webnovel

Bab 9 Menangis

"Aku," kata Raven. Ia tampak bingung untuk menjawab.

"Apa kau juga menaruh obat tidur di sup yang aku makan sebelumnya?" tanya Aluna lagi.

Raven diam lagi. Mata abu-abunya tidak berani menatap Aluna.

"Untuk apa kau melakukan itu?" Aluna menebak, "Kau tidak ingin aku pergi dari sini?"

Raven akhirnya kembali berani memandang Aluna dan membalas, "Ya, aku melakukannya. Memang benar aku melakukannya."

Tatapan Raven pada Aluna membuat wanita itu tidak bisa memalingkan wajahnya.

"Tapi itu karena kau butuh istirahat lebih. Kau mendadak ingin pergi padahal kau baru saja sembuh dari sakitmu. Aku memang ingin kau tidak pergi dari sini, tapi aku lebih khawatir dengan keadaanmu."

Aluna terdiam. Keadaan menjadi hening selama beberapa saat. Jawaban Raven membuatnya merenung.

"Aku tidak paham," gumam Aluna pada dirinya sendiri. Tangannya menyentuh kepalanya yang terasa berat dan sakit.

Terlalu banyak hal yang ia tidak mengerti.

Ia tidak paham saat Raven mengatakan ia baru sembuh dari sakit, padahal Aluna ingat saat terbangun di tempat ini, ia merasa baik-baik saja.

Ia juga tidak ingat pernah sakit sebelum tertidur di kamarnya.

Tapi kalau sekarang, Aluna tidak menyangkal jika dirinya memang merasa kurang sehat. Apakah ini akibat dari dirinya yang tidak tidur semalaman?

Tiba-tiba tangan Aluna bergerak ingin menggapai kemeja hitam yang dikenakan Raven. Ia menyentuh ujung kemejanya dan sedikit menariknya. Raven bingung dengan tindakan Aluna.

"Aku mohon, pulangkan aku ke rumahku." Aluna berkata dengan nada pelan. Ia menarik napasnya lagi.

"Aku mohon," pinta Aluna lagi dengan wajah yang menunduk.

Raven terkejut.

Aluna yang sebelumnya marah-marah dan membentaknya kini berbicara dengan nada memelas.

Raven merasa tenggorokannya seolah tersekat. Hatinya terasa nyeri. Ia tidak bisa membalas perkataan Aluna.

Bagaimana bisa ia menjawab saat ia tidak menemukan jawabannya? Dalam hatinya ia bertanya, bagaimana ia bisa mengabulkan keinginan Aluna jika hal itu mustahil ia lakukan?

Ia tidak bisa, ia tidak tahu caranya dan ia tidak ingin melakukannya. Ia tidak bisa melakukannya karena ia tidak tahu bagaimana caranya. Dan meski ia tahu pun, ia tidak ingin melakukannya.

Raven mungkin bisa membohongi Aluna tapi ia tidak membohongi dirinya jika ia tidak ingin berpisah dengan Aluna. Tidak peduli seberapa keras Aluna memohon, Raven mustahil mengabulkan keinginannya.

Raven bisa melihat bahu Aluna yang bergetar. Ia juga bisa melihat ekspresi sedih Aluna yang menunduk.

Bulu mata Aluna basah dan selanjutnya bisa ia lihat ada satu bulir air yang bening mengalir dari matanya ke bawah, membasahi pipi Aluna.

Aluna terisak-isak saat tidak mendapatkan jawaban dari Raven. Ia merasa lemah. Kenapa ia merasa tidak berdaya padahal sebelumnya ia bisa bersikap tegas. Apa ini efek karena ia kurang sehat?

Suhu tubuh Aluna meningkat dan pikirannya menjadi seperti ini.

Namun selanjutnya, Aluna merasa tubuhnya menjadi kaku saat Raven membungkukkan badan dan menariknya ke dalam sebuah pelukan.

Tangisan Aluna terhenti, kewarasannya menolak pelukan itu. Tapi sekali lagi, ia bertindak tidak seperti biasanya.

Ia membiarkan Raven memeluknya dan kembali menangis sembari mengulangi keinginannya untuk pulang.

"Maaf Aluna, kumohon berhenti menangis."

Namun Aluna justru semakin menangis tersedu-sedu saat mendengar ucapan itu. Ia ingin Raven mengatakan sesuatu yang sesuai harapannya.

Selama Aluna menangis, keadaan dan posisi mereka tidak berubah sampai akhirnya Aluna tertidur di pelukan Raven.

*****

Aluna terbangun dengan tubuh yang panas bahkan kelopak matanya juga yang terasa panas baginya. Ia ingin menangis lagi saat melihat sekelilingnya dan mendapati fakta bahwa ia masih berada di tempat ini.

Namun saat sadar ia tidak sendirian di kamar, Aluna tidak jadi menangis dan terpaku memperhatikan seseorang yang duduk bersandar di kursi dengan mata terpejam.

Raven, dengan wajah yang sedikit menunduk, pria itu tidur dengan posisi duduk yang sempurna seolah sudah terbiasa melakukan hal itu tanpa menjatuhkan dirinya dari kursi.

Aluna tidak melakukan apa-apa dengan tubuhnya yang lemas. Ia akhirnya kembali menutup matanya setelah bermenit-menit memandang Raven yang sedang tertidur.

Entah berapa lama ia tertidur, Aluna kembali terbangun. Kali ini bukan karena dirinya terbangun sendiri seperti sebelumnya. Kali ini ia terbangun karena Raven yang membangunkannya untuk makan.

Aluna dibujuk untuk duduk dan membuka mulutnya menerima makanan dari Raven. Tapi saat sendok telah di depan wajahnya, Aluna hanya diam melihat tanpa berniat membuka mulutnya.

"Aku tidak menaruh sesuatu di dalamnya seperti obat tidur atau yang lainnya yang macam-macam." Raven berkata seperti itu seolah mengerti Aluna tidak ingin kejadian sebelumnya terulang.

Meski tanpa obat tidur pun, sebenarnya Aluna juga akan butuh tidur untuk beristirahat lagi.

Aluna yang mendengar itu akhirnya mau membuka mulutnya menerima suapan dari Raven. Ia makan dalam diam.

Raven terus mengulang tindakannya seperti itu saat waktu makan tiba. Sampai akhirnya satu hari terlewati dengan Raven yang merawat Aluna penuh perhatian.

*****

Keesokan harinya keadaan Aluna membaik. Demamnya berhasil turun setelah beristirahat satu hari. Ia bahkan sudah keluar rumah dan berada di halaman belakang rumahnya. Ia tengah membersihkan diri.

Aluna baru tahu jika ada kolam air panas di halaman belakang. Kolam Itu berbentuk lingkaran dan dindingnya terbuat dari batu alam.

Kolam ini tampak alami dan bukan seperti buatan manusia. Air panas yang memenuhi isi kolam setinggi lehernya ini berasal dari mata air di dasar kolam lalu air dari kolam yang penuh mengalir dan akhirnya menyatu dengan air sungai.

Aluna ingat kejadian sebelumnya. Karena sejak kemarin ia belum mandi, Aluna hendak menceburkan diri ke sungai saat ia tidak menemukan kamar mandi di dalam rumah kecuali hanya toilet di belakang rumah.

Jika saja ia berjalan sedikit lagi, ia akan menemukan kolam air panas ini tanpa bantuan Raven. Aluna seharusnya sadar ada uap yang berasal di belakang rumah, tapi ia mengira jika itu hanyalah kabut pagi hari.

Sekarang ia tengah berendam sambil mengingat bagaimana konyolnya ia saat ingin menceburkan diri ke sungai.

"Kenapa aku tidak boleh mandi di sungai?" Aluna dengan cemberut melepaskan tangan Raven yang mencegahnya masuk ke sungai.

"Airnya dingin, kau bisa sakit lagi nantinya." Raven menjawab penuh kesabaran. Wajahnya juga menatap Aluna dengan perhatian dan sedikit rasa cemas.

"Lalu aku mandi di mana? Kau bilang aku bisa mandi di belakang rumah. Tapi aku tidak menemukan kamar mandi dan di belakang rumah cuma ada toilet dan sumur saja. Lagi pula kenapa bangun rumah tapi tidak punya kamar mandi? Apa kau mau aku mandi di sumur? Harus menimba airnya dulu?" tanya Aluna lagi.

Raven menarik napasnya, ia harus selalu mengingat fakta jika Aluna lupa ingatan.

*****

Terimakasih sudah membaca cerita ini. semoga kalian suka dengan ceritanya. jangan lupa untuk review/komen sebanyak-banyaknya ya, see you *lambaikan tangan

Dwi_Nacreators' thoughts