah kukatakan 'kan untuk menjauh darinya? Kenapa kau tidak pernah mau mendengarkanku? Aku sudah memintamu untuk menjauh darinya tapi kau selalu saja mengacuhkan aku? Anne!!" teriak Tasya penuh amarah.

"Sya, sudahlah. Kau tidak usah berlebihan seperti itu. Kenapa aku harus menjauhinya? Dia 'kan tidak melakukan kesalahan apapun padaku," jawab Ana dengan tenang.

"Ya, dia memang tidak membuat kesalahan padamu. Tapi akan menjadi masalah jika kau terus saja menempel padanya dan tidak segera menyadarkan diri. Apa kau tahu apa yang dikatakan orang-orang tentangmu?"

Anna mengalihkan pandangannya. Tasya ikut sedih dengan keadaan temannya.

"Mereka mengatakan aku seperti wanita kegatelan. Yang terus saja menempel pada pangeran tampan di kampus ini. Dan mereka juga mengatakan aku seperti wanita murahan karena sangat berani mendekati pria yang sudah memiliki kekasih. Maksudmu itu?" sebut Anna yerang-terangan.

Ya. Ia mendengar semua berita itu. Walaupun menyakitkan mendengarnya. Ia tetap berusaha untuk tidak memperdulikannya. Karena memang semua itu tidak benar! Dirinya tidak sedang mencoba mendekati Iam. Ia hanya mencoba untuk berteman dengan Iam dan menikmati saat-saat bersamanya saja. Apa itu tidak boleh?

Anna juga kenal dengan Jessi. Mereka terkadang makan bersama satu dua kali. Dan itu tidak masalah baginya.

"Apa kau tidak muak dengan mulut kasar mereka itu? Kau seharusnya tidak memancing mereka untuk semakin merangkai kata-kata buruk tentangmu! Kau tahu dengan jelas, wanita-wanita gila itu menyebarkan gosip palsu hanya karena mereka merasa cemburu. Tidakkah kau merasa lelah?" tanya Tasya agak frustasi.

"Aku 'kan tidak bermaksud memancing emosi mereka. Merekanya saja yang langsung membenciku begitu saja. Aku itu orang yang cinta damai. Ya, walaupun aku bisa mengerti perasaan mereka, tapi tetap saja aku tak habis pikir dengan cara mereka melampiaskan kekesalan mereka padaku," protes Anna.

"Aku pernah berada di posisi mereka juga. Hanya bisa menatap jauh orang yang kusukai dan begitu iri dengan orang yang ada di dekat orang itu. Tapi aku, tidak pernah berpikir akan bersikap frontal seperti yang mereka lakukan. Bukankah menurutmu, ini terlalu kekanak-kanakan?" Anna menuturkan segala masalahnya dengan panjang lebar. Membuat Tasya termangu sejenak.

"Sepertinya kau santai sekali menghadapi masalahmu ini. Jika aku jadi kau, aku pasti sudah menyerah. Tidak perduli bagaimanapun aku menyukainya, jika dia sudah memiliki oranglain di sisinya, dan jika orang sekitarku bahkan juga tak menyukaiku, maka aku hanya akan memilih untuk mundur secara cepat atau perlahan. Aku salut padamu," ujar Tasya tanpa tahu perkataannya ini sebenarnya bermaksud memuji atau menyindir.

Anna tersenyum.

"Aku kan sudah pernah mengatakan padamu. Aku tidak mungkin merusak hubungan orang. Lagipula Iam hanya menganggapku sebagai teman. Tidak lebih. Jadi kau tidak usah khawatir. Cepat atau lambat gosip itu pasti akan hilang juga nantinya. Jadi kita hanya perlu menunggunya saja. Iya 'kan?" seru Anna dengan yakin.

Tapi tidak seyakin Tasya yang terpaksa mengiyakan.

Ya, mudah-mudahan saja temannya ini segera cepat melupakan Iam dan menyadari bahwa masih banyak laki-laki di luar sana. Anna tidak seharusnya terus tertidur di alam mimpinya bersama Iam.

"Tapi kau benar-benar tidak berencana mengakui perasaanmu pada Iam 'kan?" tanya Tasya.

Anna terbelalak.

"Tentu saja! Apa yang kau bicarakan?! 'Kan sudah sering kukatakan kalau aku tidak akan mungkin merusak hubungan orang. Memangnya kau pikir aku ini sejahat itu? Aku hanya akan menjadi pengagum rahasianya. Akan jadi apa jika aku sampai mengakuinya?!" bantah Anna.

Tasya seolah berpikir, "Jika sudah bukan secret-amired. Pengagum rahasia. Aku rasa kau akan menjadi pengagum terbuka. Ya 'kan?"

Anna terkekeh menanggapi candaan Tasya, "Apanya yang pengagum terbuka? Kau kira seperti pintu yang terbuka?"

"Kalau begitu pengagum terang-terangan?" balas Tasya lagi dengan candaan.

"Tidak ada yang seperti itu! Kau jangan mengarang kata-kata seenakmu. Apanya yang pengagum terang-terangan. Pengagum. Ya, pengagum. Pengagum rahasia. Ya, pengagum rahasia. Jangan mencoba mencari lawan katanya. Kau membuatku geli saja," seru Anna menghentikan kekonyolan Tasya. Keduanya pun tertawa bersama.

***

"Kau terlihat pucat. Apa kau sakit?" tanya Iam pada Anna dengan nada khawatir. Iam melihat Anna sepertinya sedikit demam. Anna pun membenarkannya.

"Ya, aku sedikit demam dan tidak enak badan. Tapi aku baik-baik saja. Jadi kau tidak perlu khawatir," jawab Anna sambil tersenyum tipis.

"Apa kau yakin? Apa tidak sebaiknya kau pulang dan beristirahat saja di rumah? Dan lagi, kau seharusnya tidak usah masuk kuliah saja jika tahu kondisi badanmu yang sedang sakit sekarang. Kau 'kan tidak perlu memaksakan diri hanya demi menyelesaikan tugas biologimu itu," ujar Iam sedikit marah.

Anna tersenyum melihat kekhawatiran Iam padanya.

"Aku benar-benar tidak apa-apa. Bukankah aku yang seharusnya paling tahu kondisi tubuhku sendiri?" Anna mencoba meyakinkan Iam bahwa ia baik-baik saja.

"Tapi tetap saja itu sangat mengganggu pikiranku. Dan lagi.. ada apa dengan tanganmu?" tanya Iam sambil melirik jari Anna yang diperban.

Anna panik. Ia memegangi jarinya yang terluka.

"Em, sebetulnya ini karena aku kurang hati-hati. Tadi pagi saat aku akan menutup pintu kamarku, aku tidak sengaja menaruh jariku di sana. Dan seperti yang kau lihat," Anna mengibaskan tangannya di depan Iam, "Jariku terjepit. Dan rasanya, waw, luar biasa! Aku tidak bisa melukiskannya dengan kata-kata."

Iam menatap Anna dengan wajah yang super khawatir, "Apa kau benar-benar baik-baik saja? Selama beberapa hari belakangan ini, kau terus saja melakukan kesalahan. Dimulai bajumu yang kotor, sepatumu yang basah, lututmu yang lecet. Dan sekarang tanganmu terluka. Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kenapa kau terus-terusan saja bersikap ceroboh?"

Anna mengalihkan pandangannya dari Iam.

"Kau 'kan tahu sejak dulu aku memang sudah sangat ceroboh. Dan entah kenapa kecerobohanku semakin bertambah selama beberapa hari belakangan ini. Kurasa ini karena aku sedang sangat sial saja sekarang. Jadi, apa kau masih ingin menambah kesialanku dengan memarahiku seperti ini?" balas Anna.

Iam akhirnya menyerah dan menghela napas.

"Kau ini sungguh mengkhawatirkan. Apa ada manusia yang seceroboh dirimu di dunia ini? Bagaimana bisa dengan sikapmu ini kau diterima masuk dalam tim cheerlyders. Kau tidak menggunakan mantra apapun pada para seniormu 'kan?" seru Iam tak habis pikir.

Anna tertawa. Ia kemudian melihat ke sekeliling.

"Apa kau tidak sedang bersama dengan pacarmu?" tanya Anna bingung.

"Siapa? Jessi maksudmu??" tanya balik Iam, "Tidak. Memangnya kenapa?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja, belakangan ini aku merasa kau jarang sekali terlihat bersama dengannya. Kalian tidak sedang bertengkar 'kan?" tanya Anna.

Iam tertawa, "Tentu saja tidak. Kenapa kau malah berpikiran seperti itu?"

"Habisnya aku jadi jarang sekali melihat kalian bersama. Biasanya dia akan terus menempelimu kemanapun kau pergi, begitu juga sebaliknya. Tapi sekarang, dibandingkan bersama dengannya, aku lihat kau jadi lebih sering bersama denganku. Apa itu hanya perasaanku saja ya? Tapi, rasanya itu benar. Biasanya dia akan datang menemuiku hanya dalam selang waktu beberapa menit saja dari waktumu datang. Trus, kenapa sekarang dia tidak muncul-muncul juga?" Anna masih mencoba mencari keberadaan Jessi di sekitarnya. Tapi itu nihil.

***