webnovel

Mulai Mempercayainya

Revin sedang berhadapan dengan temannya ini bernama, Rio. Di sebuah kafe yang memang Revin sendiri yang mengaturnya.

"Udah lama gak ketemu. Sehat?" tanya Rio yang memulai pembicaraan terlebih dahulu. Dan jawaban dari Revin hanya menganggukkan kepalanya saja perlahan.

"Gue pengen Lo bantu gue." Rio mulai paham pembicaraannya akan ke arah mana dan ia hanya anggukkan kepala. "Gue bakal bantu semampunya."

"Tapi.... Sebelum ke inti itu. Gimana kalau kita ngobrol-ngobrol aja dulu santai." Tawar Rio sembari mengangkat gelasnya yang akan diseruput.

Tetapi Revin langsung saja menolaknya secara tegas. "Gak bisa."

"Gue gak punya banyak waktu dan gue pengen Lo jalanin sesuai dengan apa yang gue bilang dipesan." Rio yang mendengarnya hanya bisa menyengir. Ternyata teman lamanya ini tidak bisa diajak santai sedikit.

Padahal yang sebenarnya Rio juga tidak memiliki waktu banyak. Tetapi ia sangat usahakan karna Revin mengajaknya bertemu. Mau tidak mau ia hanya bisa menerimanya saja. Lagi pula sudah lama tidak berjumpa juga.

"Lo beneran gak punya waktu dikit aja gitu untuk kita ngobrol sebentar?" tanya Rio yang memandang wajah Revin. "Dan Lo juga belum jelasin gue secara detail kenapa Lo tiba-tiba meminta gue untuk melakukan hal itu."

Revin yang mendengarnya hanya bisa menghela napasnya panjang. Benar juga apa yang dibilang Rio barusan.

Sepertinya ia harus meluangkan waktunya sejenak terlebih dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaannya dan urusannya yang lain.

"Lo mau denger?" Rio memajukan wajahnya serta badannya juga. Dengan cepat menganggukkan kepalanya.

"Iya. Biar gue gak bingung kenapa lo tiba-tiba aja minta gue buat cari informasi itu orang." Revin berdehem sejenak. "Khem!"

"Itu sebenarnya urusan gue dan jadi masalah bagi gue juga. Kenapa gue mendadak nyuruh lo cari orang itu?"

"Karna...." Revin menggantungkan kalimatnya sejenak. Dan membuang wajahnya sembarangan sedangkan Rio benar-benar menunggu kelanjutannya dengan menatapnya secara lekat.

"Karna.... Karna apa?" tanyanya yang terlanjur penasaran sekali. "Karna gue pengen....." Revin mendadak diam kembali. Tiba-tiba saja ia merasa kurang percaya dengan Rio.

Pasalnya mereka baru saja bertemu untuk pertama kali ini. Dan apa Revin harus menceritakannya. Karna memang dirinya ini sangat tertutup sekali dengan orang lain. Sampai-sampai Omanya saja tidak boleh ikut campur permasalahannya.

"Lo jangan sepotong-sepotong dong. Gue jadi penasaran banget nih. Karna lo pengan apa?" Protes Rio yang kesal dengan Revin. "Ada apa dengan orang itu?"

"Jangan-jangan lo pengen cari informasinya itu karna dia pelaku kematian istri lo." Revin yang mendengarnya refleks melototkan kedua bola matanya lebar ke arah Rio.

"Sorry." Rio yang melihat reaksi Revin yang berbeda langsung saja ia mengangkat kedua jari telunjuk dan tengahnya membentuk angka V ke atas. Diikuti dengan cengirannya juga.

Ucapannya berarti tidak salah. Dan mungkin saja Revin ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. "Gue mulai paham sekarang."

"Dan menurut gue Lo seharusnya jujur aja sama gue." Rio yang berusaha membuat Revin yakin padanya. "Gue juga gak akan bocorin ini ke siapa-siapa kok."

"Dan masalah untuk kematian istri Lo juga bukannya udah banyak juga yang tau."

"Apalagi disorot sama media juga, 'kan?" Revin menghela napasnya. Benar juga apa yang diucapkan oleh Rio barusan. Tapi wajar saja jika Revin masih belum bisa percaya sepenuhnya pada Rio. Apalagi ini pertemuannya pertama.

Dan Revin tipikal orang yang gak gampang terbuka dengan orang lain atau dekat dengannya. Ah, lebih tepatnya bisa dibilang nyaman. Dengan Oma dan yang lainnya saja Revin bungkam.

"Gue paham. Tenang aja masalah ini aman di gue." Menyenggol gelas Revin yang masih penuh isinya dengan gelas milik Rio sendiri yang sedang diangkat ingin diseruput.

"Gue juga bersedia untuk bantu Lo." Revin langsung saja menatapnya secara lekat. Apakah Rio temannya ini benar bisa dipercayai dan handalkan.

Rio yang ditatap aneh oleh Revin hanya bisa menyengir saja. "Gak usah natap gue kaya gitu."

"Dan lagi pula gue gak maksa Lo sama sekali untuk bisa percaya apa gak sama gue."

"Ya.... Semua orang berhak atas itu semua ja—" Revin memotongnya dengan cepat. "Setuju!" Menjulurkan tangannya ke arah Rio.

Rio yang melihat itu tersenyum lebar dan membalas uluran tangan Revin. Menghentakkannya sedikit ke bahwa.

"Lo beneran bakal bantu gue?" tanya Revin untuk memastikan kebenarannya. Dan jawaban dari Rio hanya anggukkan kepala dengan antusias.

"Cari data itu! Nanti kasih ke gue secepatnya." Melepaskan tangannya dan menaruhnya di depan dada. "Siap!"

Rio mengucapkannya dengan nada yang terdengar serius sekali. Dan Revin mau mulai mempercayainya secara perlahan. Lagi pula ia memiliki data Ruri dari orang suruhannya di ponsel.

Dan nanti ia hanya tinggal mencocokkannya saja. Kinerja siapa yang menurutnya paling bagus. Dan orang itu akan ia percayai nantinya.

Tetapi tetap saja keputusannya yang bakal menentukan itu semua. Dalam hatinya ia berkata, 'Mulai sekarang gue butuh orang lain untuk mendorong gue agar bisa menemukan itu semua.'

'Karna gue pengen cepet-cepet untuk bisa membongkar ini semua. Tapi gue juga harus hati-hati.'

Entah kenapa Rio merasa senang sekali waktu Revin menerima tawarannya ini. "Gue pastiin sih nanti malam gue bisa kirim informasi lengkap orang yang Lo cari itu."

"Karna gue udah biasa dapat klien untuk nyari-nyari yang seperti itu."

"Dan sekarang ada beberapa klien juga sih yang sedang gue urusin." Rasa yakin Revin tiba-tiba saja menjadi semakin besar. Ketika Rio yang terus saja menceritakan keunggulan dirinya sendiri.

"Tetapi Lo tenang aja itu semua udah mau selesai kok urusannya dan nanti gue bisa fokus untuk ke masalah yang sedang Lo hadapi ini."

"Percayakan aja semuanya pada gue." Menepuk-nepuk dadanya dengan mengangkat dagunya ke atas. Rio sedang sombong pada Revin saat ini. Dan balasan dari Revin hanya tersenyum tipis saja ke samping.

"Tapi Lo pasti percayakan sama gue?" tanyanya dan Revin mengangkat kedua bahunya. Kemudian Revin membangkitkan tubuhnya.

Refleks Rio juga ikut bangun dari duduknya. Dan bertanya, "Lo mau kemana?" Revin mengangkat tangan kiri yang melingkar jam mahal di pergelangannya. Melihatnya sejenak. Dan kemudian memasukkan kedua tangan di dalam kantong celana.

"Gue gak punya banyak waktu. Ada kerjaan yang harus gue selesaikan. Jadi pembahasan kita sampai di sini."

"Gue tunggu perkataan Lo tadi. Semoga gak mengecewakan gue." Menepuk bahu Rio pelan. Dan langsung saja membalikkan tubuhnya untuk melangkah pergi dari kafe tersebut.

Rio yang melihat punggung Revin sudah menjauh dan menghilang hanya bisa menghembuskan napasnya saja secara perlahan dan tersenyum tipis.

Pandangannya tidak sengaja terpana ke arah minuman yang Revin sama sekali tidak sentuh. "Gue gak boleh kecewain dia." gumamnya yang meninggalkan cafe ini juga tersebut.

***

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Like it ? Add to library!

Creation is hard, cheer me up!

BieZee02creators' thoughts